KOMPAS.com – Enam anak muda dari Eropa menyeret 32 pemerintah di Eropa ke meja hijau karena menganggap negara-negara tersebut tidak melakukan tindakan untuk mencegah krisis iklim.
Keenam pemuda tersebut berasal dari berbagai wilayah di Portugal yang pernah dilanda kebakaran hebat dan gelombang panas, sebagaimana dilansir Reuters.
Mereka menggugat ke-32 negara di Eropa tersebut karena gagal mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dengan cukup cepat sehingga merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).
Baca juga: Bentuk Komite ESG, OIKN Bakal Terbitkan Obligasi Iklim Tahun 2027
Kasus tersebut diajukan ke Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa atau European Court of Human Rights (ECHR) di Strasbourg, Perancis.
Dengan dukungan Global Legal Action Network (GLAN) yang berbasis di Inggris, para pemuda yang berusia 11-24 tahun tersebut mencari keputusan mengikat secara hukum yang akan memaksa 32 negara tersebut untuk bertindak mencegah krisis iklim.
Extreme heatwaves +devastating weather events are now common. The world is set to reach 3C global heating within the lifetime of the youth-Applicants yet respondent governments are dismissive of the harms the young people are facing.
— Global Legal Action Network (GLAN) (@GLAN_LAW) September 21, 2023
See their submissions https://t.co/J1UdzxMIqo pic.twitter.com/69RqpW0yRB
Dilansir dari Foreign Policy, kasus tersebut merupakan gugatan mengenai perubahan iklim terbesar dalam sejarah.
Pada Rabu (27/9/2023), perwakilan dari 32 negara Eropa hadir di ruang sidang ECHR untuk menghadapi tuduhan telah melanggar HAM keenam pemuda itu karena gagal melawan perubahan iklim secara memadai.
Baca juga: Mayoritas Partai Politik Kurang Serius Sikapi Perubahan Iklim
Keenam pemuda itu berpendapat, kelambanan ke-32 pemerintah negara di Eropa terhadap perubahan iklim telah merugikan kesehatan dan kesejahteraan mereka, sehingga melanggar hak hidup, privasi, dan bebas dari perlakuan tidak manusiawi.
Jika pengadilan mengabulkan gugatan keenam pemuda itu, ke-32 negara di Eropa akan dipaksa memperkuat upaya pengurangan emisi gas rumah kaca mereka.
Putusan pengadilan kemungkinan akan disampaikan pada paruh pertama 2024.
“Kasus ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam skala dan konsekuensinya,” kata Direktur GLAN Gearoid O Cuinn.
Baca juga: Kurang dari Separuh Warga Asia Tenggara Yakini Perubahan Iklim Ancaman Serius Bagi Negara
“Belum pernah ada begitu banyak negara yang harus membela diri di depan pengadilan mana pun di dunia,” sambungnya.
Ke-32 negara yang dituntut tersebut adalah Austria, Belanda, Belgia, Bulgaria, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Finlandia, Hongaria, Irlandia, Italia, Jerman, Kroasia, Latvia, Lithuania, Luksemburg, Malta, Perancis, Polandia, Portugal, Rumania, Siprus, Slovenia, Slovakia, Spanyol, Swedia, Yunani, Inggris, Swiss, Norwegia, Rusia, dan Turkiye.
Gerry Liston, salah satu pengacara GLAN, mengatakan jika kasus ini berhasil, maka pengadilan di setiap negara yang akan menegakkan keputusan tersebut.
Pengadilan di 32 negara itu juga akan diberikan peta jalan untuk memastikan penegakan hukum berjalan efektif.
Baca juga: Presiden Jokowi Ingatkan, Hati-hati Ancaman Perubahan Iklim
Salah satu dari enam remaja tersebut, Andre Oliveira (15), sebelumnya mengatakan kepada Reuters bahwa tujuan mereka adalah memaksa pemerintah untuk menepati “janji” mereka melawan perubahan iklim.
Janji tersebut mengacu pada Perjanjian Paris pada 2015 untuk mengurangi emisi guna membatasi pemanasan tidak melampaui 2 derajat celsius atau idealnya 1,5 derajat celsius.
Menurut Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB atau Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), kebijakan-kebijakan yang diambil dunia saat ini dirasa kurang cukup untuk membatasi kenaikan suhu Bumi sesuai target.
“Tanpa tindakan segera untuk mengurangi emisi, (tempat) tempat saya tinggal akan segera menjadi tungku yang tak tertahankan,” kata salah satu pemuda, Martim Agostinho (20).
Baca juga: X Platorm Paling Buruk soal Penyebaran Misinformasi Perubahan Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya