Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/11/2024, 09:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia menunda peluncuran komitmen penurunan emisi karbon terbaru yakni dokumen Second Nationally Determined Contributions (NDC) dalam KTT Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan.

Sedianya, dokumen Second NDC yang telah dipersiapkan sejak Februari 2024 oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) direncakaan diluncurkan meluncur pada COP29 di Baku, Azerbaijan.

Second NDC merupakan dokumen komitmen penurunan emisi karbon keempat yang harus diserahkan ke Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC).

Baca juga: Dukung Target NDC Butuh Realisasi Kota Rendah Karbon

Salah satu alasan penundaan peluncuran dikarenakan dokumen tersebut perlu disesuaikan dengan target pertumbuhan ekonomi 8 persen dan arahan pemerintahan baru.

Beberapa organisasi masyarakat sipil Indonesia yang hadir dalam COP29 mengingatkan agar dokumen Second NDC tersebut sebaiknya bisa lebih ambisius dari rancangan dokumen yang sebelumnya telah beredar.

Menurut Direktur Eksekutif Yayasan PIKUL Torry Kuswardono, dokumen Second NDC yang targetnya diserahkan pada Februari tahun 2025 harus memihak hak asasi manusia, hak masyarakat adat, dan transisi energi yang berkeadilan.

"Tidak cukup hanya menghormati masyarakat adat atas pengetahuan saja, tapi juga harus eksplisit menyebut hak tanah masyarakat adat karena pengetahuannya ada di alam dan tanahnya. Bukan di buku,” kata Torry sebagaimana dilansir Antara, Kamis (21/11/2024).

Baca juga: Menteri LH Tinjau Ulang Target Iklim Nasional dalam Second NDC

Forest Campaigner Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik mengatakan, jika Indonesia menyerahkan Second NDC pada COP29, langkah tersebut akan memperjelas target dan kebutuhan pendanaan iklim Indonesia.

Sebagai negara yang rentan dan terdampak krisis iklim, kepemimpinan Indonesia sangat dibutuhkan.

"Sayangnya, di COP29 ini Indonesia malah sibuk mempromosikan potensi kredit karbon, yang bukan termasuk pendanaan iklim secara publik. Ruang fiskal Indonesia sempit jika berharap pada pendanaan karbon ini, dana tidak masuk ke publik, tapi lebih berat ke swasta," papar Iqbal.

Dia menambahkan, tanpa ada kesepakatan pada penurunan emisi, pasar karbon akan menjadi risiko memberikan hak berpolusi.

Baca juga: Draft Final Second NDC Indonesia, Komitmen Iklim Minus Keadilan

Padahal Indonesia membutuhkan pendanaan iklim besar-besaran untuk membangun pembangkit listrik energi terbarukan dan memulihkan daerah-daerah yang telah terdampak bencana akibat krisis iklim.

Dokumen NDC berisi komitmen, target, dan upaya iklim diserahkan setiap lima tahun sebagai bagian dari kontribusi masing-masing negara terhadap penurunan emisi global.

Setidaknya sudah ada tiga dokumen yang sudah diserahkan Indonesia. Pertama, dokumen First NDC diserahkan pada 2016. Kedua, dokumen Updated NDC yang diserahkan pada 2021.

Setahun kemudian, dokumen ketiga menyusul yakni Enhanced NDC. Di dalam dokumen yang diserahkan pada 2022 tersebut, Indonesia meningkatkan ambisi pengurangan emisi dari 29 persen menjadi 31,89 persen dengan upaya sendiri dan dari 41 persen menjadi 43,2 persen dengan dukungan internasional.

Baca juga: Target Iklim RI dalam Draf Second NDC Kurang Ambisius

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Usung Kearifan Lokal, BREWi JAYA Jadi Wujud Bisnis Berkelanjutan UB untuk Pendidikan Terjangkau
Usung Kearifan Lokal, BREWi JAYA Jadi Wujud Bisnis Berkelanjutan UB untuk Pendidikan Terjangkau
LSM/Figur
OECD: Biaya Kekeringan Diperkirakan Naik 35 Persen pada 2035
OECD: Biaya Kekeringan Diperkirakan Naik 35 Persen pada 2035
Pemerintah
Ramai PHK dan Susah Dapat Kerja? FAO Ajak Lirik Sektor Pertanian
Ramai PHK dan Susah Dapat Kerja? FAO Ajak Lirik Sektor Pertanian
LSM/Figur
Perubahan Iklim Bakal Bikin Aroma Vanila Alami Lebih Sulit Didapatkan
Perubahan Iklim Bakal Bikin Aroma Vanila Alami Lebih Sulit Didapatkan
LSM/Figur
KLH Perketat PROPER, Klaim Perusahaan Bakal Diikuti Survei Lapangan
KLH Perketat PROPER, Klaim Perusahaan Bakal Diikuti Survei Lapangan
Pemerintah
ITS Perluas Akses Beasiswa, Dorong Pendidikan Inklusif
ITS Perluas Akses Beasiswa, Dorong Pendidikan Inklusif
Swasta
MethaneSAT Hilang di Angkasa, Pemantauan Emisi Metana di Ujung Tanduk
MethaneSAT Hilang di Angkasa, Pemantauan Emisi Metana di Ujung Tanduk
Swasta
Mangrove Diselamatkan, Manusia dan Buaya Sama-Sama Aman
Mangrove Diselamatkan, Manusia dan Buaya Sama-Sama Aman
LSM/Figur
Jual Kayu Ilegal, Direktur Perusahaan Terancam 15 Tahun Penjara
Jual Kayu Ilegal, Direktur Perusahaan Terancam 15 Tahun Penjara
Pemerintah
Semua Kawasan Komersial di Jakarta Harus Kelola Sampah Mandiri, Tak Bebani APBD
Semua Kawasan Komersial di Jakarta Harus Kelola Sampah Mandiri, Tak Bebani APBD
Pemerintah
Bus Listrik Bisa Pangkas Emisi GRK, tetapi Berpotensi Jadi Proyek FOMO
Bus Listrik Bisa Pangkas Emisi GRK, tetapi Berpotensi Jadi Proyek FOMO
Swasta
Tambang Ancam Ekosistem Kerapu dan Ketahanan Pangan di Raja Ampat
Tambang Ancam Ekosistem Kerapu dan Ketahanan Pangan di Raja Ampat
LSM/Figur
Susu Terancam Panas Ekstrem, Produksinya Turun 10 Persen oleh Iklim
Susu Terancam Panas Ekstrem, Produksinya Turun 10 Persen oleh Iklim
Pemerintah
Setiap Makanan Berisiko Terkontaminasi Mikroplastik dari Kemasan
Setiap Makanan Berisiko Terkontaminasi Mikroplastik dari Kemasan
Pemerintah
Transisi Energi Terbarukan yang Adil Tingkatkan PDB Global 21 Persen
Transisi Energi Terbarukan yang Adil Tingkatkan PDB Global 21 Persen
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau