JAKARTA, KOMPAS.com - Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim COP28 yang berlangsung di Dubai pada 30 November-12 Desember 2023 lalu telah menghasilkan beberapa kesepakatan.
Di antaranya menyerukan peralihan dari transisi bahan bakar fosil, dan meningkatkan kapasitas energi terbarukan global sebanyak tiga kali lipat.
Selain itu, COP28 juga berhasil menggalang pendanaan senilai 58 miliar dollar AS serta 11 janji dan deklarasi yang berkomitmen terhadap aksi iklim.
Dalam konteks Indonesia, negara ini makin menunjukkan komitmennya untuk menurunkan emisi karbon melalui beragam cara. Mulai dari perbaikan pengelolaan Forest and Other Land Use (FOLU) serta mempercepat transisi energi menuju Energi Baru Terbarukan (EBT).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidatonya terkait hal itu dalam konferensi tersebut dan mendapat apresiasi dari banyak negara.
Indonesia juga mendapat apresiasi dalam beberapa forum terkait pencapaian penurunan emisi, khususnya terkait dengan restorasi mangrove dan penurunan deforestasi.
Baca juga: Membumikan Keberlanjutan
Melihat hal tersebut, Grant Thornton mengungkapkan perlu adanya kesiapan perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim.
Perubahan iklim telah menjadi isu sentral dalam agenda global, memunculkan tantangan baru bagi perusahaan di seluruh dunia.
"Sebagai respons terhadap perubahan cuaca ekstrem, peningkatan suhu global, dan perubahan pola cuaca, perusahaan perlu melakukan persiapan yang matang untuk menghadapi perubahan iklim dan membangun ketangguhan bisnis," ujar CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani.
Dia menjelaskan, perlu adanya langkah konkrit dari perusahaan seperti perlunya memulai investasi dalam teknologi hijau, dan energi terbarukan, pemantauan emisi karbon, serta teknologi ramah lainnya dapat menjadi langkah penting dalam persiapan perusahaan menghadapi perubahan iklim.
Tidak hanya itu, Johanna juga menilai perlu adanya pelatihan dan pendidikan bagi karyawan untuk menghadapi perubahan iklim serta dampak yang ditimbulkan, sehingga dapat tercipta budaya perusahaan yang peduli terhadap lingkungan.
Hal yang tidak kalah penting lainnya adalah pelaporan keberlanjutan dan transparansi. Pelaporan keberlanjutan yang jelas dan transparan menjadi kunci untuk membangun kepercayaan dari regulator, masyarakat, organisasi lingkungan, media massa hingga investor, yang tentunya dapat meningkatkan reputasi dan kredibilitas suatu perusahaan.
Baca juga: 5 Alasan Skema Carbon Offset Tidak Memenuhi Kriteria Keberlanjutan
Johanna menambahkan, menghadapi perubahan iklim bukan lagi pilihan, melainkan keharusan untuk bisnis yang berkelanjutan.
Perusahaan perlu mengambil langkah-langkah proaktif untuk membangun ketangguhan bisnis mereka, mengurangi risiko, dan memanfaatkan peluang yang muncul dari perubahan iklim, terutama dalam pembuatan laporan keberlanjutan.
Menyadari betapa pentingnya laporan keberlanjutan pada saat ini dan ke depannya, Grant Thornton menetapkan komitmen keberlanjutan pada organisasi, terutama pada penyusunan laporan keberlanjutan perusahaan.
"Selain itu, kami juga siap membantu perusahaan-perusahaan dalam menetapkan strategi dan manajemen keberlanjutan serta membantu menyiapkan maupun meninjau laporan keberlanjutan mereka," tutup Johanna.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya