JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan harga beras yang terjadi sejak awal Februari 2024, seharusnya sudah diantisipasi jauh-jauh hari.
Kenaikan harga beras dan komoditas pangan lain umumnya sudah terjadi sejak September 2023 dengan harga Rp 12.685 dan pada bulan Februari 2024 naik hingga Rp 13.187 menjelang Ramadan dan Idulfitri.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi menuturkan, faktor pendorong kenaikan harga beras salah satunya karena minimnya ketersediaan yang diakibatkan oleh musim panen, dan cuaca.
"Di tengah fluktuasi harga yang kian meningkat, saat ini stabilisasi harga harus menjadi fokus utama untuk menghindari peningkatan inflasi,” ujar Azizah, Selasa (20/2/2024).
Baca juga: Dunia Masih Diliputi El Nino, Begini Peringatan PBB
Menurut panel harga Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PHIPS) pada 14 Februari, harga beras medium II naik 6,25 persen atau Rp 900 per kilogram menjadi Rp 14.250 per kilogram jika dibandingkan dengan harga Januari 2024.
Sementara berdasarkan Laporan CIPS dalam Food Monitor, harga pada hari pemilihan umum kemarin lebih mahal sebesar 15.41 persen dibanding harga rata-rata pada bulan Februari tahun lalu.
Kenaikan ini menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap inflasi dan daya beli masyarakat. Jika harga beras akan terus naik, maka biaya hidup secara keseluruhan pun akan meningkat.
Ketika harga beras naik, biaya produksi makanan juga cenderung meningkat, karena beras menjadi bahan baku dalam banyak produk makanan.
Kenaikan biaya produksi ini kemudian dapat menyebabkan naiknya harga-harga lainnya, karena produsen akan menaikkan harga produk mereka untuk menutupi biaya tambahan.
Menurut Azizah, kenaikan harga beras akan berdampak pada pertumbuhan tingkat inflasi, mengingat beras merupakan salah satu komoditas pokok yang menyumbang tiga persen pada Indeks Harga Konsumen (IHK) yang digunakan untuk menghitung inflasi.
Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Teori El Nino dan La Nina Tidak Relevan
Azizah menuturkan, beras sudah sejak lama berkontribusi pada angka inflasi. Sebagaimana data Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2023 yang menunjukkan beras sebagai komoditas penyumbang utama andil inflasi.
Beras memiliki andil 0,18 persen dalam inflasi bulanan atau month to month, dan 0,55 persen dalam inflasi tahunan atau year on year.
Komoditas yang satu ini kembali mengalami inflasi sebesar 0,64 persen bulanan dengan andil inflasi sebesar 0,03 persen pada Januari 2024.
Sementara itu, daya beli masyarakat, terutama mereka yang berpenghasilan rendah, akan semakin menurun.
"Pemutusan hubungan kerja di beberapa sektor diperkirakan juga menambah berat beban pengeluaran mereka," cetus Azizah.
Berbagai faktor berkontribusi pada kenaikan harga beras. Salah satunya adalah kondisi cuaca saat ini yang mengakibatkan gagal panen di beberapa daerah penghasil beras, seperti Cianjur.
Baca juga: Mangrove Dapat Memitigasi dan Adaptasi Dampak Buruk El Nino
El-Nino yang menyebabkan musim kemarau berkepanjangan sehingga berkurangnya pasokan atau suplai beras.
Selain itu, terdapat juga faktor permintaan yang meningkat di tengah masa kampanye, beras kerap masuk dalam program tebus murah paket sembako.
Pemerintah melalui Bulog direncanakan akan mengimpor 200.000 ton beras yang didatangkan dari Thailand dan China hingga Maret 2024 untuk menjamin stok pasar.
Rencana impor beras ini diharapkan dapat efektif menstabilkan harga, apalagi menghadapi bulan Ramadan yang akan dimulai pada pertengahan Maret.
"Meskipun saat ini pemerintah telah mengumumkan berbagai langkah untuk mengendalikan harga beras, namun kebijakan yang dapat mengantisipasi permasalahan ketersediaan dan harga dalam jangka panjang selayaknya menjadi fokus utama," tegas Azizah.
Peningkatan produktivitas melalui penggunaan input bermutu, perbaikan sarana dan prasarana pertanian, hingga kebijakan yang lebih terbuka pada perdagangan internasional sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan dan menjaga keterjangkauan masyarakat kepada harga pangan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya