Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan dari Aspirasi Petani, Kebijakan Pertanian Sulit Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Kompas.com, 4 November 2025, 08:09 WIB
Manda Firmansyah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kebijakan sektor pertanian dengan pendekatan top down dan tanpa banyak melibatkan partisipasi masyarakat di daerah, pelaksanaannya cenderung tidak selaras dengan tujuan awal.

Menurut Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economic & Finance (INDEF), Rizal Taufikurahman, proyek-proyek yang bersifat top down seperti korporasi petani atau food estate, pelaksanaannya kerap tidak selaras dengan arah kebijakannya.

Baca juga: Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen

"Pendekatan seperti ini sifatnya administratif, mestinya didorong ke dalam pendekatan bottom up untuk pemberdayaan kelembagaan. Karena kalau bukan kebutuhan ekonomi level bawah dan hanya berbasis kepentingan proyek top down, seringkali implementasi menjadi tidak pas. Awalnya dianggap sebagai insentif bagi petani, tapi tidak  tersampaikan," ujar Rizal dalam webinar pekan lalu.

Selain itu, proyek-proyek dengan pendekatan top down semestinya diiringi dengan penguatan kelembagaan. Akan tetapi, kenyataannya proyek-proyek dengan pendekatan top down justru kerap mengabaikan penguatan kelembagaan yang ada.

"Seringkali kelembagaan ini tidak menjadi konsep ya, bagaimana misalnya membangun sebuah proyek yang sifatnya top down dengan sasaran petani gurem, maka tentu harus diperkuat kelembagaannya," tutur Rizal.

Ia menilai, total factor productivity (TFP), hilirisasi sistem pangan (agrifood system), serta kemitraan antara usaha besar dan petani berskala kecil (petani gurem) sebagai kunci pertumbuhan pertanian untuk mendukung pencapaian target produk domestik bruto (PDB) nasional 8 persen.

PDB Bisa Tumbuh 8 Persen Jika...

Berdasarkan Riset dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Indonesia bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen jika terjadi kenaikan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB minimal 4,7 persen per tahun.

Rizal menganggap, sub sektor peternakan dan perikanan semestinya dapat menjadi kontribusi utama dalam mencapai target tersebut. Apalagi, berat untuk mengharapkan kontribusi dari sub sektor lain, seperti sistem pangan (agrifood system).

"Sub sektor peternakan dan perikanan yang menjadi bagian dari sektor pertanian itu mesti jadi lokomotif," tutur Rizal.

Untuk mencapai target nasional pertumbuhan ekonomi 8 persen pada 2029, kata dia, sektor pertanian harus melakukan percepatan produktivitas yang substansial. Produktivitas tenaga kerja menjadi tantangan berat dalam meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB.

Sektor pertanian merupakan cerminan paling jelas dari fluktuasi TFP nasional. Produktivitas sektor ini di Indonesia tergolong rendah, tidak stabil, serta sangat bergantung pada faktor eksternal.

Karena itu, dibutuhkan strategi TFP yang disertai penguatan teknologi, riset, kelembagaan, serta insentif efisiensi berkelanjutan di tingkat petani maupun agroindustri agar sektor pertanian dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi.

Baca juga: Lahan Pertanian Global Diproyeksikan Meningkat Tiga Kali Lipat pada 2100

"Maka, tanpa mesin yang jelas, target 8 persen itu menjadi optimis tetapi ragu. Jadi, mestinya ada satu mesin yang bisa menjalankan itu. Ya, tentu policy (kebijakan). Padahal, kalau dilihat stagnasi pertanian di Indonesia bukan semata karena transformasi ekonomi alami," tutur Rizal.

Kemandekan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB erat kaitannya dengan berbagai kebijakan pemerintah Indonesia. Khususnya, kebijakan yang berdampak pada besaran subsidi pupuk, harga dasar gabah, tarif ekspor, sampai biaya produksi.

Selain itu, kemandekan kontribusi itu juga karena produktivitas tenaga kerja sektor pertanian cenderung turun selama dekade terakhir.

Penurunan produktivitas tersebut disebabkan melambatnya modernisasi dan adopsi teknologi pertanian. Penurunan produktivitas juga disebabkan fragmentasi lahan yang semakin mengecil akibat tekanan demografis dan urbanisasi.

Di sisi lain, tenaga kerja sektor pertanian yang tersisa saat ini umumnya berusia tua dan berpendidikan rendah. Imbasnya, efisiensi dan output per tenaga kerja pada sektor pertanian cenderung stagnan.

Sebelumnya, peneliti Ahli Utama Pusat Riset Koperasi, Korporasi, dan Ekonomi Kerakyatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erizal Gamal mengatakan, sangat mungkin Indonesia mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen.

Baca juga: Tanah Terdegradasi, Iklim Memburuk: Pertanian Ramah Lingkungan Jadi Solusi

"Jadi, dalam hitung-hitungan kami, berdasarkan potensi ekonomi yang ada di Indonesia, bahwa tumbuh 8 persen itu sangat mungkin. Itu perlu ditunjang oleh pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Pertanian harus tumbuh 4,7 persen per tahun, sementara industri 7,3 persen dan jasa 9,5 persen. Itu hasil simulasi yang kami buat," ujar Erizal Gamal.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau