Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nilai Ekonomi Karbon Diusulkan Masuk RUU EBET

Kompas.com, 21 November 2023, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengusulkan agar nilai ekonomi karbon (NEK) masuk dalam daftar inventaris masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).

Hal tersebut disampaikan Arifin saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Senin (20/11/2023).

Arifin menuturkan, pemerintah mengusulkan agar NEK di dalam Pasal 7B RUU EBET, sebagaimana dilansir dari siaran pers Kementerian ESDM.

Baca juga: Harga Sertifikat Karbon Disarankan Minimal Rp 540.000 per Ton

Dia menuturkan, implementasi NEK dapat menghasilkan insentif dari upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).

Insentif yang diperoleh tersebut dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pengusahaan EBET dan atau kegiatan konservasi yang dilakukan oleh badan usaha.

Upaya pengurangan emisi GRK tersebut, sambung Arifin, dapat menjadi bagian dari mekanisme perdagangan karbon.

Contohnya adalah melalui perdagangan emisi, pengimbangan atau offset emisi GRK, pungutan atas karbon, dan mekanisme lain.

Baca juga: Kejar Netralitas Karbon, Indonesia Perlu Tarik Investasi EBT dalam APEC

"Kami ingin menambahkan kata mekansime perdagangan karbon," jelas Arifin.

Arifin menyampaikan, pemerintah menegaskan mekanisme perdagangan karbon harus mempertimbangkan aturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.

Ketentuan ini bakal berlaku serupa bila ada kegiatan investasi pengembangan EBET dan atau kegiatan konservasi energi sebagai upaya pengurangan emisi GRK yang bersumber dari pendanaan luar negeri dalam kerangka kerja sama antarpemerintah.

"Ini tambahan untuk pelengkap ketentuan nilai ekonomi karbon," ucap Arifin.

Baca juga: Pengembangan Industri Remanufaktur Berperan Penting Capai Netralitas Karbon

Tingkat komponen dalam negeri

Arifin menuturkan, pengembangan EBET di masa mendatang juga meninjau penerapan konten lokal atau tingkat komponen kandungan dalam negeri (TKDN).

Langkah tersebut perlu memperhitungkan ketersediaan atau kemampuan produk dan potensi dalam negeri, harga EBET yang tetap kompetitif, dan pemberian fleksibilitas sesuai sumber pendanaan EBET.

"Ini adalah tambahan kami (pemerintah), mungkin perlu pendalaman lebih lanjut untuk tercapainya kesepakatan," ungkap Arifin.

Baca juga: Komitmen Reduksi Karbon, Amartha Tanam Pohon dengan Metode Miyawaki

Sebelumnya, pada Pasal 24/39 DIM RUU EBET, badan usaha yang mengusahakan EBET diharuskan mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.

Produk dan potensi yang dimaksud meliputi tenaga kerja Indonesia, teknologi dalam negeri, bahan-bahan material dalam negeri, dan komponen dalam negeri lainnya terkait Energi Baru/Energi Terbarukan.

Dalam RUU EBET, pemerintah juga telah memberikan syarat ketat kepada badan usaha untuk melakukan alih ilmu pengetahuan dan teknologi jika ingin berinvetasi EBET di Indonesia.

Baca juga: Emisi Gas Rumah Kaca Global Pecahkan Rekor, Karbon Dioksida Melonjak 50 Persen

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
Pemerintah
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Swasta
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
Pemerintah
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
Pemerintah
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
Pemerintah
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
LSM/Figur
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
Pemerintah
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau