KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) akan menindak tegas perusahaan yang terbukti memicu bencana banjir dan longsor di Sumatera Utara.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLH, Yulia Suryanti menyampaikan, saat ini penyidik Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLH mendalami serta meverifikasi temuan awal yang mengindikasikan keterlibatan delapan perusahaan dalam bencana tersebut.
Baca juga:
"Sebagai institusi yang memiliki otoritas dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, kami menegaskan komitmen untuk menindak tegas setiap bentuk pelanggaran yang terbukti mengancam keselamatan masyarakat, merusak ekosistem, dan mengganggu keberlanjutan lingkungan," kata Yulia dalam keterangannya, Selasa (9/12/2025).
Dia memastikan, penegakan hukum akan dilakukan secara akurat dan transparan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan, fakta dan bukti hukum yang kuat, serta bebas dari intervensi pihak mana pun.
Yulia menyebut, KLH mengumpulkan semua data primer dan sekunder terkait aktivitas perusahaan dan kondisi lingkungan.
Lainnya, melakukan pemeriksaan dan klarifikasi langsung dengan pihak perusahaan dan otoritas terkait di lapangan.
"Kami bekerja sama dengan aparat penegak hukum lain dan pemerintah daerah untuk memastikan kesesuaian data," tutur dia.
Kendati demikian, kata Yulia, proses penanganan kasus lingkungan memerlukan kecermatan dan kajian teknis untuk menjamin akuntabilitasnya.
"Perkembangan signifikan berikutnya akan kami informasikan melalui siaran pers resmi atau mekanisme komunikasi yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup," ucap Yulia.
Baca juga:
Foto udara kondisi jalan yang putus akibat banjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Minggu (30/11/2025). Bencana banjir bandang yang terjadi pada Selasa (25/11) lalu menyebabkan rumah warga rusak, kendaraan hancur, jalan dan jembatan putus.Diberitakan sebelumnya, Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq menyebut, banjir dan longsor di Sumatera Utara terjadi di lima daerah aliran sungai (DAS) yakni DAS Batang Toru, DAS Garoga, DAS Badili, DAS Aek Pandan, dan DAS Sibuluan.
Evaluasi dilakukan terhadap delapan perusahaan yang berdiri di hulu DAS Batang Toru.
"Empat (perusahaan) di antaranya kami lakukan penghentian operasional karena disinyalir berkontribusi cukup besar di dalam banjir di Batang Toru," ucap Hanif, Senin (8/12/2025).
KLH menghentikan operasional PT Agincourt Resources, PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III), PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) pengembang PLTA Batang Toru, serta satu perusahaan yang belum disebutkan identitasnya.
Selain penghentian operasional, KLH mewajibkan audit lingkungan sebagai langkah pengendalian tekanan ekologis di hulu DAS yang memiliki fungsi vital bagi masyarakat.
Hasil pantauan udara menunjukkan adanya pembukaan lahan masif yang memperbesar tekanan DAS. Pihaknya mencatat, aktivitas pembukaan lahan untuk PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air), hutan tanaman industri, pertambangan, dan kebun sawit sangat masif di wilayah tersebut.
Baca juga:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya