Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pencegahan Stunting Penting Capai Visi Indonesia Emas 2045

Kompas.com, 7 Agustus 2023, 08:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Pencegahan stunting pada anak penting dilakukan karena akan menjadi generasi yang menjadi bagian dari Visi Indonesia Emas 2045.

Hal tersebut disampaikan Inspektur Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Ary Dwikora Tono, sebagaimana dilansir Antara, Minggu (6/8/2023).

"Sejak sekarang, angka stunting harus diturunkan serendah mungkin. Karena bayi dan balita yang hidup saat ini, pada 2045 menjadi kelompok usia produktif yang menentukan keberhasilan pencapaian Indonesia Emas," kata Ary.

Baca juga: Laznas BMH: Zakat, Infak dan Sedekah Berperan Strategis Turunkan Stunting dan Kemiskinan

Ary mengatakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan kunci mencapai Indonesia Emas 2045. Oleh karena itu, sambungnya, persiapan SDM tersebut harus dimulai dari sekarang.

"Tahun emas ini harus betul-betul bisa mencapai Indonesia Emas, Indonesia yang maju dan berdaulat. Ekonominya kuat, pembangunannya merata, serta rakyatnya turut terlibat dan turut merasakan hasil pembangunan,” ujar Ary.

Ary menyampaikan, BKKBN mendorong pencegahan stunting dilakukan mulai dari hulu. Artinya, dilakukan sejak dini, bahkan sejak sebelum pasangan menikah dengan memeriksakan kesehatan tiga bulan sebelumnya.

Baca juga: Dukung Pengentasan Stunting, Poslog Gandeng KTB Distribusikan Telur dan Ayam

Hal ini bertujuan agar saat menikah kemudian hamil, ibu dan bayi yang dikandung dalam kondisi yang baik, sehingga terhindar dari stunting.

Selanjutnya, pola makan dan pengasuhan harus diperhatikan, termasuk pemberian ASI eksklusif selama enam bulan.

"Kekurangan gizi yang terjadi pada stunting bisa disebabkan karena pola makan dan pola asuh yang keliru, sehingga pertumbuhan anak terhambat," tutur Ady.

Baca juga: Pernikahan Dini Jadi Salah Satu Penyebab Tingginya Kasus Stunting di Mamuju

Perihal pemberian ASI eksklusif diulas lebih lanjut oleh Kepala Perwakilan BKKBN Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Andi Ritamariani.

Dia menuturkan, kaum wanita bisa berperan lebih banyak dalam mengupayakan pencegahan stunting.

"Rugi sebetulnya jika tidak memberikan ASI, karena ASI itu tidak perlu beli, gizi dan kebersihan terjamin. Selain itu, ekonomis," ucap Andi.

"Jika rutin menyusui, memperkecil kemungkinan segera hamil lagi. Lagi pula ASI mudah dibawa dan disiapkan, tidak ribet," sambungnya.

Baca juga: Peningkatan Intervensi pada Ibu Menyusui Dapat Cegah Stunting

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bappenas Gelar Konferensi Utama SAC 2025, Bahas Transformasi Pembangunan
Bappenas Gelar Konferensi Utama SAC 2025, Bahas Transformasi Pembangunan
Pemerintah
Industri Pelayaran Komitmen Atasi Krisis Polusi Plastik di Lautan
Industri Pelayaran Komitmen Atasi Krisis Polusi Plastik di Lautan
Pemerintah
Kritik Pedas SNDC Kedua: Cuma Lempar Beban Penurunan Emisi ke Pemerintahan Pasca 2029
Kritik Pedas SNDC Kedua: Cuma Lempar Beban Penurunan Emisi ke Pemerintahan Pasca 2029
LSM/Figur
Tropenbos: Kelompok Usaha Perhutanan Sosial Berpotensi Suplai Menu MBG
Tropenbos: Kelompok Usaha Perhutanan Sosial Berpotensi Suplai Menu MBG
LSM/Figur
Panel Surya Terapung Menjanjikan, tapi Dampak Lingkungannya Dipertanyakan
Panel Surya Terapung Menjanjikan, tapi Dampak Lingkungannya Dipertanyakan
Pemerintah
Wujudkan Bisnis Berkelanjutan, Perusahaan Asia Tenggara Borong Penghargaan ESG 2025
Wujudkan Bisnis Berkelanjutan, Perusahaan Asia Tenggara Borong Penghargaan ESG 2025
BrandzView
Prabowo Bagikan Panel Interaktif Digital ke 288 Ribu Sekolah untuk Pemerataan Pendidikan
Prabowo Bagikan Panel Interaktif Digital ke 288 Ribu Sekolah untuk Pemerataan Pendidikan
Pemerintah
KSP: Teknologi Waste to Energy RI Terlambat 20 Tahun
KSP: Teknologi Waste to Energy RI Terlambat 20 Tahun
Pemerintah
Emisi Metana Terus Meningkat, Tapi PBB Prediksi Penurunan Segera
Emisi Metana Terus Meningkat, Tapi PBB Prediksi Penurunan Segera
Pemerintah
Kebijakan Adaptasi dan Mitigasi Krisis Iklim RI Dinilai Belum Peduli Kelompok Paling Rentan
Kebijakan Adaptasi dan Mitigasi Krisis Iklim RI Dinilai Belum Peduli Kelompok Paling Rentan
LSM/Figur
Pemerintah Bakal Bangun SPKLU di Desa untuk Perluas Penggunaan EV
Pemerintah Bakal Bangun SPKLU di Desa untuk Perluas Penggunaan EV
Pemerintah
Rencana Buka 600.000 Ha Lahan Sawit Baru, Solusi atau Kemunduran?
Rencana Buka 600.000 Ha Lahan Sawit Baru, Solusi atau Kemunduran?
LSM/Figur
Greenpeace: Komitmen Iklim Anggota G20 Tak Ambisius
Greenpeace: Komitmen Iklim Anggota G20 Tak Ambisius
LSM/Figur
RI-Inggris Teken MoU Kurangi Sampah Plastik dan Polusi Laut
RI-Inggris Teken MoU Kurangi Sampah Plastik dan Polusi Laut
Pemerintah
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau