KOMPAS.com – Kualitas lingkungan di perkotaan tak bisa lepas dari interaksi penataan ruang dan transportasi. Polusi udara salah satunya disebabkan oleh urbanisasi.
Hal tersebut disampaikan Ketua Program Studi (Prodi) Magister Ilmu Lingkungan, Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) Universitas Indonesia (UI) Hayati Sari Hasibuan pada Rabu (4/10/2023).
Dia menyampaikan, distribusi uang untuk perumahan, pekerjaan, pusat belanja, dan kegiatan lainnya menentukan jarak perjalanan dalam transportasi perkotaan.
Baca juga: Studi: Debu Ban Mobil Sumber Polusi Terburuk Dibanding Asap Knalpot
“Oleh sebab itu, urbanisasi menjadi salah satu penyebab peningkatan polusi udara,” kata Hayati di Kampus UI Depok, sebagaimana dilansir Antara.
Menurut data dari World Bank pada 2023, lebih dari 50 persen masyarakat Indonesia tinggal di kawasan perkotaan sejak 2011 sampai 2021.
Pada 2021 jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di kawasan perkotaan mencapai 57,29 persen.
Bentuk kota mempengaruhi kebutuhan transportasi dan mobilitas. Dengan pengelolaan yang tepat, bentuk kota dapat menurunkan konsumsi energi, emisi kendaraan, dan pencemaran udara.
Baca juga: Rendah Polusi, Ini 5 Kota yang Dapat Dijadikan Tempat Berlibur
“Kita perlu mengatasi pencemaran udara atau emisi yang berasal dari kegiatan transportasi, tidak hanya dapat dilakukan pada hilir, melainkan harus dimulai dari hulu, yaitu mengintegrasikan tata ruang dengan transportasi,” ungkap Hayati.
Dalam penerapannya, diperlukan target dan indikator yang jelas mengacu pada konsep konteks lokal transit-oriented development (TOD) dan walkability city atau kota ramah pejalan kaki.
TOD adalah konsep pembangunan daerah yang terfokus pada titik-titik transit angkutan massal, terutama yang bersinggungan dengan jaringan angkutan lain.
Hayati menjelaskan, konteks lokal TOD merupakan penerapan pembangunan yang dapat menurunkan emisi atau polusi udara dengan energi dari transportasi yang mempertimbangkan kultur dan lingkungan lokal.
Sementara itu, Dwi Nowo Martono, salah seorang akademisi SIL UI di bidang Proteksi Lingkungan, mengatakan perlu beberapa langkah pengendalian pencemaran udara.
Baca juga: Tips Olahraga Nyaman dan Aman di Tengah Buruknya Polusi Udara
Contohnya adalah penerapan uji emisi sumber tidak bergerak, uji emisi kendaraan bermotor, serta peningkatan kesadaran masyarakat tentang pencemaran udara dan dampaknya terhadap kesehatan.
“Penggunaan parameter PM2,5 sebagai tolok ukur utama kualitas udara wilayah, serta harmonisasi dan penerapan rencana tata ruang dengan benar dan konsisten,” ucapnya.
Agustino Zulys, salah seorang dosen dari Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UI menambahkan, polusi udara adalah udara normal yang terkontaminasi bahan kontaminan.
Kontaminasi tersebut berupa bahan kimia, fisika, dan biologi, berbentuk gas, cairan, atau padatan yang berbahaya, bagi makhluk hidup dan lingkungan.
Salah satu sumber pencemaran udara yaitu potensi bahaya pembakaran sampah di udara terbuka yang dapat membentuk zat toksik dan karsinogenik yang membahayakan kesehatan manusia.
Baca juga: Kampanye Darurat Polusi, Greenpeace Luncurkan 3 Parfum Aroma Tak Sedap
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya