Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat

Kompas.com, 13 Desember 2025, 09:36 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan laju pengasaman laut di Perairan Paparan Sunda terjadi dua kali lebih cepat dibandingkan rata-rata global.

Kawasan Paparan Sunda mencakup perairan barat Indonesia, Selat Malaka, Selat Singapura, Laut Natuna, Selat Karimata, dan Laut Jawa.

Peneliti Biogeokimia Laut BRIN, Aan Johan Wahyudi, mengatakan pH laut secara alami berada di kisaran 8,1. Penurunan kecil bisa berdampak signifikan pada organisme berkalsium di lautan.

“Penurunan pH laut sebesar 0,1–0,2 unit (misalnya dari 8,1 menjadi 7,9–7,8) dapat menurunkan ketersediaan ion karbonat secara signifikan dan berdampak pada organisme seperti karang dan kerang, yang artinya bisa sangat berdampak pada ekosistem laut,” ungkap Aan dalam keterangannya, ditulis Sabtu (13/12/2025).

Baca juga: Terumbu Karang Terancam Dikuasai Alga Tahun 2100 akibat Pengasaman Laut

Riset BRIN, Nanyang Technological University (NTU), dan National University of Singapore (NUS), menunjukkan bahwa tren penurunan pH mencapai minus 0,043 unit per dekade, dua kali lebih cepat daripada rata-rata global yakni minus 0,019.

Dia menjelaskan, pengasaman terjadi ketika karbon dioksida (CO2) dari atmosfer larut ke laut. Saat CO2 larut, sebagian kecil berubah menjadi asam karbonat, yang meningkatkan ion hidrogen lalu menurunkan pH. Dampaknya, terumbu karang, kerang, siput, maupun plankton sulit bertumbuh yang memengaruhi seluruh ekosistem di lautan.

Aan mengungkapkan, keanekaragaman hayati bakal menurun, produktivitas perikanan merosot, rantai makanan terganggu, dan pariwisata bahari pun terdampak.

Menurut dia, Paparan Sunda juga menghadapi tekanan tambahan berupa aliran karbon organik dari lahan gambut Sumatera dan Kalimantan. Bahan organik tersebut terbawa ke laut melalui sungai, kemudian terurai dan mempercepat penurunan pH.

“Di kawasan tropis seperti kita, proses biogeokimia lokal membuat pengasaman laut berlangsung lebih cepat,” kata Aan.

Baca juga: Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah

Deteksi Dini

Riset itu menghitung deteksi dini minimal dilakukan dalam lima tahun. Artinya, Indonesia bisa memproyeksikan perubahan kimia di lautan dengan akurasi tinggi dalam jangka waktu tersebut.

Ia lantas menekankan, pengasaman laut bukan proses yang bisa dihentikan secara instan. Namun, Aan menyampaikan beberapa langkah untuk memperlambatnya.

Pertama, mengurangi emisi karbon. Kedua, Indonesia perlu membangun sistem observasi laut nasional yang tidak hanya memantau aspek fisik, tetapi juga parameter kimia penting seperti pH, tekanan CO2, oksigen, dan nutrien.

“Pemantauan jangka panjang menjadi dasar mitigasi. Tanpa data yang lengkap dan konsisten, Indonesia tidak akan mengetahui kondisi laut secara akurat, sehingga kebijakan sulit disusun berdasarkan bukti,” jelas Aan.

Dia mengsulkan perlunya integrasi pemantauan fisik, kimia, dan biologi dalam satu sistem sesuai standar Global Ocean Observing System (GOOS).

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Walhi NTB Desak Pemerintah Moratorium IPR di 60 Titik
Walhi NTB Desak Pemerintah Moratorium IPR di 60 Titik
LSM/Figur
Banjir Rob Kian Meluas, Akademisi Unair Peringatkan Dampak Jangka Panjang bagi Pesisir Indonesia
Banjir Rob Kian Meluas, Akademisi Unair Peringatkan Dampak Jangka Panjang bagi Pesisir Indonesia
Pemerintah
Kalimantan dan Sumatera Jadi Pusat Kebakaran Hutan dan Lahan Selama 25 Tahun Terakhir
Kalimantan dan Sumatera Jadi Pusat Kebakaran Hutan dan Lahan Selama 25 Tahun Terakhir
LSM/Figur
Indonesia Perlu Belajar dari India untuk Transisi Energi
Indonesia Perlu Belajar dari India untuk Transisi Energi
LSM/Figur
Respons PT TPL usai Prabowo Minta Perusahaan Diaudit dan Dievaluasi
Respons PT TPL usai Prabowo Minta Perusahaan Diaudit dan Dievaluasi
Swasta
DLH DKI Siapkan 148 Truk Tertutup untuk Angkut Sampah ke RDF Rorotan
DLH DKI Siapkan 148 Truk Tertutup untuk Angkut Sampah ke RDF Rorotan
Pemerintah
Perancis Perketat Strategi Net Zero, Minyak dan Gas Siap Ditinggalkan
Perancis Perketat Strategi Net Zero, Minyak dan Gas Siap Ditinggalkan
Pemerintah
3.000 Gletser Diprediksi Hilang Setiap Tahun pada 2040
3.000 Gletser Diprediksi Hilang Setiap Tahun pada 2040
LSM/Figur
IATA Prediksi Produksi SAF 2025 1,9 Juta Ton, Masih Jauh dari Target
IATA Prediksi Produksi SAF 2025 1,9 Juta Ton, Masih Jauh dari Target
Pemerintah
Dorong Keselamatan Kerja, Intiwi Pamerkan Teknologi Las Berbasis VR Manufacturing Indonesia 2025
Dorong Keselamatan Kerja, Intiwi Pamerkan Teknologi Las Berbasis VR Manufacturing Indonesia 2025
Swasta
Gelondong Bernomor Di Banjir Sumatera
Gelondong Bernomor Di Banjir Sumatera
Pemerintah
Permata Bank dan PT Mitra Natura Raya Dorong Konservasi Alam lewat Tour de Kebun Raya
Permata Bank dan PT Mitra Natura Raya Dorong Konservasi Alam lewat Tour de Kebun Raya
Swasta
Hujan Lebat Desember–Januari, PVMBG Ingatkan Siaga Longsor dan Banjir Saat Nataru
Hujan Lebat Desember–Januari, PVMBG Ingatkan Siaga Longsor dan Banjir Saat Nataru
Pemerintah
89 Persen Masyarakat Indonesia Dukung EBT untuk Listrik Menurut Studi Terbaru
89 Persen Masyarakat Indonesia Dukung EBT untuk Listrik Menurut Studi Terbaru
Pemerintah
Teluk Saleh NTB jadi Habitat Hiu Paus Melahirkan dan Melakukan Pengasuhan
Teluk Saleh NTB jadi Habitat Hiu Paus Melahirkan dan Melakukan Pengasuhan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau