Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Solusi untuk Menghindari Penumpukan Sampah Elektronik

Kompas.com, 27 Agustus 2023, 08:11 WIB
Santa Lusiana,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Di era serbadigital saat ini, tingkat konsumsi masyarakat terhadap barang elektronik cenderung tinggi. Seiring dengan perkembangan ini, jumlah barang elektronik yang tidak terpakai dan terbuang, atau juga dikenal sebagai e-waste, terus meningkat.

Di sisi lain, sampah biasa, seperti sampah organik, anorganik, kertas, dan lainnya, tidak sama dengan sampah elektronik. Sampah elektronik mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Sampah jenis ini dikategorikan jenis bahan beracun dan berbahaya (B3). Untuk itu, sampahnya perlu dikelola dengan hati-hati dan tepat.

Berdasarkan laporan The Global E-Waste Monitor 2022, timbulan sampah elektronik mencapai 53,6 juta ton pada 2019. Ini berarti, setiap penduduk di dunia membuang sampah elektronik rata-rata sebanyak 7,3 kilogram (kg).

Baca juga: 5 Miliar Ponsel Bakal Jadi Sampah Elektronik, Tingginya 60.000 Kali Burj Khalifa

Dari jumlah tersebut, wilayah Asia, termasuk Indonesia, menyumbang paling banyak, yakni dengan 24,9 juta ton, dan Amerika Serikat dengan 13,1 juta ton. Diproyeksikan, timbulan sampah elektronik akan meningkat menjadi 74,7 juta ton, atau 9 kg per orang, pada 2030, dan akan mencapai 110 juta ton pada 2050.

Sayangnya, sebagian besar masyarakat kurang memahami cara untuk pengelolaan sampah elektronik. Sampah berbahaya ini justru masih suka dikubur atau dibuang begitu saja pada tempat pembuangan akhir (TPA).

Saat dikubur, sampah elektronik yang mengandung B3 dapat mencemarkan tanah, air dan air. Bahayanya akan lebih fatal secara jangka panjang apabila hal-hal yang tercemar itu dikonsumsi secara langsung oleh manusia.

Baca juga: Berbahaya bagi Lingkungan, Ini Cara Mengurangi Sampah Elektronik

Daripada bingung mengelola sampahnya, kamu bisa menghindari peningkatan timbulan sampah elektronik dengan beberapa tip berikut.

Pertama, kurangi sampah elektronik dengan meningkatkan masa pakainya. Untuk itu, cobalah rawat dengan baik setiap barang elektronik yang digunakan. Dengan cara ini, kamu juga dapat menghemat uang karena tidak perlu terus membeli perangkat elektronik baru.

Kedua, pertimbangkan dua kali atau lebih sebelum membeli barang elektronik baru. Jika barang elektronik yang dipakai rusak, usahakan segera memperbaikinya. Memperbaiki lebih baik daripada membeli barang baru karena akan menghasilkan lebih banyak sampah.

Baca juga: Berbahaya bagi Lingkungan, Ini Cara Mengurangi Sampah Elektronik

Ketiga, kontrol gaya hidup. Kamu perlu menahan diri saat ingin membeli gadget baru. Ingat, lama bisa berpotensi jadi sampah yang sulit untuk didaur ulang. Tak perlu selalu harus mengikuti tren menggunakan barang baru jika barang elektronik lama masih layak pakai.

Dengan memulai tiga kebiasaan tersebut, kamu sudah berkontribusi dalam mengurangi risiko timbulan sampah elektronik. Ingat, hal-hal besar dapat dimulai dari hal yang kecil seperti itu.

Betul memang kalau tanggung jawab terhadap timbulan sampah elektronik bukan hanya pada pengguna, tapi juga seluruh pihak. Nah, sembari pemerintah mengupayakan hal tersebut, akan lebih baik jika masyarakat juga ikut terlibat.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Baru 2 Bandara Pakai BTT Listrik, Kemenhub Siapkan Revisi Standar Nasional
Baru 2 Bandara Pakai BTT Listrik, Kemenhub Siapkan Revisi Standar Nasional
Pemerintah
BRIN: Peralihan ke BTT Listrik Pangkas Emisi Bandara hingga 31 Persen
BRIN: Peralihan ke BTT Listrik Pangkas Emisi Bandara hingga 31 Persen
LSM/Figur
Etika Keadilan Masyarakat dan Iklim
Etika Keadilan Masyarakat dan Iklim
Pemerintah
Akhiri Krisis Air, Vinilon Group dan Solar Chapter Alirkan Air Bersih ke Desa Fafinesu NTT
Akhiri Krisis Air, Vinilon Group dan Solar Chapter Alirkan Air Bersih ke Desa Fafinesu NTT
Swasta
Kisah Kampung Berseri Astra Cidadap, Ubah Tambang Ilegal Jadi Ekowisata
Kisah Kampung Berseri Astra Cidadap, Ubah Tambang Ilegal Jadi Ekowisata
Swasta
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
Pemerintah
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Swasta
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Pemerintah
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Pemerintah
Cerita dari Pulau Obi: Reklamasi Tambang Tak Sekadar Menanam Ulang
Cerita dari Pulau Obi: Reklamasi Tambang Tak Sekadar Menanam Ulang
Swasta
Momen Haru, Orangutan Artemis dan Gieke Kembali ke Hutan Setelah Rehabilitasi
Momen Haru, Orangutan Artemis dan Gieke Kembali ke Hutan Setelah Rehabilitasi
Pemerintah
Survei Deloitte: Eksekutif Terus Berinvestasi dalam Keberlanjutan
Survei Deloitte: Eksekutif Terus Berinvestasi dalam Keberlanjutan
Swasta
Arktik Terdalam Memanas, Krisis Iklim Meluas
Arktik Terdalam Memanas, Krisis Iklim Meluas
Pemerintah
IESR: RI Belum Siap Transisi Energi karena Lembaga Pembayaran Gelontorkan Dana ke Energi Fosil
IESR: RI Belum Siap Transisi Energi karena Lembaga Pembayaran Gelontorkan Dana ke Energi Fosil
LSM/Figur
BMKG Perkirakan Hujan Terjadi di Sejumlah Daerah hingga 27 November
BMKG Perkirakan Hujan Terjadi di Sejumlah Daerah hingga 27 November
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau