KOMPAS.com – Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sukaryo Teguh Santoso mengatakan, peran Tim Pendamping Keluarga (TPK) sangat berarti untuk mencegah stunting.
Dia menyampaikan, saat ini ada 13,5 juta keluarga berisiko stunting di Indonesia, sebagaimana dilansir Antara, Rabu (13/9/2023).
Kerja sama antara TPK, puskesmas, dan rumah sakit, juga diperlukan untuk mengintervensi keluarga berisiko stunting agar bisa menerima penanganan yang tepat dan tepat waktu.
Baca juga: 6 Daerah Sabet Penghargan Penanganan Stunting dan Layak Anak
Sukaryo berujar, TPK bisa bertugas mendampingi keluarga berisiko stunting melalui komunikasi, informasi, dan edukasi.
Selain itu, TPK juga bertugas memberikan fasilitasi pelayanan rujukan kesehatan dan memfasilitasi layanan program bantuan sosial yang menyasar remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu pascapersalinan, ibu menyusui, serta anak 0-59 bulan.
“Fasilitasi penerimaan bantuan sosial adalah tugas mulia. TPK memberi fasilitasi bantuan sosial pada keluarga yang tidak memiliki akses air minum, jamban atau sanitasi yang layak, dan memenuhi persyaratan untuk mendapatkan bantuan sosial,” kata Sukaryo.
Terkait penerimaan bantuan sosial, TPK berperan dalam melaporkan keluarga calon penerima bantuan kepada kepala desa atau tim percepatan penurunan stunting di daerah.
Baca juga: Pemangku Kepentingan Harus Melek Data untuk Turunkan Stunting
Data yang dilaporkan tersebut dimasukkan dalam data terpadu kesejahteraan sosial atau DTKS.
Adapun kriteria keluarga berisiko stunting yakni sasaran yang memiliki faktor risiko untuk melahirkan anak stunting.
“Selain itu juga keluarga yang ada pada kondisi 4T, yakni terlalu muda menikah, terlalu tua hamil (di atas 35 tahun), terlalu dekat masa kehamilan, dan terlalu banyak anak,” ujar Sukaryo.
Dia menambahkan, kriteria selanjutnya yakni fakir miskin, orang tidak mampu, tidak memiliki jaminan kesehatan, dan kondisi rumah yang tidak layak.
Baca juga: Cegah Stunting, TeleCTG Bersama JICA Kembangkan Telemedicine
“Apabila keluarga berisiko stunting ini tidak didampingi, maka akan berisiko melahirkan anak stunting yang akan mengancam produktivitas dan masa depan bangsa,” papar Sukaryo.
Sukaryo turut berpesan pentingnya optimalisasi gizi dalam 1000 hari pertama kehidupan anak yang merupakan faktor penting untuk mencegah stunting.
“Pola makan gizi seimbang harus dilakukan mulai dari masa pranikah, kehamilan dilanjutkan pemberian ASI eksklusif, hingga pemberian makanan pendamping ASI,” cetus Sukaryo.
“TPK mempunyai peran penting untuk memberikan edukasi ini, utamanya dalam pemberian ASI eksklusif, yang berdasarkan data masih 62-70 persen ibu yang patuh memberikan ASI eksklusif,” imbuhnya.
Baca juga: Stunting Tak Terjadi Tiba-tiba, Prosesnya Berlangsung Sejak Ibu Masih Muda
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya