Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aris Marfai
Kepala Badan Informasi Geospasial

Professor Geografi

Antisipasi Dampak Cuaca Ekstrem dengan Data Spasial

Kompas.com - 21/01/2024, 07:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BEBERAPA hari ini, kita masih akan menghadapi cuaca ekstrem. Cuaca ekstrem salah satunya diawali dengan kemunculan bibit siklon tropis yang dimulai pada 16 Januari dan berkembang menjadi siklon anggrek.

Siklon anggrek terus bergerak dan membawa dampak signifikan di sebagian wilayah Indonesia, menyebabkan terjadinya potensi hujan lebat dan sangat lebat hingga lebih dari 50mm/jam.

Permukaan lautan yang luas dengan suhu permukaan yang cenderung hangat akan menghasilkan uap air yang banyak, sangat berpotensi mendukung pembentukan siklon.

Adanya tekanan udara yang tinggi di kawasan Asia akan menyebabkan pergerakan angin ke selatan, ke wilayah Indonesia dan dapat menimbulkan potensi terbentuknya siklon di dekat perairan Indonesia bagian selatan.

Beberapa daerah di bagian selatan Jawa rawan terdampak ekor siklon anggrek, yang dapat menyebabkan terjadinya kenaikan curah hujan, menimbulkan hujan lebat, sangat lebat dan ekstrem.

Hujan lebat dapat terjadi di sebagian besar Jawa bagian selatan. Tingginya curah hujan berpotensi mengakibatkan banjir, baik banjir genangan maupun banjir bandang.

Banjir genangan dapat terjadi pada daerah-daerah dengan topografi rendah, daerah dataran rendah, daerah cekungan, dataran banjir, dan kawasan muara sungai serta pesisir.

Banjir bandang dapat terjadi pada daerah alian sungai yang mempunyai gradien kemiringan sungai besar dan kondisi daerah hulu yang rusak.

Informasi geospasial berupa peta rawan banjir memberikan informasi daerah-daerah yang mempunyai tingkat kerawanan tinggi.

Peta rawan banjir skala 1:50.000 dan 1:25.000 untuk seluruh Indonesia telah disusun oleh Badan Informasi geospasial (BIG).

Peta rawan banjir ini termasuk dalam kebijakan satu peta (one map policy), yang informasinya dapat diakses pemerintah daerah, baik kabupaten/kota maupun propinsi di seluruh Indonesia.

Peta rawan banjir dapat digunakan untuk membantu menyusun kontingensi plan sebagai antisipasi terhadap dampak banjir akibat cuaca ekstrem, seperti yang sedang terjadi saat ini.

Peta rawan banjir juga dapat digunakan untuk mendukung perencanaan wilayah maupun desain perencanaan kota dalam dokumen tata ruang.

BIG juga telah menyusun metode pemetaan rawan banjir, sudah terstandardisasi dengan SNI, Standar Nasional Indonesia no 8197:2015.

Peta rawan banjir disusun dengan mempertimbangkan aspek geomorfologi yang berupa bentuk lahan dan morfologi permukaan, aspek hidrologi berupa kerapatan aliran sungai, aspek topografi berupa ketinggian dan kemiringan tempat, aspek pedologi berupa karaktersitik fisis tanah dan juga aspek penutup lahan.

Metode pemetaan rawan banjir tersebut dapat dipedomani untuk penyusunan peta rawan banjir di berbagai daerah dengan skala yang lebih detail sesuai kebutuhan.

Cuaca ekstrem tidak saja berdampak pada tingkat kerawanan banjir, namun juga akan diikuti adanya gelombang tinggi dan gelombang esktrem di kawasan pesisir.

Gelombang tinggi ditandai dengan ketinggian gelombang 4-6 m dan gelombang ekstrem lebih dari 6 m. Gelombang ini berpotensi merusak bangunan, tambak, budidaya dan penutup lahan lainnya di kawasan pesisir.

Perpaduan gelombang tinggi dan angin kencang di kawasan pesisir dapat menimbulkan kondisi pasang air laut di kawasan pesisir. Kondisi pasang air laut dapat dideteksi salah satunya dari peralatan sensor yang dipasang di stasiun pasang surut.

Sebagain besar pesisir di Indonesia telah terpasang stasiun pasang surut, dengan interval 50-100 km, yang sebagian besarnya di kelola oleh BIG, dengan tujuan utama membangun sistem referensi data geospasial.

Lebih dari 270 stasiun pasang surut yang terpasang memberikan data secara realtime setiap 5 detik. Data realtime ini juga dapat dimanfaatkan untuk monitoring, modeling dan antisipasi terhadap cuaca ekstrem dan kondisi pasang air laut ekstrem di kawasan pesisir.

Pemanfaatan data dan informasi geospasial untuk mendukung upaya mitigasi bencana dan perubahan iklim perlu terus didorong di level pemerintah kabupaten/kota sebagai bagian untuk mewujudkan upaya pembangunan wilayah yang berkelanjutan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com