KOMPAS.com - Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) menyampaikan, produksi sustainable aviation fuel atau bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) 2025 diperkirakan mencapai 1,9 juta ton (sekitar 2,4 miliar liter), dua kali lipat dari satu juta ton SAF yang diproduksi tahun 2024.
Meskipun produksi naik dibanding tahun lalu, jumlahnya tetap lebih rendah dari estimasi IATA yang sebelumnya memprediksi angka dua juta ton untuk produksi SAF tahun 2025, dilansir dari ESG Today, Selasa (16/12/2025).
Baca juga:
"Pertumbuhan produksi SAF tidak mencapai target yang diharapkan karena mandat yang dirancang dengan buruk menghambat momentum di industri SAF yang masih dalam tahap awal," kata Direktur Jenderal IATA, Willie Walsh, dikutip dari laman resmi IATA.
IATA mencatat, produksi SAF tahun 2025 hanya akan menyumbang 0,6 persen dari total konsumsi bahan bakar pesawat tahun ini.
Hal tersebut terjadi bukan karena kekurangan teknologi, melainkan karena pemerintah disebut tidak memberikan dukungan kebijakan yang cukup untuk memaksimalkan produksi SAF.
Produksi SAF 2025 diperkirakan dua kali lipat dibanding 2024. Namun, IATA menyebut mandat pemerintah menghambat pengembangan bahan bakar ini.Pada tahun 2026, pertumbuhan produksi SAF diperkirakan melambat dan mencapai 2,4 juta ton, atau hanya 0,8 persen dari total konsumsi bahan bakar pesawat.
Perlambatan pertumbuhan SAF ini terjadi karena penerapan mandat baru oleh Uni Eropa dan Inggris tahun ini yang mewajibkan penggunaan SAF dalam jumlah minimum.
Kebijakan itu membuat harga SAF melonjak karena stok SAF masih sedikit, sedangkan semua maskapai penerbangan dinilai "dipaksa" membeli dalam jumlah tertentu.
Menurut IATA, harga SAF menjadi dua kali lipat lebih mahal dibanding bahan bakar fosil dan bahkan hingga lima kali lipat lebih mahal di pasar yang menerapkan mandat tersebut.
IATA memperkirakan bahwa mandat yang dirancang dengan buruk tersebut telah menyebabkan maskapai penerbangan membayar tambahan sebesar 2,9 miliar dollar Amerika Serikat (AS) untuk SAF pada tahun 2025.
"Jika tujuan dari mandat SAF adalah untuk menghambat kemajuan dan menaikkan harga maka pembuat kebijakan telah berhasil melakukannya. Namun, jika tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi SAF guna mempercepat dekarbonisasi penerbangan maka mereka perlu belajar dari kegagalan dan bekerja sama dengan industri penerbangan untuk merancang insentif yang efektif," jelas Walsh.
Bahan bakar menyumbang sebagian besar emisi sektor penerbangan. Umumnya diproduksi dari sumber daya berkelanjutan, seperti minyak bekas dan residu pertanian, SAF dipandang sebagai salah satu alat utama untuk membantu dekarbonisasi industri penerbangan dalam jangka pendek hingga menengah.
Produsen SAF memperkirakan bahan bakar ini dapat menghasilkan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) siklus hidup hingga 85 persen dibandingkan dengan bahan bakar konvensional.
Upaya untuk meningkatkan penggunaan SAF secara signifikan oleh maskapai penerbangan menghadapi tantangan besar, termasuk pasokan yang rendah yang saat ini tersedia di pasar, dan harga yang saat ini jauh di atas harga bahan bakar fosil konvensional.
Baca juga:
Produksi SAF 2025 diperkirakan dua kali lipat dibanding 2024. Namun, IATA menyebut mandat pemerintah menghambat pengembangan bahan bakar ini.Menurut Walsh, kegagalan dalam mempercepat perluasan kapasitas produksi SAF akan menyebabkan banyak maskapai penerbangan meninjau kembali target SAF mereka.
Ia menambahkan, banyak maskapai penerbangan yang telah berkomitmen untuk menggunakan 10 persen SAF tahun 2030 akan terpaksa meninjau kembali komitmen tersebut.
Sebab, SAF tidak diproduksi dalam jumlah yang cukup untuk memungkinkan banyak maskapai penerbangan ini mencapai ambisi mereka.
"Kebijakan Eropa yang terfragmentasi mengganggu pasar, menghambat investasi, dan melemahkan upaya untuk meningkatkan produksi SAF. Regulator Eropa harus menyadari bahwa pendekatan mereka tidak efektif dan segera mengambil langkah korektif," ucap Walsh.
Baca juga:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya