KOMPAS.com – Perjalanan mengimplementasikan transisi energi dari energi fosil menjadi energi hijau tak hanya dilakukan di ibu kota, tetapi juga harus dilakukan di daerah.
Direktur Program Energi GIZ Indonesia dan ASEAN Lisa Tinschert dalam diskusi publik bertema “Upaya Pemerintah Daerah dalam Mengakselerasi Transisi Energi melalui Implementasi Rencana Umum Energi Daerah” mengatakan, transisi energi harus melibatkan daerah.
“Transisi energi tidak terjadi di Jakarta dan hanya direncanakan dari belakang meja, tapi kita perlu melihat apa yang terjadi di daerah,” kata Tinschert dalam diskusi publik digelar oleh Program Clean, Affordable and Secure Energy (CASE) for Southeast Asia bersama Dewan Energi Nasional (DEN) tersebut di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.
Baca juga: Mengenal Limbah PLTU Batu Bara yang Kini Jadi Media Tanam Kayu Putih
Pemerintah daerah berperan penting mengakselerasi transisi energi dengan mempertimbangkan kesejahteraan daerah yang akan terdampak melalui Rencana Umum Energi Daerah (RUED).
RUED adalah rencana strategis jangka panjang yang mencakup semua aspek energi di suatu daerah, termasuk produksi, distribusi, dan konsumsi energi.
Dalam proses transisi energi, sisi sosial dan ekonomi daerah tak boleh dilupakan, sebagaimana dilansir dari siaran pers IESR, Senin (7/8/2023).
Baik pemerintah pusat maupun daerah diharapkan memperdalam kolaborasi dalam transisi energi yang tidak melupakan dampak ekonomi dan sosial, terutama bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari usaha batu bara.
Baca juga: 10 Provinsi Paling Terdampak Emisi PLTU Batu Bara, Jawa Barat Tertinggi
Berdasarkan diskusi tersebut, diketahui bahwa pertambangan batu bara menjadi sektor penyumbang pendapatan domestik regional bruto (PDRB) terbesar di sejumlah daerah seperti di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.
Manajer Riset Institute for Essential Services Reform (IESR) Julius Christian mengatakan, dalam proyeksi sektor energi jangka panjang, kebutuhan global akan batu bara akan menurun karena transisi energi.
Bahkan, penurunan konsumsi batu bara dapat mencapai hingga 50 persen apabila diproyeksikan sesuai dengan target ambang batas mencegah kenaikan suhu global 1,5 derajat celsius.
Hal tersebut tentu memengaruhi daerah penghasil batu bara karena konsumsi secara global menurun drastis.
Baca juga: Daftar PLTU Batu Bara dengan Dampak Biaya Kesehatan Tertinggi
Manajer Program CASE Indonesia IESR Agus Tampubolon menuturkan, transisi energi adalah sebuah proses yang butuh perencanaan matang dan kolaborasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan daerah yaitu kabupaten atau kota.
Agus mengatakan, CASE Indonesia ingin memfasilitasi agar pembaharuan RUED Kalimantan Timur nantinya mengakomodasi kebutuhan daerah.
“Transisi energi sangat mendesak untuk dilakukan. Seperti yang disampaikan Lisa dari GIZ Indonesia, transisi energi tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga pada skala regional,” ucap Agus.
Baca juga: Pembatalan Proyek PLTU Batu Bara Dapat Selamatkan 180.000 Jiwa
“Karena itu, kita perlu menyadari pembagian tugas antara pemerintah pusat dan daerah dalam mencapai transisi energi yang berkeadilan,” tambahnya.
Sekretaris Bappedalitbang Kabupaten Paser Rusdian Nor mendesak agar pemerintah daerah dilibatkan sebagai subjek perencanaan transisi energi.
Dia tidak ingin pemerintah daerah hanya dijadikan objek yang harus menanggung dampak dari proses transisi energi.
Baca juga: Pembatalan Proyek PLTU Batu Bara Dapat Selamatkan 180.000 Jiwa
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya