KOMPAS.com – Dalam menangani stunting, strategi yang dilakukan ialah menanganinya sejak hulu yaitu mempersiapkan kehamilan dengan baik.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, persiapan kehamilan dilakukan sejak calon pasangan pengantin belum menikah.
“Misalnya kita tahu sekarang ini remaja putri yang anemia kan ada 20 persen, jadi atasi dulu itu,” kata Hasto usai pengukuhan duta Bunda Anak Angkat Stunting (BAAS) di Markas Komando Daerah Militer III/Siliwangi, Bandung, Kamis (14/9/2023).
Baca juga: Tim Pendamping Keluarga Berperan Penting Cegah Stunting
Hasto mencontohkan, dalam mempersiapkan kehamilan, Jawa Barat menghadapi sejumlah tantangan yakni masih adanya angka pernikahan dini dan kehamilan yang tidak dikehendaki.
“Orang yang sudah hamil kemudian melahirkan usia 15 sampai 19 tahun itu menjadi tantangan sekarang ini yang perlu kita fokuskan. Kita ingin strategi sedikit ke hulu,” ungkap Hasto, sebagaimana dilansir Antara.
Di satu sisi, di perkotaan ada tantangan lain yaitu menunda pernikahan. Padahal, jika pasangan mengingkan anak dan sang ibu melahirkan di atas usia 35 tahun, akan timbul risiko.
“Karena perempuan dan laki-laki di atas 35 itu sudah mulai menua. Sehingga kalau melahirkan, kemungkinan terjadinya kelainan pada anak lebih besar,” ucap Hasto.
Baca juga: 6 Daerah Sabet Penghargan Penanganan Stunting dan Layak Anak
Hasto mengapresiasi gerakan percepatan penurunan stunting di Jawa Barat yang melibatkan para pemangku kepentingan dan semua elemen masyarakat sehingga menjadi lebih inklusif.
“Kita juga didukung oleh NGO (non-governmental organization) seperti INEY (Investing Nutrision and Early Year), negara-negara lain juga mendukung di Jawa Barat,” cakap Hasto.
“Harapan saya di akhir tahun ini, Jawa Barat angka prevalensi stuntingnya mencapai 17 persen,” sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi BKKBN Sukaryo Teguh Santoso menyampaikan, menyasar keluarga berisiko stunting memerlukan kemampuan literasi data dari para pemangku kepentingan.
Baca juga: Pemangku Kepentingan Harus Melek Data untuk Turunkan Stunting
Dia menuturkan, data dapat menjadi landasan menyasar keluarga yang masih berisiko guna menurunkan stunting.
“Karena kalau menyasar yang sudah stunting, keberhasilannya kecil, maka kuncinya ada di data,” kata Teguh di Jakarta, Senin (11/9/2023).
Saat ini, BKKBN memiliki data 13,5 juta Keluarga dengan Risiko Stunting (KRS) yang terdiri atas ibu hamil, ibu dengan bayi di bawah dua tahun (baduta), dan keluarga yang lingkungannya berisiko melahirkan bayi stunting.
“Kalau 13,5 juta ini didampingi dengan baik, kuantitasnya terdata dengan jelas, konvergensi sudah berjalan, edukasi sudah dilakukan, dan partisipasi masyarakat sudah dibangun, saya kira 13,5 juta ini bisa kita sasar dengan tepat,” ujarnya, sebagaimana dilansir Antara.
Dia menuturkan, apabila pemerintah fokus menyasar bayi di bawah lima tahun (balita) yang sudah dinyatakan stunting, maka peluang keberhasilan penanganannya hanya 20 persen.
Baca juga: Cegah Stunting, TeleCTG Bersama JICA Kembangkan Telemedicine
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya