KOMPAS.com – Upaya perlindungan ekosistem laut dalam mencapai tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) masih menghadapi tantangan berat.
Perusakan terhadap lautan belumlah mereda dan masih terus terjadi. Lautan terus terancam oleh kenaikan air, penurunan stok ikan, pencemaran, dan meningkatkan sampah plastik.
Dalam laporannya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan bahwa lautan masih menghadapi ancaman yang serius.
Baca juga: Laporan SDGs 2022: Pemberantasan Kemiskinan Ekstrem 2030 Sulit Tercapai
Setiap tahunnya, PBB merilis laporan pencapaian SDGs. Pada Mei 2023, PBB kembali merilis capaian SDGs skala global.
Salah satu tujuan agenda SDGs tahun 2030 adalah ekosistem laut yang tertuang dalam tujuan nomor 14.
Beberapa upaya telah dilakukan dan sudah ada sejumlah kemajuan dalam perluasan kawasan perlindungan laut serta memerangi penangkapan ikan ilegal.
Di sisi lain, dibutuhkan upaya dan percepatan yang lebih terpadu untuk mengatur penangkapan ikan yang tidak dilaporkan.
PBB menyebutkan, aksi internasional yang cepat dan terkoordinasi diperlukan untuk dapat melindungi laut secara berkelanjutan.
Berikut capaian tujuan nomor 14 SDGs yaitu ekosistem lautan menurut laporan dari PBB.
Baca juga: Laporan SDGs 2022: Kesetaraan Gender Jauh Panggang dari Api
Kecenderungan global dalam pencemaran laut dan pesisir masih berlanjut pada 2022 di atas kondisi baseline 2000-2004.
Keparahan pencemarannya berbeda-beda dalam beberapa tahun terakhir. Tingkat tertinggi berada di Laut Arab.
Pengasaman laut terus meningkat dan akan terus meningkat jika emisi karbon dioksida tidak ditekan secara signifikan. Situasi ini mengancam ekosistem laut.
Saat ini, pH rata-rata lautan adalah 8,1. Ini berarti, lautan saat ini sekitar 30 persen lebih asam daripada di masa pra-industri.
Baca juga: Laporan SDGs 2022: 1 dari 10 Orang di Dunia Menderita Kelaparan
Sumber daya perikanan terus terancam oleh penangkapan ikan yang berlebihan alias overfishing, polusi, pengelolaan yang buruk, dan sejumlah faktor lainnya, termasuk penangkapan ikan ilegal.
Sekitar 35,4 persen stok ikan global ditangkap secara berlebihan pada 2019, meningkat 1,2 persen sejak 2017.
Meskipun sempat terjadi penurunan, laju penurunannya telah melambat dalam beberapa tahun terakhir.
Tren sumber daya perikanan juga terus memburuk dari target bahwa 2020 dapat mengembalikan stok ikan global ke tingkat yang berkelanjutan secara biologis.
Pada akhir 2022, Agreement on Port State Measures diratifikasi oleh 100 negara. Perjanjian ini menargetkan penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur.
Pada periode 2018 -2022, terdapat beberapa kemajuan di tingkat global dalam penerapan instrumen untuk memerangi penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur.
Perjanjian WTO yang baru tentang Subsidi Perikanan, yang diadopsi pada Juni 2022, menandai langkah besar menuju kelestarian laut.
Baca juga: Laporan Keberlanjutan 2022 Antar Multi Bintang Dekati 100 Persen Energi Terbarukan
Secara global, tingkat penerapan kerangka kerja yang mengakui dan melindungi hak akses perikanan skala kecil pada 2022 berada pada tingkat tertinggi.
Namun, beberapa negara tidak melaporkan capaiannya. Sehingga perlu diperdalam lebih lanjut.
Lautan menutupi lebih dari 70 persen permukaan Bumi dan menyumbang 2,5 persen dari nilai tambah bruto dunia.
Akan tetapi, antara 2013 hingga 2021, rata-rata hanya 1,1 persen dari anggaran penelitian nasional yang dialokasikan untuk ilmu kelautan.
Baca juga: Pembaca Muda KG Media Paling Peduli SDGs Perusahaan atau Merek
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya