JAKARTA, KOMPAS.com - Semen merupakan salah satu material yang paling penting dalam dunia konstruksi.
Semen juga dikenal sebagai perekat yang kuat dan berfungsi sebagai bahan utama pembuatan beton yang merupakan komponen vital dalam pembangunan fondasi, struktur, jalan, jembatan, jalan raya, hingga bendungan.
Mengingat peran utamanya dalam konstruksi dan pembangunan perkotaan, tingkat produksi semen terus meningkat setiap tahunnya.
Menurut data dari Earth Institute Universitas Columbia, setiap tahunnya ada 2,55 miliar ton semen yang dihasilkan di seluruh dunia dengan tingkat pertumbuhan mencapai 2,5 persen per tahun.
Meskipun demikian, proses pembuatan semen merupakan penyebab utama terjadinya polusi udara sehingga berdampak buruk bagi lingkungan.
Baca juga: Tol Padang-Sicincin Adopsi Konsep Konstruksi Berwawasan Lingkungan
Produksi klinker, bahan utama dalam semen, merupakan sumber utama emisi gas berbahaya, terutama karbon dioksida.
Klinker sendiri terbuat dari campuran batu kapur dan tanah yang dipanaskan pada suhu 1.400 derajat celcius.
Setelah proses termal, bahan yang diproses digiling, membentuk zat kental dan padat yang dikenal sebagai klinker. Setelah itu, klinker diampur dengan gypsum sehingga membentuk semen.
Proses produksi klinker sangat intensif energi dan melepaskan limbah gas. Untuk 1 ton semen yang diproduksi, 0,6 hingga 1 ton karbon dioksida dilepaskan.
Selain produksi klinker, ada proses lain dalam pembuatan semen juga menghasilkan karbon dioksida dalam jumlah tinggi.
Sebagai inisiatif untuk mengurangi dampak buruk emisi dalam proses pembuatan semen sebelumnya, produsen semen pun mencoba menurunkan tingkat emisi secara signifikan.
Dari ribuan uji coba yang dilakukan, akhirnya ditemukan green cement atau semen hijau. Semen ini diproduksi dengan bantuan proses manufaktur karbon-negatif.
Dengan kata lain, semen hijau diproduksi sebagai produk akhir dari proses berteknologi maju, sehingga emisi selama unit operasi (seperti produksi klinker) bisa diminimalkan.
Dalam proses pembuatan semen hijau, karbon dioksida yang dikeluarkan selama proses pembuatan berkurang secara signifikan bahkan ada pada angka 40 persen.
Ada beberapa teknologi dan mekanisme untuk pembuatan semen hijau, yang telah dipatenkan oleh berbagai lembaga manufaktur.
Namun sayangnya, masih banyak produsen yang menganggap sebagai usaha risiko tinggi secara finansial. Terlebih harga jualnya di pasaran akan lebih mahal dari semen konvensional.
Karena itu, pemerintah di masing-masing negara harus melakukan intervensi terutama dengan kebijakan keuangan dalam produksi semen hijau. Hal ini bisa dilakukan semata-mata demi lingkungan yang lebih baik.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya