Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/04/2023, 11:51 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -  Sebuah menara untuk pemantauan Gas Rumah Kaca (GRK) di Stasiun Pemantau Atmosfer Global atau Global Atmosphere Watch (GAW) Bukit Kototabang, Agam, Sumatera Barat, telah diresmikan pada 20 Maret 2023.

Peresmian Tower GRK ini bertepatan dengan puncak peringatan hari meteorologi dunia (HMD) ke-73 2023 yang dirangkai dengan peresmian sistem informasi gas rumah kaca global terintegrasi di Indonesia.

Data GRK yang dipantau dari Bukit Kototabang menjadi kontribusi penting sebagai representasi pemantauan dari wilayah ekuatorial tropis.

GRK setinggi 100 meter tersebut dilengkapi dengan sensor meteorologi yang berfungsi melakukan pemantauan di tiga titik ketinggian yaitu masing-masing 30 meter, 70 meter, dan 100 meter.

Baca juga: Percepat Transisi Energi, SMI Danai 3 Proyek Pembangkit Minihidro Brantas Energi

"Pemantauan GRK dari tower akan memberikan gambaran profil GRK pada ketinggian yang berbeda dan menjadi wujud kontribusi Indonesia pada umumnya dan BMKG pada khususnya dalam program IG3IS," kata Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan, Ardhasena Sopaheluwakan.

Tower GRK setinggi 100 meterBMKG Tower GRK setinggi 100 meter
IG3IS yang diluncurkan oleh WMO pada 2018 untuk memberikan profil tren GRK secara menyeluruh dalam upaya mitigasi perubahan iklim.

Peningkatan kapasitas pemantauan GRK melalui IG3IS ini akan digunakan lebih lanjut dalam mengembangkan pemodelan untuk emisi GRK sebagai informasi komplementer inventarisasi GRK nasional.

"Utamanya untuk estimasi global stocktake yang mewujudkan salah satu target dari Kesepakatan Paris di tahun 2030,” ucap Ardhasena.

Baca juga: Upaya Pemerintah Tekan Emisi Gas Rumah Kaca di Sektor Konstruksi

Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan, Global Atmosphere Watch (GAW) Koto Tabang memiliki peran besar dalam memberikan informasi perubahan iklim ke seluruh dunia.

"Sebelumnya Indonesia dituduh menjadi salah satu dari 10 negara penyumbang pemicu pemanasan global, hal itu terbantahkan dengan data yang didapat. Kita masih di bawah rata-rata global. GAW ini satu dari 30 GAW yang ada di seluruh dunia," tutur Dwikorita.

Untuk diketahui, GAW berdiri sejak 1981 dan direnovasi pada 1986 dan mulai mengukur atmosfer rumah kaca di 2004, terletak pada 0.20 LS 100,32 BT dengan ketinggian 864.5 mdp.

Namun demikian, GAW yang baru dibangun selain di Kototabang yaitu Palu dan Sorong belum maksimal.

"GAW Palu dan Sorong belum semaju di sini, masih dalam pengembangan. GAW Kototabang diawasi oleh badan dunia, kami menekankan No Off untuk alat, No Error dan No Insiden, kalau sampai terjadi bisa langsung dicopot," jelas Dwikorita.

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

AI Bisa Prediksi Kemungkinan Migrasi yang Disebabkan Iklim

AI Bisa Prediksi Kemungkinan Migrasi yang Disebabkan Iklim

LSM/Figur
Kesenjangan Gender di Sektor Pendidikan STEM Masih Tinggi

Kesenjangan Gender di Sektor Pendidikan STEM Masih Tinggi

Pemerintah
Kasus “Greenwashing” Turun untuk Pertama Kalinya dalam 6 Tahun

Kasus “Greenwashing” Turun untuk Pertama Kalinya dalam 6 Tahun

Swasta
Di Masa Depan, Peluang Pekerjaan Berbasis Kelestarian Lingkungan Sangat Besar

Di Masa Depan, Peluang Pekerjaan Berbasis Kelestarian Lingkungan Sangat Besar

LSM/Figur
Bumi Makin Banyak Tunjukkan Tanda-Tanda Krisis Iklim

Bumi Makin Banyak Tunjukkan Tanda-Tanda Krisis Iklim

Pemerintah
Proyek Pompa Hidram MMSGI di Kolam Pascatambang Jadi Sumber Air Bersih untuk Warga

Proyek Pompa Hidram MMSGI di Kolam Pascatambang Jadi Sumber Air Bersih untuk Warga

Swasta
IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

LSM/Figur
Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

LSM/Figur
Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

LSM/Figur
Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Pemerintah
Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

LSM/Figur
Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Pemerintah
Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Swasta
Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

LSM/Figur
Langkah Hijau Kompas.com, Penanaman Mangrove untuk Selamatkan Pesisir Subang

Langkah Hijau Kompas.com, Penanaman Mangrove untuk Selamatkan Pesisir Subang

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau