Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/03/2023, 09:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), badan PBB yang bertanggung jawab untuk sains iklim, sekali lagi menggemakan alarm peringatan tentang dampak iklim yang semakin cepat dan keras.

Dalam Sintesa Laporan Penilaian keenam (AR6), negara-negara berkembang diprediksi akan merasakan dampaknya terlebih dahulu, meskipun akhirnya memengaruhi semua bentuk kehidupan di Bumi.

Laporan tersebut menyarankan pengurangan emisi yang cepat dan signifikan pada sumbernya, karena dengan infrastruktur bahan bakar fosil yang sudah ada saat ini, akan membuat batas kenaikan temperatur 1,5°C terlampaui.

Namun, Deputi Eksternal Walhi Ode Rakhman menilai, keputusan yang dibuat saat ini sangat bergantung pada solusi-solusi palsu, berbahaya, dan berisiko.

"Alih-alih transformasi mendalam dan sistemik yang benar-benar dibutuhkan," ujar Ode, dikutip dari laman Walhi, Kamis (23/3/2023).

Baca juga: Terancam Krisis Iklim, Indonesia Harus Percepat Transisi Energi

Meskipun AR6 dengan jelas menyatakan bahwa hanya melalui pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) yang ekstensif, cepat dan berkelanjutan, pemanasan global akan teratasi, tapi terdapat opsi-opsi lain yang bisa diambil.

Terutama dari teknologi penghapusan karbondioksida (carbon diaoxide removal), hydrogen, amonia, biofuel dan gas fosil yang dimasukkan dalam bagian dari “berbagai peluang untuk meningkatkan aksi iklim”.

Menurut Ode, pendekatan solusi palsu dalam upaya mengatasi perubahan iklim yang ditampilkan secara sentral dalam Laporan IPCC ini tentu mengkhawatirkan.

Hal ini karena AR6 akan menjadi pembenaran bagi banyak negara untuk menghindari upaya yang lebih sistematis dan ambisius dalam menekan emisi GRK, dan justru semakin jauh mengadopsi solusi-solusi palsu.

Contohnya yang dilakukan Pemerintah Indonesia, yang dalam berbagai kesempatan menyebut peta jalanan transisi energi akan menggunakan produk-produk hilirisasi batu bara, hidrogen, fosil gas, biofuel dan berbagai macam pendekatan co-firing PLTU.

Ode menilai pilihan ini akan semakin menjauhkan Indonesia dari upaya untuk menekan emisi GRK, dan justru bisa menghasilkan kerusakan lingkungan yang lebih parah, serta melakukan berbagai pelanggaran HAM dalam praktiknya.

"Pilihan jalan ini pada akhirnya akan lebih mengakomodasi kepentingan oligarki industri fosil dan kelompok pencemar besar yang ingin terus mengekstraksi dan membakar setiap gram batu bara, minyak dan gas terakhir," cetus Ode.

Untuk itu, Ode mengatakan, Indonesia membutuhkan transisi yang mendesak, adil dan merata menuju energi terbarukan untuk semua.

Indonesia harus mengindahkan pesan mendesak dalam laporan IPCC, tanpa jatuh ke dalam perangkap asumsi bahwa proyek-proyek dan teknologi-teknologi solusi palsu akan membawa perbaikan dari ancaman krisis iklim.

"Proyek-proyek semacam ini justru akan menyebabkan lebih banyak kerusakan lingkungan, perampasan tanah dan pelanggaran hak, terutama pada kelompok rentan, dan justru memperburuk krisis iklim, alih-alih menyelesaikannya," tuntasnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Gandeng Konsorsium Perusahaan Jepang, Rekosistem Ikut Kelola Sampah di Mojokerto

Gandeng Konsorsium Perusahaan Jepang, Rekosistem Ikut Kelola Sampah di Mojokerto

LSM/Figur
Indonesia Peringkat 3 Indeks Ekonomi Hijau se-Asia Tenggara

Indonesia Peringkat 3 Indeks Ekonomi Hijau se-Asia Tenggara

LSM/Figur
Dunia Menanti Negosiasi Perjanjian Polusi Plastik di Kanada

Dunia Menanti Negosiasi Perjanjian Polusi Plastik di Kanada

Pemerintah
Sektor Pariwisata dan Ekonomi Bisa Jadi Pelopor Kesetaraan Gender

Sektor Pariwisata dan Ekonomi Bisa Jadi Pelopor Kesetaraan Gender

Pemerintah
Australia-Indonesia Kerja Sama Pajak Kripto, Deteksi Aset Kedua Negara

Australia-Indonesia Kerja Sama Pajak Kripto, Deteksi Aset Kedua Negara

Pemerintah
Tantangan Tingginya Kanker di Indonesia: Gaya Hidup Tak Sehat hingga Kurang Dana

Tantangan Tingginya Kanker di Indonesia: Gaya Hidup Tak Sehat hingga Kurang Dana

LSM/Figur
Asia Pasifik Punya Tiket Emas Capai SDGs, tapi Terganjal Paradoks

Asia Pasifik Punya Tiket Emas Capai SDGs, tapi Terganjal Paradoks

Pemerintah
YKI Luncurkan 2 Program Guna Edukasi Masyarakat Soal Kanker

YKI Luncurkan 2 Program Guna Edukasi Masyarakat Soal Kanker

LSM/Figur
Dunia Hadapi Masalah Air akibat Krisis Iklim, Ini Usul RI

Dunia Hadapi Masalah Air akibat Krisis Iklim, Ini Usul RI

Pemerintah
Hasilkan Data Stunting Sesuai, Pengukuran Balita di Posyandu Harus Seragam

Hasilkan Data Stunting Sesuai, Pengukuran Balita di Posyandu Harus Seragam

Pemerintah
KLHK Gelar Festival Pengendalian Lingkungan, Ajak Pulihkan Alam

KLHK Gelar Festival Pengendalian Lingkungan, Ajak Pulihkan Alam

Pemerintah
ANJ Gelar Sekolah Konservasi bagi Anak-anak Muda

ANJ Gelar Sekolah Konservasi bagi Anak-anak Muda

Swasta
Dampak Perubahan Iklim, Eropa Memanas 2 Kali Lipat Dibanding Benua Lainnya

Dampak Perubahan Iklim, Eropa Memanas 2 Kali Lipat Dibanding Benua Lainnya

LSM/Figur
Ford Foundation Dukung Registrasi Wilayah Adat Tapanuli Utara dan Luwu Utara

Ford Foundation Dukung Registrasi Wilayah Adat Tapanuli Utara dan Luwu Utara

Pemerintah
Riset: 13 Ide Dekarbonisasi Ciptakan Peluang Ekonomi Rp 211 Triliun di Asia Tenggara

Riset: 13 Ide Dekarbonisasi Ciptakan Peluang Ekonomi Rp 211 Triliun di Asia Tenggara

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com