KOMPAS.com – Pemberdayaan perempuan di desa merupakan salah satu upaya untuk mencegah perdagangan orang.
Salah satu contoh desa yang melakukan perempuan adalah Desa Wulublolong di Pulau Solor , Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Di sana, perempuan diberdayakan agar mandiri secara ekonomi. Mereka tidak hanya menggantungkan hidup diri dari hasil berkebun, tetapi juga membuat kerajinan anyaman daun lontar dengan kualitas tinggi.
Baca juga: Kementerian PPPA dan Aisyiyah Sepakati 5 Lingkup Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan pada Selasa (24/5/2023), Nusa Tenggara Timur adalah salah satu provinsi yang banyak memasok tenaga kerja migran non-prosedural.
Meski demikian, mereka tidak boleh serta merta disalahkan karena fakta yang ada disebabkan oleh perekonomian keluarga.
“Dari mama-mama di Desa Wulublolong ini kita melihat praktik baik upaya pemberdayaan kelompok perempuan di desa agar bisa mandiri secara ekonomi. Mereka ini mama-mama yang tangguh luar biasa, keteguhan mereka untuk memilih berkarya di negeri sendiri patut kita berikan apresiasi yang tinggi,” kata Bintang dalam keterangan tertulis, Kamis (25/5/2023).
Bintang menuturkan, para perempuan di Desa Wulublolong tidak tergiur iming-iming dan rayuan para calo tenaga kerja untuk bekerja di luar provinsi atau di luar negeri dengan gaji besar.
Baca juga: ASN Perempuan Penting Atasi Persoalan Sosial dan Dorong Pembangunan
Dia menyampaikan apresiasi kepada Du Anyam, kelompok UMKM yang bergerak memberdayakan perempuan melalui kerajinan tangan di Indonesia. Du Anyam mulai melakukan intervensi di Flores Timur pada 2015.
“Lahirnya Du Anyam berangkat dari tingginya masalah sosial ekonomi di Flores Timur untuk membantu perempuan agar mandiri secara finansial dan mendapat kehidupan yang sejahtera,” ujar Bintang.
Dalam kesempatan tersebut, Bintang juga berdialog dengan pemimpin daerah, para tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, perempuan penyintas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan perwakilan perempuan penganyam.
Dia mendorong pemerintah desa untuk menguatkan gugus tugas pencegahan dan penanganan TPPO.
Dia juga berharap edukasi kepada masyarakat untuk mencegah terjadinya TPPO bisa diperkuat.
Baca juga: Butuh Lebih Banyak Pemimpin Perempuan di Kesehatan Demi Capai Tujuan SDGs
Salah satu pendiri Du Anyam, Hanna Keraf, menyatakan bahwa pihaknya ingin melihat perempuan di Nusa tenggara Timur menjadi perempuan mandiri dan berdaya.
Dia menuturkan, menganyam adalah salah satu cara untuk mengakomodasi keahlian para perempuan dengan memanfaatkan sumber daya alam di sekeliling mereka.
“Menganyam sudah bukan lagi mengisi waktu luang tetapi juga pekerjaan utama yang bisa meningkatkan kesejahteraan mereka. Ada yang menganyam sambil menunggu pasien di puskesmas atau menjemput anak sekolah. Ketekunan mama mama penganyam di sini patut kita hargai,” ujar Hanna.
Mama Hadjar, salah satu warga Desa Wulublolong mengaku mengikuti pelatihan Du Anyam tahun 2015.
“Perempuan harus bisa berdaya,mandiri dan mengembangkan potensi diri cukup dari desa. Saya memilih tetap di desa, tidak mau merantau karena di desa kami bisa berkarya dan mendapatkan penghasilan,” ujar Hadjar.
Baca juga: Hotline 129, Kanal Resmi Aduan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Selama Mudik
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya