Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bakal Jadi Percontohan se-Asia, Pembangkit Nuklir Thorium Rp 12 Triliun Dibangun di Babel

Kompas.com, 30 Maret 2023, 06:00 WIB
Heru Dahnur ,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

BANGKA, KOMPAS.com - Hasil kajian ekologi memberikan sinyalemen positif mengenai realisasi pembangunan pembangkit nuklir tenaga thorium atau Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) di Kepulauan Bangka Belitung.

Jika kelak terbangun, maka PLTT di Bangka Belitung ini akan menjadi yang pertama di Indonesia. Bahkan, PLTT ini akan menjadi percontohan Nasional sekaligus Asia.

Direktur Operasi PT Thorcon Power Indonesia Bob S Effendi pun optimistis setelah melihat hasil laporan kajian ekologi tersebut.

"Selanjutnya, Thorcon menunggu analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), dan perubahan tata ruang," kata Bob seusai rapat bersama Pemprov Bangka Belitung di Pangkalpinang, Rabu (29/3/2023).

Ada pun kajian ekologi menyoal soal luasan lahan PLTT yang diperkirakan 15 sampai 20 hektar. Kemudian potensi gelombang laut pada musim barat yang bisa mencapai 3,7 meter, karena Pulau Kelasa berada di perairan terbuka.

Baca juga: Pro Kontra Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir untuk Kesinambungan Ketahanan Energi Nasional

Selain itu dikaji potensi tsunami dari patahan Samudera Hindia dan erupsi Anak Krakatau. Potensi terjangan tsunami dinilai kecil karena lokasi pembangkit terlindung pada sisi utara pulau.

Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Ridwan Djamaluddin mendukung rencana pembangunan PLTT.

"Kita lihat dari segi manfaatnya, bagaimana listrik untuk masyarakat bisa lebih murah. Bahkan setengah dari harga saat ini," ujar Ridwan.

Ridwan menyebutkan, kajian lingkungan dan sosialisasi akan terus dilakukan sehingga risiko yang ditimbulkan dari PLTT bisa diminimalisasi.

"Kita punya banyak pakar yang bisa dilibatkan sehingga ada dampak positifnya dan risikonya bisa dihindari," cetusnya.

Bob mengeklaim, penggunaan energi Thorium tidak membahayakan seperti yang ditakutkan masyarakat.

Bahkan, energi tersebut cenderung ramah lingkungan dan sejalan dengan program pemerintah dalam pengadaan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk menggantikan batu bara.

"Kalau kita bicara nuklir di Indonesia, sebenarnya sudah lama, sejak zaman Soekarno sudah ada. Beliau telah mengarah ke situ, tapi kemudian terjadi pergantian dan kita memilih batu bara. Sekarang batu bara dianggap tidak ramah lingkungan sehingga ini kita tawarkan," ujar Bob.

Pada tahap awal, PLTT akan dibangun bekerja sama dengan Korea Selatan. Selanjutnya reaktor akan dibawa ke Pulau Kelasa atau Pulau Gelasa di Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung.

Reaktor akan ditanam di dasar laut di sekitar pulau tersebut.

"Kalau kita olah dari awal, ini akan butuh waktu lebih lama. Jadi tahap awal ini dengan Korea Selatan, baru setelah itu kita bertahap pengolahan sendiri dari monasit yang dimiliki," ungkap Bob.

Bob menyebutkan, pihaknya menyediakan dana hingga Rp 12 triliun untuk proses persiapan hingga operasional pembangkit nantinya.

"Kami berharap nantinya ada peraturan presiden (Perpres) yang menjadi payung hukum bagi pemda untuk mengubah tata ruang," tuntas Bob.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Kementerian PPN/Bappenas Apresiasi Praktik Baik Pembangunan lewat Indonesia’s SDGs Action Awards 2025
Kementerian PPN/Bappenas Apresiasi Praktik Baik Pembangunan lewat Indonesia’s SDGs Action Awards 2025
Pemerintah
Bappenas Gelar Konferensi Utama SAC 2025, Bahas Transformasi Pembangunan
Bappenas Gelar Konferensi Utama SAC 2025, Bahas Transformasi Pembangunan
Pemerintah
Industri Pelayaran Komitmen Atasi Krisis Polusi Plastik di Lautan
Industri Pelayaran Komitmen Atasi Krisis Polusi Plastik di Lautan
Pemerintah
Kritik Pedas SNDC Kedua: Cuma Lempar Beban Penurunan Emisi ke Pemerintahan Pasca 2029
Kritik Pedas SNDC Kedua: Cuma Lempar Beban Penurunan Emisi ke Pemerintahan Pasca 2029
LSM/Figur
Tropenbos: Kelompok Usaha Perhutanan Sosial Berpotensi Suplai Menu MBG
Tropenbos: Kelompok Usaha Perhutanan Sosial Berpotensi Suplai Menu MBG
LSM/Figur
Panel Surya Terapung Menjanjikan, tapi Dampak Lingkungannya Dipertanyakan
Panel Surya Terapung Menjanjikan, tapi Dampak Lingkungannya Dipertanyakan
Pemerintah
Wujudkan Bisnis Berkelanjutan, Perusahaan Asia Tenggara Borong Penghargaan ESG 2025
Wujudkan Bisnis Berkelanjutan, Perusahaan Asia Tenggara Borong Penghargaan ESG 2025
BrandzView
Prabowo Bagikan Panel Interaktif Digital ke 288 Ribu Sekolah untuk Pemerataan Pendidikan
Prabowo Bagikan Panel Interaktif Digital ke 288 Ribu Sekolah untuk Pemerataan Pendidikan
Pemerintah
KSP: Teknologi Waste to Energy RI Terlambat 20 Tahun
KSP: Teknologi Waste to Energy RI Terlambat 20 Tahun
Pemerintah
Emisi Metana Terus Meningkat, Tapi PBB Prediksi Penurunan Segera
Emisi Metana Terus Meningkat, Tapi PBB Prediksi Penurunan Segera
Pemerintah
Kebijakan Adaptasi dan Mitigasi Krisis Iklim RI Dinilai Belum Peduli Kelompok Paling Rentan
Kebijakan Adaptasi dan Mitigasi Krisis Iklim RI Dinilai Belum Peduli Kelompok Paling Rentan
LSM/Figur
Pemerintah Bakal Bangun SPKLU di Desa untuk Perluas Penggunaan EV
Pemerintah Bakal Bangun SPKLU di Desa untuk Perluas Penggunaan EV
Pemerintah
Rencana Buka 600.000 Ha Lahan Sawit Baru, Solusi atau Kemunduran?
Rencana Buka 600.000 Ha Lahan Sawit Baru, Solusi atau Kemunduran?
LSM/Figur
Greenpeace: Komitmen Iklim Anggota G20 Tak Ambisius
Greenpeace: Komitmen Iklim Anggota G20 Tak Ambisius
LSM/Figur
RI-Inggris Teken MoU Kurangi Sampah Plastik dan Polusi Laut
RI-Inggris Teken MoU Kurangi Sampah Plastik dan Polusi Laut
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau