Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/01/2024, 18:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Kasus ancaman terhadap pembela lingkungan terus mengalami kenaikan selama setidaknya enam tahun terakhir.

Pada 2014 sampai 2023, Auriga Nusantara mencatat setidaknya ada 133 kasus Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP) atau ancaman terhadap pembela lingkungan di Indonesia.

SLAPP kerap dilakukan pihak yang terganggu oleh upaya penyelamatan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Baca juga: Hilirisasi Nikel di Halmahera, Dugaan Pelanggaran HAM dan Perusakan Lingkungan

Dilansir dari siaran persnya, Auriga Nusantara menyebutkan ancaman terhadap pembela lingkungan mengalami kenaikan signifikan pada 2017 dibandingkan 2016, selang setahun setelah pemerintah mengesahkan regulasi mengenai proyek strategis nasional.

Peningkatan kasus ancaman terhadap pembela lingkungan kembali melonjak pada 2021 bila dibandingkan 2020, ketika omnibus law disahkan.

Dari 133 ancaman terhadap pembela lingkungan yang tercatat oleh Auriga Nusantara, berikut rincian jumlah kasusnya dari tahun ke tahun.

  • 2014: 5 kasus
  • 2015: 5 kasus
  • 2016: 2 kasus
  • 2017: 14 kasus
  • 2018: 4 kasus
  • 2019: 8 kasus
  • 2020: 14 kasus
  • 2021: 24 kasus
  • 2022: 27 kasus
  • 2023: 30 kasus

Baca juga: Awal Tahun 2024, Ini 4 Kabar Positif soal Lingkungan

Data yang tercatat tersebut berasal dari ruang publik atau diketahui langsung oleh Auriga Nusantara.

Oleh karena itu, masih sangat mungkin terdapat kasus ancaman terhadap pembela lingkungan yang belum terekam oleh Auriga Nusantara.

Dari semua jenis ancaman, kriminalisasi terhadap pembela lingkungan merupakan kasus yang paling mendominasi dengan 82 kasus, disusul oleh kekerasan fisik dengan 20 kasus.

Ancaman lain yang tercatat adalah intimidasi dengan 15 kasus, pembunuhan dengan 12 kasus, imigrasi atau deportasi 2 kasus, dan perusakan properti 2 kasus.

Baca juga: Debat ke-4 Pilpres: Momentum Menarik Minat Masyarakat Peduli Lingkungan Hidup

Auriga Nusantara menyebutkan, sejauh ini memang ada beberapa upaya perlindungan terhadap pembela lingkungan oleh negara.

Namun, upaya perlindungan tersebut muncul secara sporadis dan berupa aturan teknis yang sangat mungkin diabaikan bila dibenturkan dengan peraturan di atasnya.

Lembaga tersebut menilai, berbagai regulasi maupun kebijakan untuk melindungi pembela lingkungan juga tidaklah memadai.

"Bahkan, tak sedikit peraturan perundangan yang justru membuka ruang ancaman terhadap pembela lingkungan seperti UU ITE yang memenjarakan kritik dengan dalih nama baik, UU Minerba yang memasukkan protes pertambangan sebagai tindakan kriminal," tulis Auriga Nusantara.

Baca juga: Menanti Gagasan Konservasi Ekologi Lingkungan Pesisir Para Capres

Auriga Nusantara menyampaikan, meningkatnya ancaman terhadap pembela lingkungan, baik berupa rendahnya jaminan hukum terhadap mereka, tingginya kriminalisasi, maupun tiadanya efek jera terhadap pelaku kekerasan terhadapnya, menunjukkan negara belum sepenuhnya hadir memberikan perlindungan.

Lembaga tersebut mendesak negara untuk memperkuat regulasi seperti menerbitkan peraturan yang memberikan jaminan perlindungan terhadap pembela lingkungan.

"Goodwill dan political will pemerintah juga harus tampak jelas karena apa yang dilakukan pembela lingkungan, yakni menjaga dan melestarikan kekayaan alam Indonesia, adalah pemenuhan sebesar-besarnya kemakmuran sebagaimana diamanatkan konstitusi," tulis Auriga Nusantara.

Baca juga: 3 Pegiat Lingkungan Dorong Capres-Cawapres Kaji Ulang Kebijakan Bioenergi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com