Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspada, Pelaku Perdagangan Orang Mulai Incar Masyarakat Berpendidikan

Kompas.com - 31/07/2023, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kini menyasar korban yang lebih  luas. Jika sebelumnya pelaku mengincar masyarakat kelas ekonomi bawah, mereka kini menyasar masyarakat berpendidikan.

Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Ratna Susianawati, Minggu (30/7/2023).

Ratna mengatakan, modus TPPO saat ini tak terbatas pada pekerja migran, melainkan menjerat korban dengan iming-iming tawaran magang kerja, beasiswa, penjualan organ, hingga pendapatan instan melalui online scamming seperti judi.

Baca juga: Libya, Eritrea, dan Yaman, 3 Negara dengan Perdagangan Orang Terburuk di Dunia

Efek negatif dari perdagangan orang sangat dirasakan bagi korbannya yang dieksploitasi secara fisik, seksual, ekonomi maupun pemerasan dan manipulasi.

“TPPO merupakan kejahatan luar biasa yang perlu penanganan secara komprehensif dari hulu sampai hilir,” kata Ratna dalam keterangan tertulis.

Dia menambahkan, kasus TPPO melibatkan banyak sindikat dengan jaringan yang besar dan luas, cakupannya bisa lintas batas negara. Sehingga dibutuhkan kolaborasi lintas sektor dalam penanganannya.

Ratna menyampaikan, dulu pelaku TPPO memanfaatkan kerentanan kemiskinan masyarakat dengan mengiming-imingi korban berupa pekerjaan sebagai pekerja migran.

Baca juga: Berdayakan Perempuan di Desa Demi Cegah Perdagangan Orang

“Namun, seiring dengan perkembangannya, karakteristik korban pun mengalami pergeseran. Pelaku tidak hanya menyasar orang dengan tingkat pendidikan rendah, namun orang dengan pendidikan tinggi,” papar Ratna.

Dalam melancarkan aksinya, para pelaku TPPO memanfaatkan teknologi semaksimal mungkin, mulai dari perekrutan hingga iklan.

“Bahkan manajemen keuangan dari bisnis pelaku pun dilakukan secara online,” ungkap Ratna.

Menurut data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), dari 2020 sampai 2022 terdapat 1.418 kasus dan 1.581 korban TPPO yang dilaporkan.

Baca juga: Tindak Pidana Perdagangan Orang Telan 1789 Korban, Ini Upaya Pemerintah

Ratna mengungkapkan, maraknya kasus perdagangan orang yang ada membuat pemerintah untuk lebih waspada dan meningkatkan komitmen untuk memberantas TPPO.

“Dalam merespons beragam modus TPPO, pemerintah menegaskan komitmen melalui UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO,” ucap Ratna.

Dia menambahkan, UU tersebut dikuatkan dengan berbagai aturan turunan sebagai pelaksanaan atau operasionalisasinya di lapangan.

“Pemerintah juga telah membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO (GTPPTPPO) di pusat dan daerah yang diimplementasikan melalui rencana aksi dan penerbitan berbagai standar operasional prosedur terkait pencegahan dan penanganan TPPO,” ujar Ratna.

Baca juga: Tekan Kasus TPPO, Bakamla Tambah Kapal Patroli Tercepat di Indonesia

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

LSM/Figur
Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Pemerintah
Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Swasta
Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

LSM/Figur
Langkah Hijau Kompas.com, Penanaman Mangrove untuk Selamatkan Pesisir Subang

Langkah Hijau Kompas.com, Penanaman Mangrove untuk Selamatkan Pesisir Subang

Swasta
Konsumen Bingung dengan Klaim Keberlanjutan pada Kemasan Produk

Konsumen Bingung dengan Klaim Keberlanjutan pada Kemasan Produk

Pemerintah
Pemanasan Global Picu Siklon dan Hujan Badai di Seluruh Asia

Pemanasan Global Picu Siklon dan Hujan Badai di Seluruh Asia

Pemerintah
Bank Tetap Biayai Investasi Batu Bara meski Ada Target Iklim

Bank Tetap Biayai Investasi Batu Bara meski Ada Target Iklim

Pemerintah
IEEFA Sebut 'Power Wheeling' Bisa Dorong Investasi Hijau

IEEFA Sebut "Power Wheeling" Bisa Dorong Investasi Hijau

LSM/Figur
Penerapan Karbon Dioksida Tak Lagi Berguna Jika Suhu Bumi Lampaui Batas

Penerapan Karbon Dioksida Tak Lagi Berguna Jika Suhu Bumi Lampaui Batas

Pemerintah
Dosen UI Teliti Limbah Plastik Jadi Penangkap Karbon Dioksida

Dosen UI Teliti Limbah Plastik Jadi Penangkap Karbon Dioksida

LSM/Figur
Berbagai Ancaman Kerusakan Ekosistem Mangrove di Indonesia

Berbagai Ancaman Kerusakan Ekosistem Mangrove di Indonesia

LSM/Figur
APP Group Raih Penghargaan Primaniyarta 'Eksportir Sustainable' di Ajang TEI 2024

APP Group Raih Penghargaan Primaniyarta "Eksportir Sustainable" di Ajang TEI 2024

Swasta
Kualitas BBM di Indonesia Tertinggal Dibandingkan Negara Asia Tenggara

Kualitas BBM di Indonesia Tertinggal Dibandingkan Negara Asia Tenggara

LSM/Figur
Ini Sejumlah Kendala dalam Mengejar Target Transisi Energi di Indonesia

Ini Sejumlah Kendala dalam Mengejar Target Transisi Energi di Indonesia

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau