Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 3 Oktober 2023, 14:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

Sumber Euronews

KOMPAS.com - Polusi mikroplastik adalah masalah yang memerlukan perhatian lebih serius. Kita mungkin merasa kewalahan memikirkan bagaimana barang-barang sehari-hari dalam hidup kita, mulai dari pakaian hingga mobil, melepaskan pecahan plastik kecil.

Namun akibat dari mengabaikan hal ini bisa sangat merugikan. Laporan tahun 2020 dari Pew Charitable Trust, menyebutkan, 78 persen mikroplastik di lautan berasal dari ban mobil alias tire ware particle (TWP).

Hal ini bisa terjadi karena ban mobil terbuat dari sekitar 24 persen karet sintetis, variasi plastik yang dibuat dari produk sampingan minyak bumi, yang akan rusak seiring perjalanan kendaraan.

Sementara, penelitian baru dari Yale Environment 360 menunjukkan adanya peningkatan kekhawatiran ilmiah mengenai “campuran kimia” yang terkandung di dalamnya yang juga mencakup logam berat seperti tembaga, timbal, dan seng.

Baca juga: Ilmuwan Temukan Mikroplastik di Awan, Udara Makin Tercemar

Lantas, kerusakan lingkungan apa yang diakibatkan oleh ban mobil?

Menurut laporan Pew Charitable Trust yang berjudul “Memecahkan Gelombang Plastik”, jika tidak ada tindakan yang diambil, emisi langsung dari mikroplastik ke lingkungan laut diperkirakan akan meningkat dua kali lipat secara global dalam 20 tahun ke depan dibandingkan angka dasar pada tahun 2016.

Sementara dikutip dari Euronews, saat ini emisi partikel keausan ban merupakan sumber emisi mikroplastik terbesar kedua di Eropa yang berjumlah sekitar 500.000 ton per tahun.

Komisi Eropa memperkirakan, pada tahun 2050 akan ada hingga 90 persen emisi partikulat dari transportasi jalan raya akan berasal dari sumber non-knalpot, yaitu ban dan rem.

Karena partikel ban mengandung sejumlah bahan kimia berbahaya yang dapat larut di lingkungan dan berdampak pada kesehatan manusia, maka pengurangan emisi mikroplastik dari ban merupakan prioritas untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan.

Kerusakan lingkungan lain yang dipicu ban mobil adalah kematian massal ikan salmon di sungai-sungai di Pantai Barat AS dua dekade lalu.

Baca juga: Rendah Polusi, Ini 5 Kota yang Dapat Dijadikan Tempat Berlibur

Pada tahun 2020, para peneliti akhirnya mengaitkan kematian tersebut dengan bahan kimia yang disebut 6PPD yang ditambahkan ke ban untuk mencegahnya retak.

Ketika terkena ozon di permukaan tanah, 6PPD diubah menjadi beberapa bahan kimia lainnya, termasuk senyawa yang ternyata sangat beracun bagi sejumlah spesies ikan.

Secara total, karet mengandung lebih dari 400 bahan kimia dan senyawa, banyak di antaranya bersifat karsinogenik.

Laporan Yale Environment 360 juga menyebutkan luasnya risiko dan masalah yang ditimbulkan debu ban mobil.

Nah, jika saat ini hampir 2 miliar ban diproduksi di seluruh dunia setiap tahun, apa yang akan terjadi? Emissions Analytics menyebutkan, akan seperti bulan jika ditumpuk secara miring.

Baca juga: Dukung Pengurangan Polusi Udara, Beam Mobility Perluas Layanan

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menteri LH Sebut Gelondongan Kayu Terseret Banjir Sumatera Bisa Dimanfaatkan
Menteri LH Sebut Gelondongan Kayu Terseret Banjir Sumatera Bisa Dimanfaatkan
Pemerintah
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
LSM/Figur
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Pemerintah
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
Pemerintah
Drone Berperan untuk Pantau Gajah Liar Tanpa Ganggu Habitatnya
Drone Berperan untuk Pantau Gajah Liar Tanpa Ganggu Habitatnya
Swasta
6 Kukang Sumatera Dilepasliar di Lampung Tengah
6 Kukang Sumatera Dilepasliar di Lampung Tengah
Pemerintah
RI dan UE Gelar Kampanye Bersama Lawan Kekerasan Digital terhadap Perempuan dan Anak
RI dan UE Gelar Kampanye Bersama Lawan Kekerasan Digital terhadap Perempuan dan Anak
Pemerintah
UNCTAD Peringatkan Sistem Perdagangan Dunia Rentan Terhadap Risiko Iklim
UNCTAD Peringatkan Sistem Perdagangan Dunia Rentan Terhadap Risiko Iklim
Pemerintah
Tak Perbaiki Tata Kelola Sampah, 87 Kabupaten Kota Terancam Pidana
Tak Perbaiki Tata Kelola Sampah, 87 Kabupaten Kota Terancam Pidana
Pemerintah
Bencana di Sumatera, Menteri LH Akui Tak Bisa Rutin Pantau Jutaan Unit Usaha
Bencana di Sumatera, Menteri LH Akui Tak Bisa Rutin Pantau Jutaan Unit Usaha
Pemerintah
DP World: Rantai Pasok Wajib Berubah untuk Akhiri Krisis Limbah Makanan
DP World: Rantai Pasok Wajib Berubah untuk Akhiri Krisis Limbah Makanan
LSM/Figur
KLH Periksa 8 Perusahaan terkait Banjir Sumatera, Operasional 4 Perusahaan Dihentikan
KLH Periksa 8 Perusahaan terkait Banjir Sumatera, Operasional 4 Perusahaan Dihentikan
Pemerintah
TN Way Kambas Sambut Kelahiran Bayi Gajah Betina, Berat 64 Kilogram
TN Way Kambas Sambut Kelahiran Bayi Gajah Betina, Berat 64 Kilogram
LSM/Figur
Menteri LH Sebut Kayu Banjir Bukan dari Hulu Batang Toru
Menteri LH Sebut Kayu Banjir Bukan dari Hulu Batang Toru
Pemerintah
TPA Suwung Bali Ditutup 23 Desember 2025, Ini Alasannya
TPA Suwung Bali Ditutup 23 Desember 2025, Ini Alasannya
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau