KOMPAS.com - Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan, mayoritas partai politik yang ada di Indonesia kurang serius dalam menyikapi perubahan iklim.
Selain itu, agenda setting partai politik juga belum terlalu kuat dalam menyikapi isu perubahan iklim dan transisi energi.
Temuan tersebut mengemuka dalam penelitian terbaru dari Yayasan Indonesia Cerah yang dirilis pada 13 September.
Baca juga: Kurang dari Separuh Warga Asia Tenggara Yakini Perubahan Iklim Ancaman Serius Bagi Negara
Penelitian tersebut dilakukan dengan mengumpulkan data pemberitaan dari 10 media massa daring dengan pembaca terbanyak untuk dataset tiga tahun terakhir.
Data yang diambil menyangkut pemberitaan terhadap partai politik yang lolos ambang batas atau parliamentary threshold pada Pemilu 2019.
Ada beberapa daftar kata kunci untuk perubahan iklim dan transisi energi yang digunakan sebagai dasar penyortiran data per partai.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, partai politik belum menempatkan isu transisi energi dan perubahan iklim dalam perangkat partainya.
Baca juga: Presiden Jokowi Ingatkan, Hati-hati Ancaman Perubahan Iklim
Selain itu, para aktor yang berbicara tentang isu perubahan iklim dan transisi energi rata-rata memiliki jabatan dan latar belakang yang relevan dengan isu tersebut baik di legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Banyak partai yang belum membahas mengenai pekerjaan hijau atau green jobs terkait transisi energi.
Dan belum ada partai yang membahas tentang peran perempuan, buruh, dan penyandang disabilitas dalam isu perubahan iklim.
"Bahasan mengenai perubahan iklim dan transisi energi cenderung disampaikan untuk menjalin kerja sama internasional," tulis para peneliti dalam ringkasan eksekutif penelitian tersebut.
Baca juga: X Platorm Paling Buruk soal Penyebaran Misinformasi Perubahan Iklim
Hal itu terbukti dari lebih banyaknya isu perubahan iklim dan transisi energi yang disampaikan pada agenda yang bersifat internasional, seperti KTT maupun pertemuan bilateral.
Di level nasional serta lokal, pembahasan mengenai isu perubahan iklim dan transisi energi tidak terlalu mengemuka.
Temuan dari penelitian Yayasan Indonesia Cerah tersebut merupakan alarm bagi partai politik di Indonesia.
Sebab, menurut survei yang dilakukan oleh Center of Economic and Law Studies (Celios) dan Unitrend, 98 persen masyarakat menyatakan krisis iklim merupakan hal yang nyata di Indonesia.
Baca juga: Usung Isu Perubahan Iklim, Kedubes Italia Gelar Lokakarya I ACT
Menurut survei bertajuk "Menuju Transisi Energi: Pesan Rakyat Untuk Presiden Masa Depan" tersebut, mayoritas dari mereka menilai pemerintah belum memiliki kebijakan yang mampu mencegah krisis iklim.
Peneliti Institute for Policy Development Rizki Ardinanta menyampaikan, berdasarkan survei tersebut, generasi muda memiliki potensi yang besar untuk mengawal kebijakan-kebijakan yang ada, terutama di isu iklim.
"81 persen masyarakat Indonesia setuju pemerintah perlu mendeklarasikan krisis iklim," kata Rizki dalam peluncuran hasil survei tersebut secara daring, Selasa (5/9/2023).
Menjelang pemilu dan pilpres, masyarakat ingin mengetahui gagasan-gagasan penanganan krisis iklim dari calon presiden (capres) dan calon legislatif (caleg).
Baca juga: Kereta Api Diklaim Mampu Atasi Risiko Perubahan Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya