Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 20 Februari 2024, 21:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus mendorong penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) demi mencapai target pengurangan emisi, melalui penguatan sumber daya manusia (SDM).

Upaya tersebut salah satunya dengan menyelenggarakan Lokakarya dan Pelatihan (Lokalatih). 

“Melalui lokalatih ini, saya berharap kita semua dapat lebih memahami Kebijakan strategis dan operasional penyelenggaraan NEK untuk mendukung pencapaian NDC dan pengendalian emisi GRK dalam rangka mendukung pembangunan nasional,” ujar Menteri LHK Siti Nurbaya dalam keterangannya, Selasa (20/2/2024). 

Baca juga: Nilai Ekonomi Karbon Diusulkan Masuk RUU EBET

Ia menjelaskan, lokalatih yang berlangsung mulai 19-24 Februari 2024 ini diikuti 98 orang Aparatur Sipil Negara yang berasal dari Eselon I lingkup KLHK.

Lokalatih tersebut diisi dengan materi terkait manajerial, teknis dan sosio kultural, berupa teori, diskusi dan menelaah berbagai dokumen terkait Nilai Ekonomi Karbon.

Sebagai informasi, NEK adalah nilai setiap unit emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan kegiatan ekonomi.

NEK merupakan bentuk internalisasi biaya dari eksternalitas negatif berupa emisi Gas Rumah Kaca, sekaligus menjadi praktik dari polluters-pay-principle.

Pentingnya lokalatih

Lebih lanjut, Siti menyampaikan, dengan tingginya euforia dan minat masyarakat terhadap NEK, perlu diberikan informasi regulasi dan kebijakan serta implementasinya dengan baik dan benar oleh para pengampu atau regulator.

Selain itu, perlunya dijaga masuknya konsep-konsep implementasi ekonomi karbon yang belum sesuai dengan kebijakan dan standar nasional, yang perlu terlebih dahulu disesuaikan untuk tetap selaras dengan kepentingan nasional.

Kondisi ini, merupakan kesenjangan dan dirasakan oleh entitas publik dan swasta yang membutuhkan informasi, regulasi, dan praktik-praktik terbaik di lapangan terkait dengan Nilai Ekonomi Karbon.

Oleh karena itu, perlu komunikasi dan media, untuk menjangkau lebih banyak pemangku kepentingan. 

Baca juga:

“Selain itu, kita di KLHK perlu melibatkan semua level ASN untuk berperan aktif dalam berbagai fungsi dan perannya, terutama dalam pelibatan berbagai mitra pemangku kepentingan,” imbuhnya.

Dalam laporannya, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BP2SDM) KLHK Ade Palguna Ruteka menyampaikan tujuan lokalatih ini.

Di antaranya agar peserta dapat menjelaskan, memberikan ilustrasi yang mudah dipahami secara sederhana, memberikan contoh-contoh praktek terbaik, dan mampu menyusun beberapa dokumen yang diperlukan terkait Nilai Ekonomi Karbon.

Selain itu, setelah selesai mengikuti pelatihan, peserta juga diharapkan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja untuk memberikan arahan, penjelasan dan operasionalisasi tentang perdagangan karbon.

Serta, perdagangan karbon luar negeri melalui Kerjasama internasional, RBP REDD+, Skema Sertifikasi Pengurangan Emisi GRK Indonesia (SPEI), Peta Jalan NDC, Peta jalan perdagangan karbon, Penyusunan DRAM, Pencatatan dan Pelacakan pada SRN PPI, serta validasi dan verifikasi.

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IWIP Percepat Transisi Energi Lewat Proyek PLTS dan PLTB di Weda Bay
IWIP Percepat Transisi Energi Lewat Proyek PLTS dan PLTB di Weda Bay
Swasta
Bapeten Musnahkan 5,7 Ton Udang Ekspor yang Terkontaminasi Cesium-137
Bapeten Musnahkan 5,7 Ton Udang Ekspor yang Terkontaminasi Cesium-137
Pemerintah
IESR: Revisi Perpres 112 Tahun 2022 Ancam Target Transisi Energi
IESR: Revisi Perpres 112 Tahun 2022 Ancam Target Transisi Energi
LSM/Figur
8 Juta Anak Indonesia Memiliki Darah Mengandung Timbal Melebihi Batas WHO
8 Juta Anak Indonesia Memiliki Darah Mengandung Timbal Melebihi Batas WHO
Pemerintah
Bobibos Diklaim Lebih Ramah Lingkungan, Ini Penjelasan BRIN
Bobibos Diklaim Lebih Ramah Lingkungan, Ini Penjelasan BRIN
LSM/Figur
IWIP Libatkan UMKM dalam Rantai Pasok Industri, Nilai Kerja Sama Tembus Rp 4,4 Triliun
IWIP Libatkan UMKM dalam Rantai Pasok Industri, Nilai Kerja Sama Tembus Rp 4,4 Triliun
Swasta
Celios: Pembatasan Izin Smelter Harus Disertai Regulasi dan Peta Dekarbonisasi
Celios: Pembatasan Izin Smelter Harus Disertai Regulasi dan Peta Dekarbonisasi
Pemerintah
COP30 Buka Peluang RI Dapatkan Dana Proyek PLTS 100 GW
COP30 Buka Peluang RI Dapatkan Dana Proyek PLTS 100 GW
Pemerintah
Kemenhut: 6.000 ha TN Kerinci Seblat Dirambah, Satu Orang Jadi Tersangka
Kemenhut: 6.000 ha TN Kerinci Seblat Dirambah, Satu Orang Jadi Tersangka
Pemerintah
Masa Depan Keberlanjutan Sawit RI di Tengah Regulasi Anti Deforestasi UE dan Tekanan dari AS
Masa Depan Keberlanjutan Sawit RI di Tengah Regulasi Anti Deforestasi UE dan Tekanan dari AS
Swasta
Negara di COP30 Sepakati Deklarasi Memerangi Disinformasi
Negara di COP30 Sepakati Deklarasi Memerangi Disinformasi
Pemerintah
3.099 Kasus Iklim Diajukan Secara Global hingga Pertengahan 2025
3.099 Kasus Iklim Diajukan Secara Global hingga Pertengahan 2025
Pemerintah
Seruan UMKM di COP30: Desak agar Tak Diabaikan dalam Transisi Energi
Seruan UMKM di COP30: Desak agar Tak Diabaikan dalam Transisi Energi
Pemerintah
Mendobrak Stigma, Menafsir Ulang Calon Arang lewat Suara Perempuan dari Panggung Palegongan Satua Calonarang
Mendobrak Stigma, Menafsir Ulang Calon Arang lewat Suara Perempuan dari Panggung Palegongan Satua Calonarang
LSM/Figur
Fragmentasi Regulasi Hambat Keberlanjutan Industri Sawit RI
Fragmentasi Regulasi Hambat Keberlanjutan Industri Sawit RI
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau