KOMPAS.com – Berangkat dari kesadaran dan kekhawatiran akan krisis iklim, 13 musisi Indonesia dari berbagai genre bergabung untuk sebuah album kompilasi bertajuk “sonic/panic”.
Ke-13 musisi yang berkolaborasi menelurkan album kompilasi tersebut adalah Endah N Rhesa, FSTVLST, Guritan Kabudul, Iga Massardi dan Badrus Zeman, Iksan Skuter, serta Kai Mata.
Selain itu ada Made Mawut, Navicula, Nova Filastine, Prabumi, Rhythm Rebels, Tony Q Rastafara, dan Tuantigabelas.
Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Badai Menguat dengan Cepat
Tiap musisi yang terlibat dalam album “sonic/panic” membawa karakter dan gaya musik mereka masing-masing.
Album “sonic/panic” diproduksi oleh Alarm Records, label rekaman sadar iklim pertama di Indonesia yang dibentuk oleh ke-13 musisi yang terlibat dalam inisiatif ini.
Album ini terdiri dari 13 lagu dari 13 musisi dengan berbagai genre seperti hip-hop, rock, blues, electronica, reggae, pop, hingga world music.
Setiap topik yang diangkat di setiap lagu juga beragam seperti isu krisis iklim, degradasi alam, polusi plastik, dan panggilan untuk aksi nyata secara kolektif.
Gagasan untuk membuat album kompilasi “sonic/panic” muncul setelah ke-13 musisi ini berkumpul di Bali beberapa bulan lalu saat mengikuti workshop serta diskusi soal isu
iklim dan cara musisi dapat turut berkontribusi dalam mengatasi isu ini.
Baca juga: Suarakan Isu Iklim, 13 Musisi Kolaborasi Buat Album Kompilasi
Dalam showcase eksklusif pra-rilis album di Jakarta, Selasa (24/10/2023), Endah Widiastuti dari Endah N Rhesa mengatakan, sebagai musisi mereka mempunyai cara untuk mengekspresikan kekhawatiran dan ketakutan mengenai krisis iklim.
“Meski bukan bermaksud menakut-nakuti, faktanya ada semua, bahwa di kurun waktu tertentu krisis ini akan terjadi,” kata Endah sebagaimana dilansir dari rilis Indonesia Climate, Knowledge, Arts & Music Lab (IKLIM).
IKLIM merupakan upaya kolektif musisi dan seniman yang peduli terhadap isu iklim. Upaya ini bertujuan mengajak masyarakat agar peduli isu perubahan iklim lewat seni dan musik.
Menurutnya, harus ada gerakan masif di mana semua pihak perlu terlibat demi generasi yang akan datang.
“Rasanya tidak adil kalau kita sudah tua, atau sudah tidak ada, tetapi menyisakan suatu hal yang tidak kita perjuangkan dengan baik,” tambah Endah.
Baca juga: Perubahan Iklim Ancam Kehidupan Tumbuhan Jadi Punah
Gede Robi dari band Navicula mengungkapkan, musisi sebagai bagian dari masyarakat juga ingin terlibat dalam menyuarakan isu iklim melalui “sonic/panic”.
Robi mengungkapkan, nama “sonic/panic” dipilih bukannya tanpa alasan. Sonic berarti audio, sedangkan panic mengandung unsur keadaan yang mendesak.
“Kami sebagai musisi berkontribusi terhadap negara karena tujuan negara memang harus membersihkan emisi Indonesia sesuai target 2060,” ungkap Robi.
Salah satu contoh dalam albu ini adalah lagu “Plastic Tree” miliki Endah N Rhesa yang menggambarkan dunia tanpa pohon dan digantikan oleh replika plastik. Lagu ini menjadi pengingat yang kuat tentang dampak lingkungan dari tindakan manusia.
Contoh lain, lagu “House on Fire” kepunyaan Navicula menyuarakan pemanasan global dan spirit kolaborasi.
Baca juga: Diplomasi Iklim dan Energi ASEAN Belum Sentuh Masyarakat
“Navicula berdiri sejak 1996 dan kami sejak awal membicarakan isu lingkungan. Tetapi meskipun sepertinya sudah gencar mengangkat isu ini, rasanya tidak ada perubahan,” ujar Robi.
“Kami menyadari rasanya harus lebih banyak kolaborasi. Jadi spirit lagu “House on Fire” ini adalah kolaboratif. Bahwa alangkah besarnya gaung ini jika semua industri kreatif membicarakan isu ini,” sambungnya.
Album “sonic/panic” akan diluncurkan secara serentak di seluruh platform streaming digital pada tanggal 4 November mendatang.
Dalam rangka peluncuran album, akan diadakan IKLIM Fest di area parkir Monkey Forest Ubud, Bali, pada tanggal yang sama.
Hampir seluruh musisi yang terlibat di album “sonic/panic” akan hadir di IKLIM Fest untuk bersama-sama menyuarakan kepeduliannya terhadap bumi dan lingkungan.
Baca juga: Ancaman Perubahan Iklim Makin Nyata, Green Building Perlu Diprioritaskan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya