KOMPAS.com - Konsumen dalam skalag global melihat sedikit pesan dan komunikasi mengenai keberlanjutan dari berbagai brand (merek), berdasarkan studi konsumen GlobeScan tahun 2025 tentang Hidup Sehat & Berkelanjutan.
Meskipun hal tersebut kemungkinan bagian dari penurunan kepedulian terhadap isu seperti perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati, penelitian di 33 pasar, termasuk 10 di Asia-Pasifik, menunjukkan peningkatan pembelian ramah lingkungan.
Baca juga:
Sebanyak 58 persen konsumen di Asia Pasifik (APAC) melaporkan membeli produk ramah lingkungan, naik dari 53 persen pada 2024.
Secara spesifik, studi tersebut juga menunjukkan peningkatan pembelian produk ramah lingkungan di Vietnam (84 persen) dan Indonesia (78 persen). Sementara itu, Singapura telah mengalami peningkatan yang signifikan menjadi 50 persen.
Proses pewarnaan kain ramah lingkungan atau ecoprint menggunakan tumbuhan di Rumah Produksi Batik Tandan Daun. Meski minat beli produk berkelanjutan naik, studi GlobeScan 2025 menunjukkan brand mengurangi komunikasi keberlanjutan. Apa sebabnya?Tren kenaikan pembelian produk berkelanjutan terjadi di tengah menurunnya kepercayaan terhadap pesan keberlanjutan.
Studi ini menyoroti fenomena yang dikenal sebagai greenhushing yaitu ketika brand mengurangi komunikasi tentang keberlanjutan karena takut akan reaksi negatif atau pengawasan regulasi.
Akibatnya, semakin sedikit konsumen yang terpapar pesan-pesan tersebut dan kepercayaan semakin terkikis, terutama di kalangan generasi muda seperti Gen Z.
Namun, pasar produk berkelanjutan terus tumbuh. Studi ini menunjukkan, manfaat pribadi seperti kesehatan dan kesejahteraan saat ini menjadi motivator terkuat bagi konsumen.
Baca juga:
Bioplastik, plastik ramah lingkungan dari Biopac yang dibuat menggunakan rumput laut. Meski minat beli produk berkelanjutan naik, studi GlobeScan 2025 menunjukkan brand mengurangi komunikasi keberlanjutan. Apa sebabnya?Kepedulian terhadap lingkungan bukan lagi pendorong utama pembelian produk berkelanjutan.
Di Singapura, sebagai contoh, 42 persen konsumen mengatakan bahwa mereka terinspirasi oleh pesan yang menekankan harga terjangkau dan penghematan jangka panjang, sedangkan 40 persen lainnya menanggapi pesan yang membuat pilihan berkelanjutan terasa sederhana dan mudah dilakukan.
Hal tersebut menunjukkan mereka lebih termotivasi oleh keuntungan pribadi yang nyata dan kenyamanan hidup daripada sekedar kampanye lingkungan abstrak.
Baca juga:
Lebih lanjut, di seluruh wilayah Asia-Pasifik, kesediaan untuk membayar lebih mahal demi produk berkelanjutan terus meningkat, yang mana 77 persen konsumen di Vietnam dan 76 persen konsumen di China menyatakan dukungan mereka bagi perusahaan yang berkontribusi bagi masyarakat dan lingkungan.
Temuan-temuan ini menunjukkan adanya narasi baru bagi keberlanjutan yaitu narasi yang membingkai hidup ramah lingkungan sebagai gaya hidup yang cerdas, sehat, dan memuaskan, bukannya sebuah pengorbanan.
Pergeseran ini memberikan peluang yang jelas bagi brand, pemerintah, dan masyarakat sipil untuk berinteraksi kembali dengan konsumen dengan memfokuskan diri pada manfaat nyata sehari-hari.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya