KOMPAS.com – Bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia bisa menjadi sia-sia jika stunting tidak ditangani dengan baik.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh di Gedung Institut Agama Islam Darussalam di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (3/9/2023).
Nihayatul mengungkapkan, stunting sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak di masa depan. Bila anak dalam kondisi stunting hingga usia dua tahun lebih, maka terlambat untuk disembuhkan.
Baca juga: Indonesia Berbagi Pengalaman Penurunan Stunting dengan Laos
Stunting tak hanya mengganggu perkembangan fisik, melainkan juga berpengaruh terhadap perkembangan intelektualitas anak.
“Mari, kita bersama bahu-membahu untuk memerangi stunting di Indonesia,” ucap Nihayatul sebagaimana dilansir siaran pers Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Nihayatul menambahkan, stunting dapat mengancam bonus demografi yang akan dialami Indonesia.
“Indonesia sampai tahun 2035 akan mengalami bonus demografi di mana umur 16-60 tahun lebih banyak dari pada usia 65 tahun ke atas,” ujar Nihayatul.
Baca juga: Percepat Penurunan Stunting, BKKBN dan HIPMI Kerja Sama
“Generasi produktifnya lebih banyak daripada nonproduktif. Bila generasi produktif ini tidak berkualitas, bisa kita bayangkan bagaimana bangsa ini bisa mendapat manfaat dari bonus demografi,” sambungnya.
Dia juga menyoroti faktor-faktor penyebab stunting. Menurutnya, stunting tidak hanya karena kekurangan asupan gizi saja tetapi juga bisa terjadi karena pendidikan, pengetahuan, dan budaya.
“Pendidikan bagi orang tua tentang pemberian asupan gizi yang baik bagi anak. Pengetahuan pada saat ibu mengandung seperti minum vitamin dan obat penambah darah, dan budaya pernikahan dini yang bisa memicu stunting,” tutur Nihayatul.
“Karena pernikahan usia di bawah 20 tahun, organ tubuh perempuan belum sempurna, akan berakibat pada jumlah asupan nutrisi bayi yang ada di dalam kandungan,” tambahnya.
Baca juga: Pola Pengasuhan hingga Makanan Instan Picu Tingginya Stunting di Sambas
Pernikahan dini, ujar Nihayatul, juga dapat memicu tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Indonesia.
Sementara itu, Pembina Program Pengendalian Penduduk Uni Hidayati menyampaikan beberapa upaya untuk pencegahan stunting.
Uni mengutarakan, stunting bukanlah penyakit. Stunting bisa dicegah dengan cara memperhatikan pola pengasuhan pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK) anak.
Selain itu, asupan gizi bagi ibu hamil harus diperhatikan. Pasalnya, di dalam kandungan ibu ada bayi yang harus diperhatikan secara ekstra.
Baca juga: 1.000 Hari Pertama Kehidupan Bayi Penting Cegah Stunting, Ini Alasannya
Dia menambahkan, ibu hamil juga perlu mengonsumi tablet tambah darah dan memberikan ASI eksklusif kepada anak setelah melahirkan.
Setelah itu, pemberian makanan pendamping ASI selama dua tahun. Selain itu, anak juga harus rutin dibawa ke posyandu.
Sementara itu Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Banyuwangi Henik Setyorini mengajak masyarakat saling bahu membahu menurunkan angka stunting mencapai14 persen.
Saat ini, prevalensi stunting di Kabupaten Banyuwangi adalah 18,1 persen.
“Juga mencegah pernikahan usia anak, karena banyak remaja putri menjadi janda dan berisiko melahirkan anak-anak stunting,” tutur Henik.
Baca juga: Keluarga Rentan Stunting Dapat Bantuan Beras dan Telur 3 Bulan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya