KOMPAS.com – Investigasi lima organisasi menemukan masih adanya deforestasi yang dilakukan oleh sebuah perusahaan pengolahan kayu dan pulp.
Kelima organisasi yang melakukan investigasi tersebut adalah Environmental Paper Network, Rainforest Action Network, Auriga Nusantara, Greenpeace International, dan Woods & Wayside International.
Laporan investigasi berjudul Babat Kalimantan tersebut disusun dari bukti-bukti yang dikumpulkan melalui analisis citra satelit, kajian data ekspor, laporan pelacakan kapal, dan data dari pemasok.
Baca juga: Bertemu Presiden Uni Eropa, Jokowi Sampaikan Keberatan soal Kebijakan Deforestasi
Dalam laporan investigasi itu, perusahaan swasta yang diriset juga diduga mengendalikan sejumlah perusahaan cangkang yang berada di balik pabrik pulp baru berskala besar di Kalimantan Utara.
Koordinator Kampanye Senior Environmental Paper Network Sergio Baffoni mengatakan, perusahaan itu dan anak perusahaannya sebenarnya sudah berjanji untuk menghapus deforestasi dalam rantai pasok mereka.
“Namun, laporan ini menemukan bahwa janji itu tidak ditepati,” kata Baffoni dalam siaran pers bersama, Selasa (23/5/2023).
Pabrik pulp di China, diduga menggunakan kayu dari sejumlah perusahaan di Kalimantan. Kawasan hutan hujan tropis itu, merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tadinya merupakan habitat orangutan yang terancam punah.
Baca juga: Mempertanyakan Klaim Penurunan Laju Deforestasi
Laporan investigasi tersebut juga mengungkap hasil pemeriksaan dokumen yang menunjukkan hubungan perusahaan tersebut dengan pabrik pulp skala besar yang akan dibangun sebuah perusahaan di Pulau Tarakan, Kalimantan Utara.
Keberadaan pabrik tersebut berpotensi mendorong pengembangan kawasan perkebunan kayu pulp monokultur secara luas dikhawatirkan mengancam kelestarian hutan alam.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Syahrul Fitra menuturkan, ada sekitar 600.000 hektare hutan hujan tropis yang masuk dalam konsesi kehutanan di Kalimantan, Papua, dan Papua Barat yang terhubung dengan perusahaan tersebut.
“Dengan pembangunan pabrik baru, sebagian kawasan hutan itu bisa terancam,” kata Syahrul Fitra.
Baca juga: Deforestasi di Maluku Raya Semakin Mengkhawatirkan
Menurut Syahrul, kehadiran pabrik baru di sana berisiko memicu deforestasi dan menghilangkan keanekaragaman hayati, meningkatkan emisi gas rumah kaca, serta mengancam kehidupan masyarakat di wilayah tersebut.
Dia mengingatkan, permintaan kayu dari pabrik pulp skala besar sebelumnya telah mendorong deforestasi parah di Sumatera.
“Pola seperti itu bisa terulang kembali. Pembangunan pabrik ini adalah tanda bahaya gelombang baru deforestasi skala industri, kali ini di Kalimantan dan Papua,” ujar Syahrul.
Direktur Kampanye Hutan dan Keuangan Rainforest Action Network Tom Picken mengatakan, peran perusahaan itu dalam perusakan hutan terjadi karena adanya pembiayaan dan “pemakluman” untuk mereka.
Baca juga: Mengapa Deforestasi Harus Menjadi Musuh Masyarakat?
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya