Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aris Marfai
Kepala Badan Informasi Geospasial

Professor Geografi

Musim Hujan Segera Tiba, Deteksi Rawan Banjir dengan Data Spasial

Kompas.com - 26/10/2023, 08:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BEGITU bau petrichor tercium sampai di hidung, kita tiba-tiba dalam hati tersenyum-senyum, merasa lega, merasa senang. Pertanda musim hujan segera datang.

Petrikor adalah aroma alami dari tanah kering yang dibasahi air hujan saat pertama kali. Petrikor dari asal kata "petra" dan "ichor".

Petra dalam bahasa Yunani artinya batuan. Di Jordan ada Kota kuno Petra, kota yang tersusun dari batu-batuan. Ichor dapat diartikan cairan yang menggalir.

Tentu hujan telah lama dinanti. Hujan akan mengisi tubuh air seperti waduk, danau, embung, empang, dan kolam.

Air akan kembali mengalir ke areal pertanian, ke sawah-sawah dengan harapan tanaman pangan dapat kembali bersemi, bisa panen kembali. Dengan demikian, harga beras dan bahan makanan pokok dapat kembali stabil.

Namun jangan lupa, hujan juga perlu diwaspadai. Intensitas hujan, durasi hujan, dan tebal hujan yang extrem juga dapat mengakibatkan bencana.

Perubahan iklim telah membawa konsekuensi pada perubahan periode hujan, perubahan intensitas dan durasi hujan, yang kadang belum terprediksi sebelumnya.

Hujan yang jatuh akan diresapkan kedalam tanah, menjadi infiltrasi dan menjadi cadangan air tanah. Sisa yang tidak meresap akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan akan mengalir ke cekungan, ke daerah rendah.

Apabila jumlahnya berlebihan akan mengakibatkan genangan, disebut banjir genangan. Air permukaan juga mengalir ke saluran air dan drainase.

Saluran, drainase dan sungai ada kalanya tidak mampu menampung seluruh akumulasi air hujan yang datang, kemudian akan diluapkan menjadi banjir, namanya banjir sungai.

Tentu banjir akan membawa kerugian, menganggu aktivitas perekonomian dan kehidupan. Untuk itu kita semua perlu waspada, para pemangku kebijakan dan pimpinan di daerah perlu waspada. Sesungguhnya antisipasi banjir dapat dilakukan, dapat dipetakan.

Informasi geospasial dapat digunakan untuk membantu melakukan antisipasi terhadap banjir, yaitu dengan menyusun peta rawan banjir.

Intensitas curah hujan di suatu daerah dapat dipetakan berdasarkan data curah hujan. Analisis morfologi seperti adanya cekungan, daerah dataran rendah, dataran banjir, reparian atau tepi sungai dapat dideteksi dan didelineasi menggunakan citra satelit.

Jaring-jaring sungai dan daerah aliran sungai dapat diketahui dari peta kontur dan peta rupabumi Indonesia.

Semua informasi tersebut dapat di-overlay untuk melihat kawasan yang rawan atau berpotensi terjadi banjir genangan dan banjir sungai.

Perubahan penggunaan lahan dapat dimonitor dari peta penggunaan lahan. Bisa jadi sebelum lahan banyak tertutup bangunan, air hujan berkesempatan meresap ke dalam tanah, lebih banyak daripada aliran permukaan.

Namun saat banyak lahan terbangun menjadi hunian dan industri, akan banyak konblok dan aspal, air tidak berkesempatan meresap ke dalam tanah, kebanyakan menjadi aliran permukaan, terakumulasi masuk saluran drainase.

Saluran drainase menjadi tidak mencukupi kemudian meluap dan menggenang menjadi banjir genangan. Dengan demikian, peta perubahan penggunaan lahan sangat penting untuk antisipasi banjir.

Masyarakat juga perlu terus meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang kebencanaan, agar lebih waspada dan dapat melakukan kesiapsiagaan.

Kewaspadaan dan kesiapsiagaan dapat mengurangi risiko bencana yang mungkin terjadi di sekitar kita.

Mumpung belum terlambat, kita perlu berbedah, cek kembali kapasitas badan-badan air seperti embung, waduk, kolam, dan empang.

Apabila terjadi pendangkalan perlu direoptimalisasi, agar kapasitasnya memadai untuk menampung air hujan.

Cek kembali drainase, selokan, dan gorong-gorong di sekitar kita, dipastikan berfungsi dengan baik, tidak ada sedimentasi dan sumbatan.

Sumur-sumur resapan perlu dipastikan dapat berfungsi dengan baik untuk menampung limpahan aliran permukaan agar bisa masuk ke dalam tanah, menjadi cadangan air tanah kembali.

Badan Informasi Geospasial (BIG) telah membuat peta rawan banjir skala 1:50.000 dan 1:25.000 untuk seluruh Indonesia.

Peta ini dapat diakses oleh masyarakat dan pemerintah daerah, untuk membantu kesiap-siagaan menghadapi bencana.

BIG juga telah menyusun metode pemetaan rawan banjir, sudah terstandardisasi dengan SNI, Standar Nasional Indonesia no 8197:2015.

Tentu dokumen ini dapat menjadi panduan yang memudahkan penyusunan peta rawan banjir di setiap daerah di Indonesia dengan skala yang lebih detail, baik untuk banjir bandang, banjir sungai maupun banjir pesisir.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau