Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah

Kompas.com, 11 Desember 2025, 18:35 WIB
Ni Nyoman Wira Widyanti

Penulis

Sumber AP News

KOMPAS.com - Suhu permukaan laut yang makin hangat akibat perubahan iklim memperparah dampak siklon di Asia dalam beberapa pekan terakhir, menurut laporan analisis World Weather Attribution (WWA) yang dirilis Rabu (10/12/2025).

Laporan tersebut menilai curah hujan ekstrem yang berkaitan dengan siklon senyar dan ditwah yang memicu banjir dan longsor di Malaysia, Thailand, Indonesia, dan Sri Lanka.

Baca juga:

"Kami ingin orang-orang di mana pun mengetahui alasan di balik peristiwa yang terjadi di lingkungan mereka. Namun, mereka juga perlu menyadari alasan di balik beberapa peristiwa yang terjadi di seluruh dunia," kata salah satu penulis laporan tersebut, Mariam Zachariah dari Centre for Environmental Policy Imperial College London, dilansir dari AP News (11/12/2025).

Suhu permukaan laut, perubahan iklim, dan bencana di Asia

Warga korban banjir Sri Lanka berjalan menerjang genangan air di pinggiran Ibu Kota Colombo, 30 November 2025. Banjir dan tanah longsor kali ini menewaskan sedikitnya 334 orang, terparah sejak 2023. Sri Lanka Tetapkan Keadaan Darurat usai Banjir Tewaskan 330 Korban LebihAFP/ISHARA S KODIKARA Warga korban banjir Sri Lanka berjalan menerjang genangan air di pinggiran Ibu Kota Colombo, 30 November 2025. Banjir dan tanah longsor kali ini menewaskan sedikitnya 334 orang, terparah sejak 2023. Sri Lanka Tetapkan Keadaan Darurat usai Banjir Tewaskan 330 Korban Lebih

Menurut catatan WWA, kondisi laut yang lebih panas memberi energi tambahan pada sistem badai. Energi tersebut berubah menjadi hujan deras yang jatuh dalam waktu singkat. Situasi ini memicu bencana besar di banyak wilayah Asia.

Hingga saat ini, banjir dan longsor akibat dua siklon itu sudah menewaskan lebih dari 1.600 orang, sedangkan ratusan lainnya masih dilaporkan hilang.

Siklon senyar dan ditwah menjadi rangkaian terbaru dari banyak bencana cuaca ekstrem yang melanda Asia Tenggara sepanjang tahun ini. 

Baca juga:

Permukaan laut menghangat lebih cepat

Seorang pria berdiri di dalam rumahnya yang sebagian terendam banjir setelah hujan deras di Kaduwela di pinggiran Colombo, Sri Lanka, pada 28 November 2025. AFP/ISHARA S KODIKARA Seorang pria berdiri di dalam rumahnya yang sebagian terendam banjir setelah hujan deras di Kaduwela di pinggiran Colombo, Sri Lanka, pada 28 November 2025.

WWA menemukan suhu permukaan laut di Samudra Hindia Utara sebesar 0,2 derajat celsius lebih tinggi dari rata-rata tiga dekade terakhir.

Tanpa pemanasan global, suhu permukaan laut seharusnya sekitar satu derajat celsius lebih dingin dari kondisi saat ini.

Laut yang lebih hangat menyediakan panas dan uap air yang menjadi "bahan bakar" bagi siklon.

Studi tersebut juga merujuk data dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) yang menyebut bahwa suhu global saat ini sudah 1,3 derajat celsius lebih hangat dibandingkan masa pra-industri.

Menurut Zachariah, pemanasan ini meningkatkan intensitas hujan.

"Ketika atmosfer menghangat, ia dapat menampung lebih banyak uap air. Akibatnya, curah hujan menjadi lebih tinggi di atmosfer yang lebih hangat dibandingkan dengan dunia tanpa perubahan iklim," jelas Zachariah.

WWA merupakan kelompok peneliti yang memakai metode peer-reviewed untuk menilai hubungan cuaca ekstrem dengan perubahan iklim secara cepat.

Baca juga:

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
LSM/Figur
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Pemerintah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
LSM/Figur
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
LSM/Figur
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Swasta
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Pemerintah
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
Pemerintah
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Swasta
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
LSM/Figur
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
LSM/Figur
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
LSM/Figur
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Pemerintah
KLH Segel Kebun Sawit di Tapanuli Tengah Imbas Banjir Sumatera Utara
KLH Segel Kebun Sawit di Tapanuli Tengah Imbas Banjir Sumatera Utara
Pemerintah
Air di Jakarta Tercemar Bakteri Koli Tinja, Ini Penyebabnya
Air di Jakarta Tercemar Bakteri Koli Tinja, Ini Penyebabnya
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau