Namun, menurut Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Achmad Gunawan Widjaksono, sesuai beleid yang sama pasal 54, pemanfaatan limbah B3 dapat berupa substitusi bahan baku, substitusi sumber energi, bahan baku dan lainnya sesuai Iptek.
“Khusus untuk empat sumber limbah B3 (slag nikel, fly ash, steel slag, spent bleaching earth) diberikan kemudahan untuk bisa dikecualikan sebagai limbah B3 atau sebagai by product,” ujarnya, seperti dikutip dari laman Kementerian Perindustrian, Minggu (9/4/2023).
Penelitian dan pengembangan slag nikel, sejatinya, telah lama dilakukan oleh sejumlah instansi Pemerintah, baik kementerian dan lembaga, perguruan tinggi, dan pelaku usaha.
Contohnya, Kementerian Perindustrian melalui unit litbangnya terus berupaya untuk mencari solusi terbaik dalam penanganan slag nikel agar bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku industri.
Upaya ini selaras dengan kebijakan pengelolaan lingkungan yang baik atau program circular economy (ekonomi berkelanjutan).
“Balai-balai kami telah memiliki teknologi, peralatan dan sumber daya manusia yang memadai dalam kegiatan pengujian, penelitian, penyusunan standar, maupun konsultasi dalam rangka penanganan slag nikel,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Doddy Rahadi, seperti dikutip Kompas.com, Minggu (9/4/2023).
Menurut Doddy, slag nikel memiliki potensi besar untuk digunakan sebagai bahan baku semen, konstruksi, infrastruktur jalan, maupun didaur-ulang kembali sebagai bahan baku baja.
Bahkan, pada akhir 2019, telah terbit Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang material pilihan slag nikel hasil tanur listrik (electric furnace).
SNI ini turut disusun oleh Kementerian Perindustrian untuk mendukung pengembangan standar dan sebagai solusi pengelolaan slag nikel.
“Keberadaan SNI ini juga dimaksudkan sebagai acuan untuk mengoptimalkan penggunaan slag nikel sebagai agregat, pengganti agregat alami, dan penggunaan lainnya,” imbuhnya.
Hal ini diamini oleh Direktur Bina Teknik Jalan dan Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Pekerjaan Rakyat (PUPR) Deded Permadi Sjamsudin.
"Slag nikel memiliki senyawa kimia yang mirip dengan senyawa kimia pada agregat alam yang umum digunakan sebagai material konstruksi sehingga berpotensi digunakan sebagai material konstruksi dan mengurangi eksploitasi alam," tuntas dia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya