KOMPAS.com – Transisi energi di Indonesia harus dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya terbatas pada sektor ketenagalistrikan saja, melainkan juga menyasar sektor lain.
Analis Energi Terbarukan Institute for Essential Services Reform (IESR) Pintoko Aji mengatakan, tujuan akhir dari transisi energi adalah penurunan emisi.
“Upaya transisi energinya harus menyeluruh tidak terbatas pada sektor energi saja,” kata Pintoko dalam media briefing peluncuran laporan Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2024 yang diikuti secara daring pada Selasa (12/12/2023).
Baca juga: Bauran EBT Baru Capai 25 Persen pada 2050
Dia menambahkan, sektor industri dan transportasi juga perlu digarap karena sampai saat ini belum banyak kebijakan konkret yang menyasar kedua sektor tersebut.
Emisi dari konsumsi energi pada 2022 diestimasikan mencapai 750,9 juta ton karbon dioksida ekuivalen.
Dari total emisi tersebut, sektor ketenagalistrikan menyumbang 39,58 persen, industri berkontribusi 23,69 persen, dan porsi transportasi 20,2 persen. Sisanya, 16,5 persen berasal dari lain-lain.
Di satu sisi, baru sektor ketenagalistrikan saja yang mendapat regulasi bersifat mandat dan terukur untuk melakukan transisi energi.
Baca juga: Generasi Muda Berperan Penting dalam Transisi Energi di Indonesia
“Kalau dari ketenagalistrikan juga sudah banyak opsi (untuk transisi energi),” tutur Pintoko.
Di sisi lain, sektor industri dan transportasi masih sangat minim adanya regulasi yang bersifat mandat.
Bila tidak ada koreksi kebijakan, emisi yang dihasilkan dari kedua sektor ini akan naik terus.
Apalagi beberapa faktor seperti peningkatan produk domestik bruto (PDB) dan bertambahnya penduduk pasti akan meningkatkan konsumsi energi di industri dan transportasi.
Ada beberapa saran kebijakan mandat yang bisa diambil. Contohnya, di sektor transportasi, perlu adanya peralihan dari kendaraan konvensional.
Baca juga: Dukung Energi Bersih, PLN Layani Permintaan REC untuk Pelanggan
Sedangkan di sektor industri diperlukan pemetaan kebutuhan energi selain listrik. Kebutuhan energi termal dari rendah sampai tinggi perlu diinventarisasi.
Setelah dilakukan pemetaan, industri yang membutuhkan energi termal rendah bisa memakai listrik, biomassa, hidrogen, atau amonia.
Sementara industri dengan energi termal sedang hingga tinggi perlu diterapkan bauran biomassa sebagai campuran.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya