Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Perlu Belajar dari India untuk Transisi Energi

Kompas.com, 16 Desember 2025, 19:29 WIB
Manda Firmansyah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia berada di persimpangan penting dalam menentukan arah masa depan energinya.

Dengan permintaan energi yang hampir berlipat ganda setiap dekade, kebutuhan energi nasional diproyeksikan meningkat hingga empat kali lipat pada 2050. Lonjakan ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi yang terus berlangsung.

Namun, di tengah proyeksi tersebut, Indonesia dinilai belum membangun infrastruktur energi berkelanjutan yang memadai untuk mengantisipasi lonjakan kebutuhan energi dalam beberapa dekade ke depan.

Kondisi ini sekaligus membuka peluang bagi Indonesia untuk melakukan lompatan menuju sistem energi yang lebih bersih.

Associate Adjunct Professor di Goldman School of Public Policy, University of California, Berkeley, Nikit Abhyankar, mengatakan sebagian besar infrastruktur energi Indonesia di masa depan justru belum dibangun.

“Hampir 60–65 persen infrastruktur energi yang akan ada pada 2050 masih belum dibangun. Dengan turunnya harga energi surya dan teknologi penyimpanan energi secara cepat, sekarang adalah momen bagi Indonesia untuk melompat ke masa depan energi yang lebih bersih,” ujar Nikit dalam CSO Roundtable on Indonesia's 100 GW Solar Power Ambition: Lesson Learned from India and Beyond di Jakarta, Selasa (16/12/2025).

Nikit menilai kesempatan ini bisa hilang jika Indonesia menunda transisi energi selama 10 hingga 15 tahun ke depan. Pasalnya, keterikatan pada pembangunan infrastruktur energi fosil baru akan membuat arah transisi menjadi jauh lebih sulit.

Menurut dia, tantangan utama transisi energi bukanlah menghentikan atau menggantikan pembangkit fosil yang sudah ada, melainkan mencegah pembangunan aset energi fosil baru agar tidak menciptakan ketergantungan jangka panjang.

“Energi surya dan batu bara yang sudah ada tidak harus saling bertentangan. Pertarungan sesungguhnya adalah antara energi surya dan pembangunan **pembangkit batu bara baru**, bukan aset yang sudah eksis. Lapangan kerja, tambang, dan pembangkit yang ada tidak perlu ditutup karena memang sudah terbangun,” kata Nikit.

Harga Teknologi Turun Tajam

Secara global, harga panel surya dan teknologi penyimpanan energi mengalami penurunan drastis dalam 10–15 tahun terakhir, mencapai hampir 90 persen.

Penurunan ini terjadi pada berbagai jenis baterai lithium-ion, seperti lithium ferro-phosphate (LFP), nickel manganese cobalt (NMC), hingga nickel cobalt aluminium oxide (NCA).

Teknologi LFP yang kini banyak digunakan untuk penyimpanan energi skala jaringan dan kendaraan listrik bahkan telah dipasarkan dengan harga di bawah 80 dolar AS per kWh.

Nikit menyebut kapasitas manufaktur baterai global yang berlebih membuat harga teknologi ini diperkirakan tetap kompetitif dalam jangka panjang.

Belajar dari India

India disebut sebagai contoh negara yang berhasil memanfaatkan penurunan harga teknologi energi terbarukan. Negara tersebut mampu menetapkan harga power purchase agreement (PPA) energi terbarukan terendah di dunia.

Harga PPA pembangkit listrik tenaga surya di India saat ini berada di kisaran 2,5 dolar AS per MWh. Total kapasitas energi terbarukan India juga telah mendekati 250 gigawatt, dengan sekitar setengahnya berasal dari tenaga surya.

Pembangunan pembangkit surya yang dilengkapi sistem penyimpanan energi kini menjadi tren baru di India.

“Ini benar-benar mengubah permainan, karena biayanya kurang dari setengah biaya pembangunan pembangkit batu bara baru,” ujar Nikit.

Ia menilai pengalaman India menunjukkan bahwa transisi energi tidak hanya memungkinkan secara teknis, tetapi juga semakin kompetitif secara ekonomi—pelajaran yang relevan bagi Indonesia dalam merancang masa depan energinya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Lindungi Pemain Tenis dari Panas Ekstrem, ATP Rilis Aturan Baru
Lindungi Pemain Tenis dari Panas Ekstrem, ATP Rilis Aturan Baru
LSM/Figur
IEA: 60 Persen Perusahaan Global Kekurangan 'Tenaga Kerja Hijau'
IEA: 60 Persen Perusahaan Global Kekurangan "Tenaga Kerja Hijau"
Pemerintah
Pertamina Andalkan Strategi Migas Tetap Jalan, Geothermal Jadi Masa Depan
Pertamina Andalkan Strategi Migas Tetap Jalan, Geothermal Jadi Masa Depan
BUMN
ASRI Awards, Penghargaan bagi Siswa hingga Sekolah lewat Inovasi Keberlanjutan
ASRI Awards, Penghargaan bagi Siswa hingga Sekolah lewat Inovasi Keberlanjutan
Swasta
Pelindo Terminal Petikemas Terapkan Teknologi Terumbu Buatan di Karimunjawa
Pelindo Terminal Petikemas Terapkan Teknologi Terumbu Buatan di Karimunjawa
BUMN
Teknologi Satelit Ungkap Sumber Emisi Metana dari Minyak, Gas, dan Batu Bara Global
Teknologi Satelit Ungkap Sumber Emisi Metana dari Minyak, Gas, dan Batu Bara Global
LSM/Figur
Sinarmas Land dan Waste4Change Resmikan Rumah Pemulihan Material di Tangerang
Sinarmas Land dan Waste4Change Resmikan Rumah Pemulihan Material di Tangerang
Swasta
Transisi EV Bisa Cegah 700.000 Kematian Dini, tapi Tren Pemakaian Masih Rendah
Transisi EV Bisa Cegah 700.000 Kematian Dini, tapi Tren Pemakaian Masih Rendah
LSM/Figur
Google Rilis Panduan untuk Bantu Laporan Keberlanjutan dengan AI
Google Rilis Panduan untuk Bantu Laporan Keberlanjutan dengan AI
Swasta
Indonesia Tak Impor Beras, Pemerintah Dinilai Perlu Waspadai Harga dan Stok
Indonesia Tak Impor Beras, Pemerintah Dinilai Perlu Waspadai Harga dan Stok
LSM/Figur
Walhi Kritik Usulan Presiden Prabowo Ekspansi Sawit dan Tebu di Papua
Walhi Kritik Usulan Presiden Prabowo Ekspansi Sawit dan Tebu di Papua
Pemerintah
Greenpeace Sebut Banjir Sumatera akibat Deforestasi dan Krisis Iklim
Greenpeace Sebut Banjir Sumatera akibat Deforestasi dan Krisis Iklim
LSM/Figur
Menteri UMKM Minta Bank Tak Persulit Syarat KUR untuk Usaha Mikro
Menteri UMKM Minta Bank Tak Persulit Syarat KUR untuk Usaha Mikro
Pemerintah
Satwa Liar Terjepit Deforestasi, Perburuan, dan Perdagangan Ilegal
Satwa Liar Terjepit Deforestasi, Perburuan, dan Perdagangan Ilegal
LSM/Figur
Menteri UMKM Berencana Putihkan Utang KUR Korban Banjir Sumatera
Menteri UMKM Berencana Putihkan Utang KUR Korban Banjir Sumatera
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau