KOMPAS.com – Pembatalan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dapat mencegah kematian 180.000 jiwa akibat polusi udara.
Selain itu, pembatalan proyek PLTU batu bara juga dapat memangkas biaya kesehatan sebesar 100 miliar dollar AS (sekitar Rp 1.500 triliun) dalam beberapa dekade ke depan.
Temuan tersebut merupakan hasil penelitian terbaru berjudul "Health Benefits of Just Energy Transition and Coal Phase-out in Indonesia" DARI Center for Research on Energy and Clean Air (CREA) dan Institute for Essential Services Reform (IESR).
Baca juga: Ini Bahaya PLTU sebagai Silent Killer bagi Negara yang Luput dari Perhatian
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, pemerintah harus mendesak perusahaan listrik untuk mengevaluasi kembali rencana pembangunan PLTU batu bara yang baru dan beralih ke energi terbarukan.
Peralihan tersebut akan menghasilkan manfaat ekonomi, sosial, dan kesehatan yang signifikan.
“Pada pertemuan puncak G20 tahun lalu, Indonesia menandatangani pernyataan bersama Just Energy Transition Partnership (JETP), yang berkomitmen untuk mencapai puncak emisi sektor ketenagalistrikan pada 2030 dengan nilai absolut 290 juta ton karbon dioksida,” kata Fabby dalam keterangan tertulis, Selasa (18/7/2023).
Untuk mencapai target tersebut, Indonesia harus menghentikan sekitar 9 gigawatt (GW) PLTU batu bara dalam 10 tahun ke depan.
Baca juga: Rencana Pensiun Dini PLTU Batu Bara Perlu Libatkan Pemerintah Daerah
“Namun demikian, diperlukan kepastian strategi mitigasi untuk mengurangi dampak negatifnya untuk PLTU batu bara yang belum mencapai waktu penonaktifannya. Penerapan strategi ini harus menjadi bagian integral dari solusi untuk transisi energi yang berkeadilan,” ujar Fabby.
Menurut penelitian tersebut, polusi udara dari PLTU batu bara bertanggung jawab atas 10.500 kematian di Indonesia pada 2022 dan biaya kesehatan sebesar 7,4 miliar dollar AS.
Besarnya dampak tersebut terjadi karena seluruh PLTU batu bara tidak memiliki alat pengendali polutan berbahaya seperti sulfur dioksida, nitrogen oksida, dan merkuri.
Dampak kesehatan ini akan terus meningkat dengan beroperasinya PLTU batu bara yang baru.
Biaya kesehatan bisa dihindari dari penghentian PLTU batu bara yang lebih cepat pada 2040 akan mencapai 130 miliar dollar AS (sekitar Rp 1.930 triliun).
Baca juga: Pensiun PLTU Batu Bara dan Pengembangan Energi Terbarukan Jadi PR Masa Depan
Di sisi lain, diperlukan investasi sebesar 32 miliar dollar AS (sekitar Rp 450 triliun) untuk merealisasikan penghentian PLTU batu bara.
Peneliti Senior IESR Raditya Wiranegara menyampaikan, penelitian tersebut juga memberikan daftar PLTU batu bara yang diurutkan berdasarkan dampaknya terhadap biaya kesehatan per unit pembangkit.
“Hal ini merupakan masukan yang sangat penting karena sekretariat JETP saat ini sedang menyusun Comprehensive Investment Plan and Policy (CIPP), di mana pemensiunan pembangkit listrik tenaga batu bara merupakan salah satu bidang investasi yang termasuk dalam dokumen tersebut,” ujar Raditya.
Analis Utama CREA Lauri Myllyvirta menyampaikan, mengurangi emisi dari PLTU batu bara tidak hanya baik untuk kesehatan dan kesejahteraan, tetapi juga dapat menguntungkan masyarakat Indonesia secara ekonomi.
“Biaya kesehatan yang dihindari dapat lebih dari sekadar mengompensasi investasi yang diperlukan untuk menutup PLTU batu bara dan membangun pembangkit listrik bersih sebagai penggantinya,” ujar Myllyvirta.
Baca juga: PLTU Batu Bara Didesak Dipensiunkan, Kejar Target Penurunan Emisi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya