Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tren Baru Barang Mewah, Konsumen Pilih Produk Berkualitas, Bekas dan Berkelanjutan

Kompas.com, 9 Oktober 2025, 18:11 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber ESG News

KOMPAS.com - Sektor barang mewah global tengah menghadapi perlambatan permintaan, perubahan ekspektasi konsumen dan perubahan definisi nilai.

Survei EY Luxury Client Index terhadap 1.600 konsumen di 10 negara menemukan bahwa kualitas pengerjaan produk tetap menjadi alasan utama orang membeli barang mewah.

Meskipun demikian, kepekaan terhadap harga dan perhatian yang semakin besar pada isu keberlanjutan kini mendorong merek-merek mewah untuk merancang ulang strategi bisnis mereka.

Melansir ESG News, Rabu (1/10/2025) sebanyak 71 persen responden menyebutkan kualitas produk sebagai pendorong utama pembelian mereka, yang memperkuat posisi keahlian sebagai nilai inti dalam industri barang mewah.

Kendati status dan logo tetap relevan, kelompok pembeli yang ambisius kini cenderung lebih cermat membandingkan antara harga yang dibayarkan dengan nilai yang didapatkan.

Baca juga: Komitmen Perusahaan Besar, Mulai Beralih pada Beton Ramah Lingkungan

Sebanyak 62 persen responden mengakui membatalkan pembelian barang mewah dalam kurun waktu setahun terakhir hanya karena faktor harga.

Hampir separuh responden memilih menunda pembelian hingga harga dirasa terjangkau, sementara 29 persen lainnya akan menunggu diskon atau penjualan outlet.

Temuan ini menggarisbawahi adanya konflik yang makin besar antara persepsi konsumen terhadap kualitas dengan harga jual di pasar, terutama dalam kondisi ekonomi global yang mengalami inflasi.

Menariknya, riset EY menunjukkan pula bahwa isu keberlanjutan bukan lagi hal sekunder.

Sebanyak 31 persen pelanggan menempatkan keberlanjutan di antara lima faktor teratas dalam mengambil keputusan beli, menjadikannya sama pentingnya dengan harga.

Inovasi material dan kemasan sangat diapresiasi, dengan 53 persen responden menilai kemasan ramah lingkungan dan 45 persen menyebut material berkelanjutan sebagai ciri khas yang membedakan suatu merek.

Permintaan terhadap barang mewah paling tinggi sendiri tercatat di Inggris dan China Daratan. Di kedua wilayah ini, konsumen aktif memberikan apresiasi kepada merek yang menunjukkan pencapaian nyata terhadap target lingkungan dan iklim.

Bagi perusahaan mewah, temuan survei ini menunjukkan bahwa daya tarik eksklusivitas dan pengaruh endorsement selebriti kini digantikan oleh nilai yang lebih menyeluruh yakni inovasi yang didasari oleh rasa tanggung jawab.

"Sensitivitas harga dan keberlanjutan kini sama berpengaruhnya dengan warisan merek. Konsumen juga semakin bersedia memilih opsi barang bekas atau sewa," kata Silvia Rindone, Kepala Retail EY-Parthenon untuk UK & Irlandia.

"Peluang bagi merek mewah adalah dengan mendefinisikan kembali nilai produk yaitu tidak sekadar menawarkan eksklusivitas, tetapi juga memberikan pengalaman yang signifikan serta pilihan yang ramah lingkungan yang menarik bagi pelanggan yang kritis saat ini," paparnya lagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau