JAKARTA, KOMPAS.com - Di seluruh dunia, lebih dari dua miliar orang tidak memiliki akses terhadap sistem pengelolaan sampah yang efektif.
Dengan produksi sampah global yang diperkirakan akan tumbuh hingga lebih dari satu miliar ton hingga 2050, terdapat kesenjangan pendanaan. Hal ini tentu saja menimbulkan ancaman besar bagi kesehatan manusia dan planet.
Di Indonesia, sekitar 55 persen atau lebih dari 120 juta masyarakat tidak memperoleh akses ke sistem persampahan, yang mengakibatkan 40 juta ton sampah berakhir ke lingkungan tempat tinggal setiap tahunnya.
Kurangnya investasi di sektor ini mengakibatkan pengelolaan sampah yang tidak efisien, yang berkontribusi pada peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), dan menempatkan Indonesia pada peringkat ketiga penghasil emisi terbesar di sektor persampahan global.
Baca juga: SBI Beli Refused Derived Fuel, Sampah Kota yang Diolah Jadi Bahan Bakar Alternatif
Adapun jumlah investasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pengumpulan sampah sirkular yang memadai diperkirakan mencapai 4 miliar dollar AS atau ekuivalen Rp 60 triliun.
Sayangnya, kesenjangan tersebut tidak dapat diisi oleh hibah atau praktik filantropi.
Bagaimana cara mengatasinya?
Bauran pembiayaan, merupakan salah satu solusi yang diyakini dapat berkontribusi terhadap perbaikan infrastruktur pengumpulan dan pemilahan sampah sirkular sehingga menjadi lebih menarik bagi investor, dan membantu mendorong pendanaan yang dibutuhkan untuk meningkatkan sistem persampahan berkelanjutan.
Dalam buku, “Memobilisasi Bauran Pembiayaan untuk Infrastruktur Pengumpulan dan Pemilahan Sampah Sirkular” dijabarkan juga usulan untuk meningkatkan kualitas sistem pengumpulan sampah, yang mengarah pada sejumlah peningkatan yang diperlukan untuk perubahan sistem secara lebih baik.
Saat ini, Pemerintah Indonesia tengah memprioritaskan solusi pembiayaan berkelanjutan yang inovatif untuk mempercepat pembangunan nasional yang berkelanjutan dan menjadi pelopor pembangunan rendah karbon di tingkat global.
Baca juga: Dunia Darurat Sampah Plastik Sekali Pakai
Secara teknis, bauran pembiayaan telah menjadi landasan agenda kepemimpinan untuk pembiayaan berkelanjutan di Indonesia, dengan menggunakan modal pembiayaan pembangunan publik dan/atau filantropis untuk mendorong tambahan pembiayaan komersial dari pihak swasta eksternal untuk investasi yang berkaitan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG).
Laporan dan temuan dalam studi ini dirangkum dari pengalaman Systemiq di sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk melalui Program STOP, yang bekerja sama dengan pemerintah Indonesia serta pemangku kepentingan lainnya untuk membangun sistem pengelolaan sampah yang komprehensif dan berkelanjutan secara ekonomi dan mengikuti prinsip ekonomi sirkular.
Buku putih ini disusun bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, dan didanai oleh Partnering for Green Growth and the Global Goals 2030 (P4G).
Seruan dari pemerintah, industri dan organisasi masyarakat sipil untuk hasil yang ambisius dari negosiasi Perjanjian Plastik Global (National Plastic Treaty) yang sedang berlangsung, menyoroti perlunya solusi inovatif untuk menangani seluruh siklus hidup plastik.
Direktur Tata Kelola Systemiq Andre Kuncoroyekti menuturkan, untuk dapat memenuhi target pengelolaan sampah yang ambisius, infrastruktur pengelolaan sampah perlu segera ditingkatkan.
Baca juga: Tempat Pemrosesan Akhir Sampah Landfill Sudah Waktunya Ditinggalkan
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya