JAKARTA, KOMPAS.com - Bandara Schiphol, di Amsterdam, Belanda, mengusulkan untuk melarang jet pribadi mendarat di terminalnya.
Usulan ini menempatkan mereka sebagai bandara pertama yang menyarankan pelarangan jet pribadi. Menyusul langkah organisasi nirlaba Greenpeace yang terus berjuang untuk pengurangan penerbangan jet pribadi.
Greenpeace beralasan, penerbangan jet pribadi adalah demonstrasi ketidakadilan sosial, dan ekonomi yang mempercepat krisis iklim dan kerusakan planet.
Dalam proposalnya, Schiphol mengatakan antara 30 hingga 50 persen penerbangan pribadi dari bandaranya bertujuan untuk berlibur ke destinasi-destinasi macam Ibiza, Cannes, dan Innsbruck.
Padahal, pada waktu yang sama terdapat banyak penerbangan reguler ke daerah tersebut tanpa perlu penerbangan pribadi.
Tentu saja, langkah dari salah satu bandara terbesar di Eropa ini, menginspirasi bandara lain di Eropa dan benua lain untuk mengambil tindakan serupa.
Schiphol menargetkan pelarangan ini disetujui dan mulai berlaku paling lambat tahun 2026 mendatang, selaras dengan komitmen pengelola bandara untuk mengurangi polusi, dan menciptakan sistem lalu lintas udara yang lebih tenang, lebih bersih, dan lebih baik.
Dikutip Kompas.com dari Forbes, Minggu (16/4/2023), CEO Royal Schiphol Group Ruud Sondag mengatakan, pengelolaan bandara harus memenuhi prinsip-prinsip berkelanjutan. Tidak hanya untuk karyawan, juga lingkungan lokal, dan dunia.
Baca juga: Revisi Perpres Rencana Tata Ruang KPN di Kalimantan Harus Berwawasan Lingkungan
"Saya menyadari bahwa pilihan ini mungkin memiliki implikasi yang signifikan bagi industri penerbangan, tetapi itu perlu," ujar Sondag.
Jet pribadi secara khusus menjadi sasaran penerapan prinsip-prinsip berkelanjutan karena jumlah gangguan kebisingan dan emisi karbon dioksida yang tidak proporsional yang mereka hasilkan per penumpang.
Peneliti perubahan iklim Tyndall Center University of Manchester Andrew Welfle dan Lois Pennington mengatakan, tindakan pengelola Schiphol sebagai langkah positif dan dapat mengurangi penggunaan jet pribadi secara keseluruhan.
Penelitian yang diterbitkan pada tahun 2021 menemukan bahwa, jet pribadi menghasilkan polusi antara lima hingga 14 kali lebih banyak per penumpang daripada penerbangan komersial dan 50 kali lebih banyak polusi daripada kereta api.
Kepada Big Issue, Welfle dan Penington menjelaskan dampak penerbangan sebagai masalah ekuitas. Hal ini karena kurang dari empat persen populasi dunia terbang setiap tahun.
"Namun dampak emisi penerbangan dirasakan secara global seperti pemanasan iklim, serta dampak kebisingan dan polusi udara," imbuh mereka.
Pernyataan keduanya memperkuat sebuah studi Greenpeace yang dilakukan oleh konsultan lingkungan Belanda CE Delft. Studi ini menunjukkan peningkatan penggunaan jet pribadi di seluruh Eropa sejak tahun 2020.
Mobil mewah terbang ini menghasilkan emisi hampir dua kali lipat hanya pada tahun 2022 dibandingkan tahun sebelumnya, alias hampir 7.000 atau 0,02 persen dari penerbangan tersebut berasal dari bandara Schiphol.
Saat ini, semua pesawat membutuhkan bahan bakar fosil untuk terbang. Upaya untuk meningkatkan emisi penerbangan menggunakan bahan bakar alternatif yang berkelanjutan belum sepenuhnya berhasil.
Bahkan, bila dibandingkan dengan pesawat komersial rata-rata seperti Boeing 747 akan membakar 3.600 galon bahan bakar per jam sementara pesawat pribadi mengonsumsi antara 50 dan 600 galon bahan bakar per jam, tergantung ukuran dan kecepatan pesawat.
Angka ini mungkin tampak lebih sedikit, tetapi Boeing 747 dapat menampung hampir 83 kali jumlah penumpang pesawat pribadi terkecil.
"Sehingga dampak per penumpang terhadap lingkungan secara signifikan lebih besar daripada bentuk transportasi lainnya," kata Welfle dan Pennington.
Mereka yang mampu membeli kemewahan terbang dengan penuh gaya mungkin perlu membuat rencana perjalanan alternatif pada masa depan jika bandara lain mengikutinya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya