Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 14 Desember 2023, 16:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Implementasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam berbagai industri di Tanah Air merupakan sebuah keniscayaan.

Pemerintah telah mengatur hal ini dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri.

Salah satu yang didorong peningkatan nilai TKDN-nya adalah industri kesehatan, dengan tujuan untuk menekan impor dan bertransformasi menjadi negara yang mandiri di bidang kesehatan, termasuk obat-obatan.

Menurut Direktur Utama LSP Pasar Modal Haryajid Ramelan mengatakan, selama ini industri kesehatan nasional, terutama obat-obatan bergantung pada impor bahan baku obat. Bahkan, nilai impornya mencapai lebih dari 90 persen.

Baca juga: Phapros Salurkan Dana Kemitraan Rp 2,5 Miliar untuk UMKM

Hal ini karena tingginya biaya riset dan investasi yang dibutuhkan untuk membangun pabrik bahan baku obat di Indonesia, sehingga jumlah industri hulu atau kimia dasar yang merupakan bahan baku obat itu masih sedikit pemainnya.

"Padahal, jika industri hulu ini berkembang, akan ada banyak manfaatnya. Salah satunya peningkatan daya saing industri farmasi Nasional,” ujar Haryajid dalam seminar Investment Talk: Implikasi Kinerja Sektor Kesehatan dan Produk TKDN dalam Konteks Pasar Modal.

Namun, ini bukan berarti bahwa industri kesehatan tidak dapat meningkatkan nilai TKDN-nya agar bisa lebih mandiri. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan kolaborasi lintas sektor.

Menurut Haryadid, kolaborasi lintas sektor menjadi salah satu jalan bagi industri farmasi untuk bisa mandiri pada masa yang akan datang.

"Dengan kemandirian, dapat mengurangi dampak fluktuasi harga komoditas global dan membantu pertunbuhan ekonomi,” terangnya.

Salah satu perusahaan terbuka di sektor farmasi yang telah menerapkan kebijakan TKDN dalam bisnisnya adalah PT Phapros Tbk (PEHA).

Baca juga: Lakukan Transformasi Kesehatan, Menkes Budi Gunadi Raih Penghargaan WOCPM Paris

Plt. Direktur Utama Phapros David Sidjabat mengatakan, industri kesehatan, termasuk farmasi memiliki banyak tantangan dalam meningkatkan nilai TKDN.

Namun perseroan terus berusaha agar produk –produk yang dihasilkan bisa memperoleh nilai TKDN minimal 40 persen sesuai dengan aturan Pemerintah.

“Salah satu upaya yang dilakukan adalah kolaborasi lintas sektor. Dalam hal ini, Phapros sudah bekerjasama dengan banyak pihak, terutama dengan lembaga penelitian dan universitas guna memperoleh produk masa depan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” jelas David.

Dia mengeklaim, banyak produk Phapros yang memiliki sertifikasi TKDN sesuai standar nilai Pemerintah. Salah satu produk hasil hilirisasi riset yang mendapatkan skor TKDN tinggi mencapai lebih dari 60 persen, adalah produk biologi berupa Bonefill Ortho Cube.

Produk ini merupakan alat kesehatan yang digunakan untuk mengisi ruang kosong atau celah pada tulang yang akan memfasilitasi penyembuhan atau regenerasi tulang dan biasanya terjadi pada kasus-kasus trauma.

Baca juga: Muhadjir Effendy: Urusan Kesehatan Bukan Hanya Tanggung Jawab Pusat

"Produk tersebut merupakan hilirisasi riset bersama peneliti di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya," imbuh David.

Ke depannya, produk tersebut juga akan memiliki banyak varian baru yang saat ini penelitiannya masih berjalan.

Dengan banyaknya produk hilirisasi yang dikembangkan oleh emiten berkode saham PEHA ini, David berharap pihaknya dapat berkontribusi dalam mewujudkan kemandirian sektor kesehatan nasional.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
LSM/Figur
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
LSM/Figur
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
LSM/Figur
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
LSM/Figur
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
LSM/Figur
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
LSM/Figur
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Pemerintah
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
LSM/Figur
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Swasta
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Pemerintah
Banjir Sumatera Jadi Pelajaran, Kalimantan Utara Siapkan Regulasi Cegah Ekspansi Sawit
Banjir Sumatera Jadi Pelajaran, Kalimantan Utara Siapkan Regulasi Cegah Ekspansi Sawit
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau