Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Hitungan Kerugian Ekonomi yang Terjadi di Indonesia akibat Krisis Iklim

Kompas.com, 4 November 2025, 09:02 WIB
Manda Firmansyah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menghitung berbagai potensi kerugian ekonomi akibat krisis iklim pada sejumlah sektor strategis.

Pertama, potensi kerugian pada sektor pangan secara agregat akibat krisis iklim setara 0,8-1,26 persen dari produk domestik bruto (PDB) nasional. Di antaranya, terkait potensi penurunan produktivitas padi dan jagung rata-rata 0,9 persen per tahun, dengan total kerugian lahan mencapai 4,3 juta hektar pada 2050.

Kemudian, potensi penurunan produktivitas sayur dan buah sekitar 5-7 persen, serta perkebunan hingga 9 persen pada 2050.

Baca juga: Krisis Iklim bagi Gen Z Masih Soal Cuaca Ekstrem, Pelibatan Mereka Sekadar Formalitas

Kedua, potensi kerugian pada sektor air akibat krisis iklim setara 0,33-0,43 persen dari PDB nasional. Ini mengingat risiko penurunan ketersediaan air hingga 27 persen pada 2050. Khususnya, di wilayah padat penduduk dan kawasan pertanian.

"Ini setara dengan kehilangan 5,5 juta hektometer kubik (air) per tahun," ujar Direktur Adaptasi Perubahan Iklim KLH, Franky Zamzani dalam acara konsultasi publik penyusunan Rencana Adaptasi Nasional (National Adaptation Plan/NAP), Jumat (31/10/2025).

Ketiga, potensi kerugian pada sektor kesehatan akibat krisis iklim setara 0,3 persen dari PDB nasional. Menurut Franky, wilayah penyebaran penyakit yang sensitif terhadap iklim seperti demam berdarah dengue (DBD) dan malaria, semakin luas pada 2050.

"Malaria dapat muncul kembali di daerah yang sebelumnya sudah bebas dan dampaknya terhadap produktivitas di tahun-tahun ekstrem," tutur Franky.

Keempat, potensi kerugian pada sektor energi akibat krisis iklim setara 0,1-1,8 persen dari PDB nasional. Peningkatan suhu akibat krisis iklim mendorong kenaikan permintaan pendingin udara (AC), yang pada gilirannya meningkatkan kebutuhan listrik secara nasional pada 2050.

"Setiap kenaikan suhu 1 derajat celcius dapat menurunkan kapasitas pembangkit tenaga listrik hingga 5,8 persen, sementara pertumbuhan pasokan energi hanya menutupi 30 persen dari kebutuhan nasional. Banyak banget tantangannya," ucapnya.

Kelima, potensi kerugian pada sektor ekosistem akibat krisis iklim setara 14,4-18 persen dari PDB nasional. Jika dibiarkan, sebesar 50 persen mangrove di Indonesia akan terdegradasi dan 19 persen lainnya dalam kondisi kritis pada 2050.

Keenam, potensi kerugian pada sektor kebencanaan akibat krisis iklim setara 6,21 persen dari PDB nasional. Apalagi, Indonesia menempati peringkat ketiga dalam risiko bencana tertinggi di dunia. Mayoritas bencana di Indonesia terkait dengan iklim atau bencana hidrometeorologi.

RIsiko Tidak Merata

Risiko iklim di Indonesia bersifat spasial, tidak merata, dan sangat kontekstual. Berdasarkan analisis KLH, setiap pulang menghadapi kombinasi risiko yang berbeda dari sektor pangan, air, kesehatan, energi, maupun ekosistem.

"Jadi, Indonesia itu kayak supermarket lah, lengkap. Jadi kalau bicara kerentanan setiap pulau beda-beda," ujar Franky.

Misalnya, Pulau Sumatera dan Kalimantan menghadapi tekanan dari degradasi ekosistem hutan dan lahan gambut, penurunan kualitas air, serta peningkatan banjir maupun kebakaran.

"Kombinasi tersebut berdampak terhadap rantai pasok pangan dan energi nasional," tutur Franky.

Kemudian, Pulau Jawa menghadapi peningkatan suhu, penurunan ketersediaan air bersih, dan berbagai risiko terkait iklim.

Sedangkan Pulau Bali dan Nusa Tenggara menghadapi kekeringan dan degradasi terumbu karang. Sementara itu, Pulau Sulawesi dan Maluku menghadapi dampak pada produktivitas perikanan dan kerentanan ekosistem pesisir.

Untuk Papua, kata dia, wilayah tersebut menghadapi peningkatan hujan ekstrem dan longsor di wilayah pegunungan, serta penyakit tropis di kawasan daratan rendah.

Baca juga: Perubahan Iklim Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Kok Bisa?

"Karena Indonesia terlalu kompleks, diversity-nya sangat tinggi. Maka, NAP ini menegaskan adaptasi tidak bisa dilakukan dengan satu resep nasional, tapi yang dibutuhkan adalah strategi berbasis wilayah agar intervensi ini benar-benar menjawab risiko ilmiah," ucapnya.

Ia berharap strategi adaptasi berbasis wilayah dalam terintegrasi dalam perencanaan daerah, sehingga setiap uang yang diinvestasikan untuk ketahanan iklim menghasilkan manfaat nyata bagi masyarakat di lapangan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau