BANGKA, KOMPAS.com - Nilai ekspor sejumlah smelter swasta (private smelter) dalam bisnis pertimahan di Kepulauan Bangka Belitung menuai sorotan.
Babel Resources Institute (BRINST) menemukan pola-pola yang berpotensi merugikan negara, baik dari segi pendapatan maupun pertanggungjawaban lingkungan.
"Ada private smelter yang luasan Izin Usaha Penambangan (IUP) hanya sekitar 700 hektar, tapi kuota ekspor yang diberikan mencapai 4.000 ton. Ini barangnya dari mana," kata Direktur BRINTS Teddy Marbinanda kepada awak media di Pangkalpinang, Selasa (5/9/2023).
Baca juga: Polisi Tanam Ribuan Pohon di Lahan Bekas Tambang Perkantoran Gubernur Babel
Teddy mengungkapkan, BRINTS tidak hanya mengolah data, tapi juga turun ke lapangan.
Dari situ ditemukan, pemilik IUP yang tidak memiliki unit tambang memadai, tapi selalu melakukan transaksi ekspor.
"Kami juga pernah mendatangi sebuah smelter yang ternyata pintunya digembok, karyawan sudah tidak ada, hanya ada satpam. Tapi tercatat mengekspor timah," ujar Teddy.
Dari temuan itu kata Teddy, patut diawasi soal pengiriman bijih timah yang notabene dari IUP tapi dialihkan ke pihak lain.
Kemudian juga diduga adanya penampungan hasil dari pertambangan tanpa izin.
Baca juga: Ada Tanggung Jawab Lingkungan, RKAB Sektor Tambang Diharapkan Lebih Selektif
BRINTS merujuk laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) 2022 yang menilai perlu adanya pembenahan tata kelola industri timah dalam negeri seiring potensi kerugian negara Rp 2,5 triliun.
"Pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap Rencana Kerja Anggaran Belanja (RKAB) perusahaan timah smelter di Indonesia. Eksploitasi yang tak bisa dikendalikan akan berdampak buruk pada bisnis pertimahan nasional," ucap Teddy.
Dia juga mengingatkan aparat penegak hukum (APH) untuk menindak tegas setiap temuan praktik timah ilegal.
"Ada beberapa kasus yang dilimpahkan pada APH, seharusnya ini jelas sampai ke pengadilan atau tidak," beber Teddy.
Pada Semester 1-2023, perusahaan pelat merah PT Timah Tbk selaku pemilik konsesi terbesar di Indonesia mengekspor 8.307 metrik ton timah, sedangkan gabungan smelter swasta mengekspor 23.570 metrik ton (MT).
Baca juga: Polemik Tambang dalam Kawasan Hutan Lindung
Sementara dari luasan IUP, PT Timah Tbk tercatat memiliki 472.000 hektar dengan volume ekspor 19.825 MT selama 2022 dan 8.307 hingga semester 1 2023.
Kemudian BRINTS juga mencatat beberapa perusahaan yang IUP-nya di bawah 1.000 hektar, seperti MSP (527 ha) dengan ekspor selama 2021 yakni 2.414 MT, BBTS (132 ha) 1.799 MT dan RRP (543 ha) sebanyak 1.608 MT.
"Kementerian ESDM harus melakukan evaluasi dan kaji ulang RKAB perusahaan pertambangan timah di Indonesia. Kasus dugaan korupsi yang terjadi di IUP yang ditangani Kejati Sulawesi Tenggara karena penyederhanaan aspek penilaian RKAB menjadi rujukan hukum," pungkas Teddy.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya