KOMPAS.com – 40,7 persen spesies amfibi di seluruh dunia terancam punah karena perubahan iklim. Temuan tersebut disampaikan dalam penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal ilmiah Nature.
Menurut penelitian tersebut, amfibi yang sangat terancam berada di kawasan neotropik, wilayah yang membentang dari gurun Meksiko ke Amerika Selatan hingga zona subantarktika.
Persentase tertinggi spesies amfibi yang terancam terkonsentrasi di kepulauan Karibia, Mesoamerika, Andes Tropis, pegunungan dan hutan di Kamerun bagian barat dan Nigeria bagian timur, Madagaskar, Ghats Barat, Sri Lanka, serta China tengah dan selatan.
Baca juga: Penanggulangan Perubahan Iklim Perlu Fokus ke Desa Pesisir dan Pulau
Lebih dari 1.000 pegiat konservasi dan pakar bekerja sama dalam melakukan asesmen terhadap 8.011 spesies amfibi yang masuk dalam “Daftar Merah Spesies Terancam Punah” yang disusun oleh Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN).
Berdasarkan penilaian, salamander dan kadal air 60 persen terancam punah, katak dan kodok 39 persen terancam punah, serta amfibi tak berkaki 16 persen terancam punah.
Asesmen tersebut juga menunjukkan bahwa hingga 222 spesies amfibi mungkin sudah punah, sebagaimana dilansir Earth.org.
Di satu sisi, amfibi berperan penting dalam mengurangi jumlah serangga perusak tanaman dan hama penyakit.
Baca juga: Ketegangan Geopolitik Dunia Ancam Penanganan Perubahan Iklim
Karena sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan, amfibi seringkali menjadi indikator kesehatan ekosistem.
Ketika katak dan spesies amfibi lainnya terancam, ini merupakan peringatan bahwa seluruh ekosistem berada dalam bahaya.
Katak juga merupakan spesies kunci, spesies yang menyatukan ekosistem. Dalam rantai makanan, mereka berperan sebagai predator dan mangsa.
Mereka adalah pengendali hama karena memangsa berbagai serangga seperti nyamuk dan lalat. Pada gilirannya, mereka juga menjadi makanan bagi hewan yang lebih besar seperti burung dan reptil.
Baca juga: Perubahan Iklim Pengaruhi Pariwisata, Wisatawan Diminta Ikut Peduli
Di antara berbagai penyebab penurunan populasi amfibi, para peneliti mengidentifikasi perubahan iklim menjadi faktor terbesarnya. Perubahan iklim bertanggung jawab atas 39 persen penurunan populasi amfibi sejak 2004.
Selain itu, hilangnya habitat juga berkontribusi besar terhadap 37 persen penurunan populasi amfibi. Kehilangan habitat tersebut seperti alihfungsi lahan, kegiatan pertanian, penebangan kayu, serta pembangunan infrastruktur.
“Amfibi sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan, salah satunya karena mereka bernapas melalui kulitnya,” kata Kelsey Neam, ahli konservasi dari Re:wild sekaligus salah satu penulis dalam penelitian tersebut.
Berbagai dampak dari perubahan iklim seperti meningkatnya cuaca ekstrem, perubahan kelembapan dan suhu, kenaikan permukaan laut, dan kebakaran membuat amfibi kehilangan tempat untuk berkembang biak.
Baca juga: Mayoritas Partai Politik Kurang Serius Sikapi Perubahan Iklim
“(Berbagai dampak itu menyebabkan) peningkatan angka kematian, degradasi habitat, dan pergeseran habitat yang mengakibatkan mempersulit amfibi untuk menemukan tempat tinggal yang cocok,” tambah Neam.
Upaya konservasi besar-besaran terhadap kelangsungan hidup amfibi perlu dilakukan untuk mencegah merosotnya populasi mereka.
Koordinator otoritas daftar merah IUCN Amphibian Specialist Group Jennifer Luedtke menyampaikan, amfibi adalah sekutu manusia dalam memahami kesehatan planet Bumi.
“Ketika kita melindungi amfibi, kita melindungi dan memulihkan ekosistem darat dan perairan. Kita menjaga keanekaragaman genetik di planet kita dan kita berinvestasi untuk masa depan di mana semua kehidupan,” ucap Luedtke.
Baca juga: Kurang dari Separuh Warga Asia Tenggara Yakini Perubahan Iklim Ancaman Serius Bagi Negara
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya