KOMPAS.com – Krisis iklim nyatanya dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Menjelang pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan presiden (pilpres), isu iklim perlu menjadi bahasan utama.
Menurut survei yang dilakukan oleh Center of Economic and Law Studies (Celios) dan Unitrend, 98 persen masyarakat menyatakan krisis iklim merupakan hal yang nyata di Indonesia.
Dari jumlah tersebut, Generasi Z atau kelompok usia di bawah 24 tahun dan Milenial atau kelompok Usia 25-44 tahun menjadi kelompok yang lebih kritis mengenai kebijakan krisis iklim.
Baca juga: Para Aktivis Muda Desak Pemimpin ASEAN Rumuskan Kebijakan Iklim Terpadu
Menurut survei bertajuk “Menuju Transisi Energi: Pesan Rakyat Untuk Presiden Masa Depan” tersebut, mayoritas dari mereka menilai pemerintah belum memiliki kebijakan yang mampu mencegah krisis iklim.
Survei tersebut dilakukan ke 1.245 responden yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, termasuk daerah pedesaan, pinggiran kota, dan perkotaan.
Peneliti Institute for Policy Development Rizki Ardinanta menyampaikan, berdasarkan survei tersebut, generasi muda memiliki potensi yang besar untuk mengawal kebijakan-kebijakan yang ada, terutama di isu iklim.
“81 persen masyarakat Indonesia setuju pemerintah perlu mendeklarasikan krisis iklim,” kata Rizki dalam peluncuran hasil survei tersebut secara daring, Selasa (5/9/2023).
Baca juga: Anak-anak Afrika Paling Berisiko Terdampak Perubahan Iklim
Menjelang pemilu dan pilpres, masyarakat ingin mengetahui gagasan-gagasan penanganan krisis iklim dari calon presiden (capres) dan calon legislatif (caleg).
Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menuturkan, temuan dari survei tersebut diharapkan menjadi dorongan yang semakin kuat untuk menyuarakan transisi energi dan krisis iklim yang dihadapi.
Dengan adanya temuan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia merasakan krisis iklim, isu tersebut perlu menjadi bahasan dalam kampanye dan debat capres untuk memperebutkan suara.
“Dari tiga bakal capres ini, bagaimana mereka sejauh ini mencoba menempatkan isu lingkungan, transisi energi, dan isu terkait lainnya,” ucap Bhima.
Baca juga: PBB: Negara Wajib Lindungi Hak Anak dari Kerusakan Lingkungan dan Krisis Iklim
Bhima mengutarakan, isu lingkungan menjadi hal yang penting untuk diangkat dan sifatnya lintas generasi.
Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar menuturkan, berdasarkan survei tersebut, desakan dari masyarakat agar pemerintah sadar iklim sangatlah kuat.
Dalam konteks transisi energi sebagai salah satu upaya menekan krisis iklim, instrumen politik memainkan peran yang sangat penting.
Di level pemerintahan pun, masyarakat jarang sekali melihat debat-debat yang konstruktif mengenai transisi energi di Indonesia.
Baca juga: Ini Komitmen LIXIL Group Perangi Dampak Perubahan Iklim
“Dorongan politik yang kuat mengenai transisi energi perlu diperkuat untuk menhadapi krisis iklim,” tutur Askar.
Selain itu, di tahun politik seperti ini, penting bagi bakal caleg dan bakal capres mempunyai kepekaan yang lebih mengenai masalah lingkungan.
Dia menambahkan, partai politik juga seharusnya memainkan yang besar denga menawarkan gagasan-gagasan untuk melindungi lingkungan.
Baca juga: Atasi Perubahan Iklim, Ini 3 Hal Sederhana yang Bisa Dilakukan di Rumah
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya