Menurut International Cooperative Alliance (ICA), koperasi mempunyai andil dalam 19,5 persen produksi pangan dunia.
Di luar aspek ekonomi, koperasi mendorong pembangunan sosial di antara para anggota dan komunitasnya sekaligus terlibat dalam perlindungan dan konservasi lingkungan.
Studi yang dilakukan International Labour Organization (ILO) menemukan bahwa koperasi memberikan dampak positif terhadap lingkungan melalui berbagai praktik.
Hal itu seperti mengurangi emisi gas rumah kaca, mempromosikan sumber energi terbarukan, meningkatkan efisiensi sumber daya, mendukung pertanian organik, perdagangan yang adil, dan mendorong ketahanan masyarakat (Bruckmeier, 2018).
Lebih lanjut, laporan Food and Agriculture Organization (FAO) menyoroti peran koperasi dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama terkait dengan pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, aksi iklim, dan keanekaragaman hayati.
Kedua, koperasi berkontribusi dalam mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial. Koperasi telah memberikan pendapatan, lapangan kerja, pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial kepada anggotanya dan masyarakat, terutama bagi kelompok rentan dan marginal.
Data yang dirilis oleh ICA menunjukkan bahwa koperasi menyumbang 9,46 persen lapangan kerja global.
Dengan meningkatnya kualitas hidup dan kesejahteraan, koperasi memberdayakan masyarakat berpartisipasi aktif dalam ruang pengambilan keputusan serta tata kelola lingkungan mereka (Novkovic, 2023).
Survei yang dilakukan oleh World Cooperative Monitor (WCM) mengungkapkan, koperasi termasuk di antara 300 pelaku ekonomi teratas di dunia, dengan volume usaha sebesar 2,1 triliun dollar AS pada 2018 (Levin, 2020).
Survei itu mengidentifikasi di mana koperasi berperan signifikan, seperti sektor pertanian, perbankan, asuransi, kesehatan, dan ritel.
Banyak dari sektor-sektor itu yang secara langsung atau tidak langsung terkait permasalahan lingkungan hidup. Koperasi terbukti berperan penting dalam mendorong kebijakan dan praktik berkelanjutan di masing-masing sektor tersebut.
Di Indonesia, potensi koperasi dalam agenda ekologi berkelanjutan bukan tanpa tantangan. Indonesia sering kehilangan momentum dalam diskursus koperasi global.
Hal itu terjadi karena minimnya kesadaran dan rekognisi koperasi terhadap agenda pembangunan berkelanjutan oleh para pembuat kebijakan, media, dan masyarakat.
Berbeda dengan gerakan koperasi di negara-negara lain yang lebih aware sehingga terekognisi luas.
Implikasinya, pemegang otoritas dan media menafikan koperasi dalam perumusan dan implementasi kebijakan. Hal itu menyebabkan Pemerintah abai memberikan insentif yang memadai bagi koperasi untuk berkembang.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya