Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/01/2024, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Fenomena El Nino atau menghangatnya permukaan laut di Samudera Pasifik diprediksi masih berlangsung hingga pertengahan 2024.

El Nino membuat beberapa wilayah, termasuk Indonesia, mengalami kenaikan suhu dan kemarau panjang. Selain itu, fenomena alam ini juga membuat curah hujan berkurang.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun mengeluarkan prediksi bahwa dunia harus bersiap menghadapi kekeringan lebih lanjut pada 2024 akibat El Nino.

Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Teori El Nino dan La Nina Tidak Relevan

Dalam laporan terbaru berjudul World Economic Situation and Prospects 2024 yang diterbitkan departemen ekonomi dan sosial PBB, UN Department of Economic and Social Affairs, berbagai anomali cuaca akibat El Nino akan membuat sektor pertanian terpukul.

Untuk diketahui, produksi pangan sangat bergantung pada kondisi cuaca. Dan fenomena El Nino dapat menimbulkan dampak negatif.

Pada 2024, PBB memperkirakan bahwa El Nino akan memengaruhi pola curah hujan di banyak negara di Asia, sebagaimana dilansir Euronews Green, Sabtu (6/1/2024)

Selain menyebabkan kekeringan, anomali curah hujan juga dapat menyebabkan banjir ekstrem. Kedua faktor tersebut akan sangat berdampak pada hasil pertanian.

Baca juga: 3,46 Juta Keluarga Terancam Kekeringan akibat El Nino

Gangguan produksi pangan diperkirakan akan lebih parah di negara-negara di mana sektor pertanian menyumbang kontribusi terbesar terhadap PDB.

Hasil panen yang tergangu akan turut mengerek harga pangan. Padahal, harga pangan dunia saat ini sudah naik cukup tinggi.

Tingginya harga pangan berdampak pada kualitas hidup masyarakat di seluruh dunia. PBB mengatakan, harga tinggi ini akan terus berlanjut di Afrika, Asia Selatan, dan Asia Barat.

PBB menambahkan, kemungkinan besar kekeringan juga akan terjadi di Amerika Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika Selatan, dan kawasan Sahel Afrika.

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, meski curah hujan di Indonesia baru saja meningkat, musim hujan diperkirakan tidak berlangsung lama dan segera berakhir.

Baca juga: Mangrove Dapat Memitigasi dan Adaptasi Dampak Buruk El Nino

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eddy Hermawan memperkirakan, musim hujan kemungkinan hanya sampai akhir Januari.

Penyebab musim hujan yang datang terlambat dan selesai belum pada waktunya tersebut disebabkan salah satunya karena fenomena El Nino, sebagaimana dilansir Antara.

Lebih lanjut, dia menyarankan para petani untuk mempercepat masa tanam selagi hujan masih turun agar tanaman yang membutuhkan banyak air bisa berkembang dengan baik.

Selain itu, opsi lain adalah menanam tanaman tahan kering seperti palawija mengingat fenomena El Nino masih akan berlangsung sekitar empat sampai lima bulan ke depan.

"Meski ada irigasi, sumber air itu tetap berasal dari atas (hujan), kalau kering cepat-cepat menanam saja jangan sampai kehabisan air," papar Eddy.

Baca juga: Puncak El Nino Belum Terjadi, Suhu Panas Sudah Sangat Terasa

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Studi: 2024 Jadi Era Transisi Energi Betulan, Emisi Segera Capai Puncak

Studi: 2024 Jadi Era Transisi Energi Betulan, Emisi Segera Capai Puncak

LSM/Figur
Bisakah Negara-negara di Asia Hentikan Penggunaan Batu Bara?

Bisakah Negara-negara di Asia Hentikan Penggunaan Batu Bara?

Pemerintah
Harga PLTS dan PLTB Turun Drastis, ASEAN Harus Ambil Kesempatan

Harga PLTS dan PLTB Turun Drastis, ASEAN Harus Ambil Kesempatan

LSM/Figur
“Social Enterprise” yang Ramah Lingkungan Masih Hadapi Stigma Negatif

“Social Enterprise” yang Ramah Lingkungan Masih Hadapi Stigma Negatif

Swasta
Singapura Putuskan Ikut Danai Studi Kelayakan CCS di Negaranya

Singapura Putuskan Ikut Danai Studi Kelayakan CCS di Negaranya

Pemerintah
Perluasan Hutan Tanaman Energi Dinilai Percepat Deforestasi di Kalimantan Barat

Perluasan Hutan Tanaman Energi Dinilai Percepat Deforestasi di Kalimantan Barat

LSM/Figur
Penegakan Hukum dan Rendahnya Kesadaran Masyarakat jadi Tantangan Kelola Sampah

Penegakan Hukum dan Rendahnya Kesadaran Masyarakat jadi Tantangan Kelola Sampah

LSM/Figur
Pengajar dan Praktisi Minta Prabowo Revolusi Ketenagakerjaan ke Arah Berkelanjutan

Pengajar dan Praktisi Minta Prabowo Revolusi Ketenagakerjaan ke Arah Berkelanjutan

LSM/Figur
Seruan Pendanaan Pelestarian Alam Menggema dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Seruan Pendanaan Pelestarian Alam Menggema dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Pemerintah
79 Persen Eksekutif Agrifood Laporkan Pertumbuhan Pendapatan dari Investasi Keberlanjutan

79 Persen Eksekutif Agrifood Laporkan Pertumbuhan Pendapatan dari Investasi Keberlanjutan

Pemerintah
 Bank Belum Siap Hadapi Perubahan Iklim

Bank Belum Siap Hadapi Perubahan Iklim

Pemerintah
Emisi CO2 Global dari Kebakaran Hutan meningkat 60 Persen Sejak 2001

Emisi CO2 Global dari Kebakaran Hutan meningkat 60 Persen Sejak 2001

LSM/Figur
Tolak PLTU Captive, Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Prabowo Revisi Perpres 112/2022

Tolak PLTU Captive, Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Prabowo Revisi Perpres 112/2022

LSM/Figur
Google Bakal Manfaatkan Nuklir untuk Pasok Listrik Data Center

Google Bakal Manfaatkan Nuklir untuk Pasok Listrik Data Center

Swasta
Ilmuwan Eksplorasi Rumput Laut Jadi Sumber Energi dan Pakan Ternak

Ilmuwan Eksplorasi Rumput Laut Jadi Sumber Energi dan Pakan Ternak

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau