KOMPAS.com - Polusi mikroplastik adalah masalah yang memerlukan perhatian lebih serius. Kita mungkin merasa kewalahan memikirkan bagaimana barang-barang sehari-hari dalam hidup kita, mulai dari pakaian hingga mobil, melepaskan pecahan plastik kecil.
Namun akibat dari mengabaikan hal ini bisa sangat merugikan. Laporan tahun 2020 dari Pew Charitable Trust, menyebutkan, 78 persen mikroplastik di lautan berasal dari ban mobil alias tire ware particle (TWP).
Hal ini bisa terjadi karena ban mobil terbuat dari sekitar 24 persen karet sintetis, variasi plastik yang dibuat dari produk sampingan minyak bumi, yang akan rusak seiring perjalanan kendaraan.
Sementara, penelitian baru dari Yale Environment 360 menunjukkan adanya peningkatan kekhawatiran ilmiah mengenai “campuran kimia” yang terkandung di dalamnya yang juga mencakup logam berat seperti tembaga, timbal, dan seng.
Baca juga: Ilmuwan Temukan Mikroplastik di Awan, Udara Makin Tercemar
Lantas, kerusakan lingkungan apa yang diakibatkan oleh ban mobil?
Menurut laporan Pew Charitable Trust yang berjudul “Memecahkan Gelombang Plastik”, jika tidak ada tindakan yang diambil, emisi langsung dari mikroplastik ke lingkungan laut diperkirakan akan meningkat dua kali lipat secara global dalam 20 tahun ke depan dibandingkan angka dasar pada tahun 2016.
Sementara dikutip dari Euronews, saat ini emisi partikel keausan ban merupakan sumber emisi mikroplastik terbesar kedua di Eropa yang berjumlah sekitar 500.000 ton per tahun.
Komisi Eropa memperkirakan, pada tahun 2050 akan ada hingga 90 persen emisi partikulat dari transportasi jalan raya akan berasal dari sumber non-knalpot, yaitu ban dan rem.
Karena partikel ban mengandung sejumlah bahan kimia berbahaya yang dapat larut di lingkungan dan berdampak pada kesehatan manusia, maka pengurangan emisi mikroplastik dari ban merupakan prioritas untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan.
Kerusakan lingkungan lain yang dipicu ban mobil adalah kematian massal ikan salmon di sungai-sungai di Pantai Barat AS dua dekade lalu.
Baca juga: Rendah Polusi, Ini 5 Kota yang Dapat Dijadikan Tempat Berlibur
Pada tahun 2020, para peneliti akhirnya mengaitkan kematian tersebut dengan bahan kimia yang disebut 6PPD yang ditambahkan ke ban untuk mencegahnya retak.
Ketika terkena ozon di permukaan tanah, 6PPD diubah menjadi beberapa bahan kimia lainnya, termasuk senyawa yang ternyata sangat beracun bagi sejumlah spesies ikan.
Secara total, karet mengandung lebih dari 400 bahan kimia dan senyawa, banyak di antaranya bersifat karsinogenik.
Laporan Yale Environment 360 juga menyebutkan luasnya risiko dan masalah yang ditimbulkan debu ban mobil.
Nah, jika saat ini hampir 2 miliar ban diproduksi di seluruh dunia setiap tahun, apa yang akan terjadi? Emissions Analytics menyebutkan, akan seperti bulan jika ditumpuk secara miring.
Baca juga: Dukung Pengurangan Polusi Udara, Beam Mobility Perluas Layanan
Perusahaan Inggris tersebut mengatakan, empat ban mobil mengeluarkan 1 triliun partikel ultrahalus per kilometer perjalanan.
Partikel-partikel ini sangat kecil sehingga dapat melewati jaringan paru-paru ke dalam aliran darah dan melewati sawar darah-otak, dengan berbagai implikasi kesehatan yang mengkhawatirkan.
Polusi debu ban bahkan dalam beberapa kasus menyaingi emisi dari pipa knalpot. Sebuah studi menunjukkan bahwa emisi PM 2.5 dan PM 10 dari ban dan rem jauh melebihi massa emisi dari pipa knalpot, seperti yang terjadi di California.
Solusi polusi debu ban mobil
Mengatasi polusi ban debu memerlukan kombinasi penelitian dan kemauan dalam bidang regulasi. Di sisi inovasi lingkungan, para peneliti telah melakukan uji coba penggunaan tanaman dandelion yang menghasilkan sejenis karet, dan minyak kedelai untuk meningkatkan komponen ‘karet alam’ pada ban.
Salah satu perusahaan Jerman, Continental Tire Company, mendorong solusi ini dengan membuat ban sepeda dari akar dandelion.
Menurut pengujian yang dilakukan oleh Emissions Analytics, bahan-bahan tersebut mengeluarkan senyawa karsinogenik 25 persen lebih sedikit, namun masih memerlukan bahan tambahan yang bermasalah.
Di Inggris, perusahaan rintisan teknologi ramah lingkungan The Tire Collective telah memelopori perangkat yang dipasang pada setiap ban.
Baca juga: Ini Kelompok Paling Rentan Terpapar Polusi Udara, Diintai Penyakit Kronis
Mereka menggunakan elektrostatika dan aliran udara dari roda pemintal untuk mengumpulkan debu ban saat diproduksi.
Setelah partikel terkumpul, partikel tersebut dapat didaur ulang menjadi jenis karet lain dengan berbagai aplikasi, termasuk ban baru.
Namun kita tidak bisa menemukan jalan keluar dari polusi debu ban, sehingga diperlukan peraturan yang lebih ketat.
Di Eropa, peraturan baru ‘Euro 7’ mulai tahun 2025 akan menjadi standar emisi pertama di dunia yang menetapkan batasan emisi partikulat dari rem dan emisi mikroplastik dari ban.
Standar ini juga berlaku untuk kendaraan listrik, yang cenderung menghasilkan lebih banyak emisi ban karena bobotnya yang lebih berat.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya