Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 22 Agustus 2023, 14:00 WIB
Alek Kurniawan,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Indonesia memiliki komitmen untuk mencapai net zero emission (nol emisi karbon) pada 2060 atau lebih cepat. Namun, masih banyak tantangan yang harus dihadapi untuk mewujudkannya.

Baru-baru ini, New Energy Nexus Indonesia merilis hasil riset yang melaporkan jumlah pertumbuhan start-up teknologi energi bersih atau cleantech di Indonesia makin meredup karena hambatan pendanaan dan iklim regulasi dalam negeri yang dinilai kurang mendukung.

Sementara, untuk dapat mencapai target emisi nol bersih yang telah dicanangkan, Indonesia perlu lebih banyak mengembangkan cleantech start-up.

International Energy Agency (IEA) dalam laporannya yang dirilis pada 2021 mengungkapkan bahwa negara-negara berkembang perlu meningkatkan investasi energi bersih tahunan hingga lebih dari tujuh kali lipat pada 2030. Hal ini dilakukan jika ingin mencapai emisi nol bersih global pada 2050.

Baca juga: Baca juga: Dukung Energi Bersih, Schneider Electric Hadirkan Solusi Data Center Hibrida dan Edge

Laporan The Independent High-Level Expert Group on Climate Finance pada 2022 juga memproyeksikan bahwa investasi infrastruktur berkelanjutan perlu ditingkatkan hingga dua kali lipat per tahunnya pada 2030 dengan 1,7 triliun dollar AS atau setara Rp 26.057 triliun.

Dengan kebutuhan dana besar, tantangan yang dihadapi cleantech start-up di Indonesia tersebut umum dialami di hampir seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang.

Faktor minimnya pendanaan akibat kurangnya minat investor dan regulasi atau kebijakan yang belum memadai, ditambah dengan masih minimnya sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni di bidang energi baru terbarukan (EBT) menjadi faktor fundamental dan saling terkait.

Dukungan kebijakan

Kebijakan atau regulasi suatu negara dalam mendukung terbentuknya ekosistem cleantech start-up menjadi variabel utama yang memengaruhi iklim investasi dan cepat lambatnya laju perkembangan industri.

Cluster President Schneider Electric Indonesia & Timor Leste Roberto Rossi mengatakan, industri EBT merupakan sektor anyar yang membutuhkan biaya besar.

“Biaya tersebut meliputi anggaran riset dan pengembangan serta pengadaan material produksi dengan tingkat risiko tinggi,” ujar Roberto dalam rilis tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (21/8/2023).

Baca juga: Baca juga: Schneider Electric Bikin Panduan Dasar untuk Bantu Perusahaan Lakukan Dekarbonisasi

Oleh karena itu, lanjutnya, pegiat cleantech start-up membutuhkan kebijakan pembiayaan yang fleksibel dan didukung oleh lembaga negara. Skema pendanaan dan subsidi dari pemerintah bagi pelaku cleantech start-up disinyalir dapat memberikan angin segar.

Sebagai contoh, pendanaan pemerintah bisa diprioritaskan untuk early-stage start-up untuk riset pengembangan produk dan membangun pondasi usahanya.

Guna menarik minat investor swasta, pemberian insentif pajak dan kemudahan pinjaman kredit pemerintah juga bisa diberikan sebagai daya tarik.

“Dukungan kebijakan selanjutnya adalah akselerasi peraturan yang berfokus pada penyederhanaan persyaratan dan prosedur perizinan usaha, akses terhadap teknologi dan rantai pasok domestik, serta kebijakan struktur tarif,” jelas Roberto.

Kebijakan pemerintah yang dapat membuka peluang pasar untuk mulai beralih pada solusi teknologi atau produk ramah lingkungan tersebut menjadi kunci dalam mengomersialkan dan menjadikan cleantech start-up menarik di mata investor.

Instalasi panel surya oleh Xurya Daya yang didukung oleh Schneider Electric.DOK. XURYA DAYA/SCHNEIDER ELECTRIC Instalasi panel surya oleh Xurya Daya yang didukung oleh Schneider Electric.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Pertamina NRE Terbitkan Kredit Karbon Baru, Diklaim 90 Persen Terjual
Pertamina NRE Terbitkan Kredit Karbon Baru, Diklaim 90 Persen Terjual
BUMN
Terobosan Data Iklim, Studi Rilis Rekam Jejak Penyimpanan CO2 Bawah Tanah Dunia
Terobosan Data Iklim, Studi Rilis Rekam Jejak Penyimpanan CO2 Bawah Tanah Dunia
Pemerintah
CELIOS: RI Terlalu 'Jualan' Hutan dan Laut di KTT COP30
CELIOS: RI Terlalu "Jualan" Hutan dan Laut di KTT COP30
LSM/Figur
Konsekuensi Tunda Net Zero, Gelombang Panas akan Lebih Lama dan Sering
Konsekuensi Tunda Net Zero, Gelombang Panas akan Lebih Lama dan Sering
Pemerintah
Restorasi Gambut di Ketapang Cegah Karhutla Selama Satu Dekade Terakhir
Restorasi Gambut di Ketapang Cegah Karhutla Selama Satu Dekade Terakhir
LSM/Figur
Kementerian PPN/Bappenas Apresiasi Praktik Baik Pembangunan lewat Indonesia’s SDGs Action Awards 2025
Kementerian PPN/Bappenas Apresiasi Praktik Baik Pembangunan lewat Indonesia’s SDGs Action Awards 2025
Pemerintah
Bappenas Gelar Konferensi Utama SAC 2025, Bahas Transformasi Pembangunan
Bappenas Gelar Konferensi Utama SAC 2025, Bahas Transformasi Pembangunan
Pemerintah
Industri Pelayaran Komitmen Atasi Krisis Polusi Plastik di Lautan
Industri Pelayaran Komitmen Atasi Krisis Polusi Plastik di Lautan
Pemerintah
Kritik Pedas SNDC Kedua: Cuma Lempar Beban Penurunan Emisi ke Pemerintahan Pasca 2029
Kritik Pedas SNDC Kedua: Cuma Lempar Beban Penurunan Emisi ke Pemerintahan Pasca 2029
LSM/Figur
Tropenbos: Kelompok Usaha Perhutanan Sosial Berpotensi Suplai Menu MBG
Tropenbos: Kelompok Usaha Perhutanan Sosial Berpotensi Suplai Menu MBG
LSM/Figur
Panel Surya Terapung Menjanjikan, tapi Dampak Lingkungannya Dipertanyakan
Panel Surya Terapung Menjanjikan, tapi Dampak Lingkungannya Dipertanyakan
Pemerintah
Wujudkan Bisnis Berkelanjutan, Perusahaan Asia Tenggara Borong Penghargaan ESG 2025
Wujudkan Bisnis Berkelanjutan, Perusahaan Asia Tenggara Borong Penghargaan ESG 2025
BrandzView
Prabowo Bagikan Panel Interaktif Digital ke 288 Ribu Sekolah untuk Pemerataan Pendidikan
Prabowo Bagikan Panel Interaktif Digital ke 288 Ribu Sekolah untuk Pemerataan Pendidikan
Pemerintah
KSP: Teknologi Waste to Energy RI Terlambat 20 Tahun
KSP: Teknologi Waste to Energy RI Terlambat 20 Tahun
Pemerintah
Emisi Metana Terus Meningkat, Tapi PBB Prediksi Penurunan Segera
Emisi Metana Terus Meningkat, Tapi PBB Prediksi Penurunan Segera
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau