Semua produksi dan pengurangan emisi harus tercatat, terdokumentasi, dan terverifikasi oleh pemerintah atau pihak ketiga yang independen.
Verifikasi ini menjadi basis kualitas pengurangan dan penyimpanan karbon sebagai angka yang disepakati untuk diperdagangkan di pasar karbon.
Dengan begitu, perdagangan karbon bisa dikuantifikasi menjadi transaksi komoditas baru yang berdampak tak hanya pada lingkungan, juga ekonomi.
Meskipun perdagangan karbon tidak nyata karena jual beli di atas kertas, tapi ada dan nampaknya menjanjikan keuntungan ekonomi bagi negara.
Namun bukan berarti tidak ada kritik dari berbagai pihak tentang rencana implementasinya.
Knownledge Management Manager Madani Berkelanjutan Anggalia Putri menyebut bahwa semua pihak perlu mempertanyakan kembali tujuan dari penerapan perdagangan karbon.
Implementasi perdagangan karbon akan kurang tepat jika hanya untuk mendapatkan agregasi profit atau mengumpulkan keuntungan finansial (Kompas, 2/08/2023).
Laporan IPCC (Panel Lintas Pemerintah untuk Perubahan Iklim) berkali-kali mengingatkan untuk menurunkan emisi global.
Jadi perdagangan karbon harus selalu ditempatkan dan memprioritaskan penurunan emisi karbon global, baru sisanya batas atas secara nasional (offset cap) dapat dipikirkan dan dialokasikan untuk dijual dalam bursa karbon.
Berbagai upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang selama ini telah dilakukan tetap harus mengedepankan dan memprioritaskan keadilan iklim.
Artinya, masing-masing negara harus pegang komitmen terhadap penurunan emisi karbon yang telah disepakatai bersama dan dituangkan dalam NDC masing-masing negara.
Bilamana terdapat kelebihan nilai karbon setelah dihitung dengan target NDC yang ada, maka silahkan kelebihan kuota tersebut dapat dialokasikan untuk dilepas kebursa karbon atau dijual langsung sebagaimana yang tertuang dalam mekanisme perdagangan karbon.
Selain itu, Anggalia mengingatkan bahwa dalam perdagangan karbon harus dipastikan penyelenggaraannya dilakukan secara transparan, akuntabel dan melibatkan partisipasi semua pihak.
Transparasi ini khususnya dalam hal penetapan harga karbon, perizinan dan pengembangan aset, serta transaksi karbon hingga pelaksanaan bursa karbon.
Dari kalangan akademisi, yakni Guru Besar Perencanaan Hutan dan Ekonomi Sumber Daya Hutan Universitas Pattimura Ambon (Maluku), Agustinus Kastanya memandang bahwa perdagangan karbon dapat menjadi salah satu upaya untuk mengurangi emisi karbon jika diiringi dengan penghentian atau pengurangan secara signifikan indistri ekstratif.
Selama industri ekstraktif masih berjalan dan melepaskan banyak emisi, penurunan karbon di atmosfer bumi juga akan sulit dikurangi.
Pengalaman negara maju seperti negara Amerika Serikat, Belanda, Jepang dan Korea yang telah melaksanakan perdagangan karbon beberapa tahun lalu, menjadi bahan empiris bagi pemerintah Indonesia untuk menyelenggarakan perdagangan karbon yang lebih baik lagi.
Pengendalian dan pemantauan penyelenggaraan perdagangan karbon akan lebih mudah lagi kalau implementasi pajak karbon dapat segera diberlakukan.
Sayang kondisi ekonomi global maupun nasional tidak sedang baik-baik saja akibat dilanda pandemi Covid 19, sehingga ditunda pemberlakuan hingga 2025 sambil menunggu perekonomian nasional pulih secara total.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya